Liputan6.com, Jakarta - Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim), Emil Elestianto Dardak menilai, figur KH Maimun Zubair (Mbah Moen) selama hidupnya merupakan inspirasi bagi umat, terutama masyarakat di Indonesia.
"Beliau senantiasa menjadi inspirasi bagi siapapun," ujar dia kepada wartawan di Surabaya, seperti dilansir Antara, Rabu (7/8/2019).
Ulama kharismatik KH Maimun Zubair atau Mbah Moen asal Rembang, Jawa Tengah, wafat di Mekkah, Arab Saudi, pada pukul 04.17 waktu setempat.
Advertisement
Semasa hidupnya almarhum merupakan pimpinan Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, sekaligus tokoh senior di kalangan Nahdlatul Ulama yang memiliki posisi kehormatan sebagai Muhtasyar NU.
Baca Juga
Dia menuturkan, Mbah Moen telah memberi inspirasi dan tak kenal lelah memberi semangat kepada seluruh umat di Indonesia, termasuk Jawa Timur. "Semoga keteladanan beliau akan terus menjadi tuntunan kami," ujar Emil.
Tak hanya itu, bagi Emil Dardak Mbah Moen adalah sesepuh NU yang sangat kharismatik sehingga sangat layak menjadi ulama yang disegani oleh banyak pihak.
Emil mengajak agar masyarakat se-Indonesia, khususnya warga Jatim mendoakan Mbah Moen diberi keselamatan di akhirat dan terhadap keluarga yang ditinggalkan selalu sabar serta tabah. "Selamat jalan Mbah Moen, semoga Husnul Khotimah," kata Emil Dardak.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Cerita Gus Ipul tentang Mbah Moen, Ulama yang Konsisten Hormati Perbedaan
Sebelumnya, meninggalnya ulama kharismatik yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Maimun Zubair (Mbah Moen) membawa duka mendalam bagi semuanya.
Banyak kesaksian tentang perjalanan hidup Maimun Zubair, salah satu datang dari Ketua PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul). "Ada peribahasa Arab Mautul Alim Mautul Alam, meninggalnya orang alim adalah seperti matinya alam. Kalau alam mati berarti alam dalam kegelapan," kata Gus Ipul, Selasa (6/8/2019).
Gus Ipul yang dalam berbagai kesempatan kerap bertemu dan sowan kepada Mbah Moen ini mengatakan, tidak banyak ulama karismatik di negeri ini yang se-alim dan memiliki keilmuan luas seperti Mbah Moen.
"Beliau ini alim, akhlakkul karimah, selalu istikhomah memintarkan ribuan santri dan juga sangat ahli silaturahmi," kata Gus Ipul.
Namun, di samping kealiman dan kepintaran Mbah Moen, ada satu yang sangat istimewa yakni Mbah Moen selalu terdepan dalam menghormati perbedaan. Jika sebagian tokoh kerap mematikan perbedaan, tetapi Mbah Moen selalu konsisten merawat dan menghormati perbedaan.
"Saat Gus Dur termasuk juga Gus Mus mendirikan PKB, Mbah Moen saat itu tetap konsisten di PPP. Tapi hubungan silaturahmi antara beliau-beliau ini tetap terjamin dan terjaga,” kata Gus Ipul.
Bahkan saat awal pendirian PKB, sempat terjadi ketegangan khususnya di kawasan Jawa Tengah, tapi saat itu, Maimun Zubair bisa mendinginkannya. "Antara PKB dan PPP sempat panas, tapi Mbah Moen bisa mendinginkan dan menyejukkan," ujar keponakan Gus Dur ini.
Yang pasti kata Gus Ipul, wafatnya Mbah Moen telah membawa duka yang cukup mendalam bagi semuanya. "Kita turut berduka seorang alim yang ahli silaturahmi dan konsisten ngemongsantri telah kapundut. Selamat Jalan Mbah Maimoen, Allah mencintai panjenengan," kata Gus Ipul.
Advertisement
Rujukan Ulama di Indonesia
Kiai Haji Maimun Zubair merupakan seorang alim, faqih sekaligus muharrik (penggerak). Selama ini, Kiai Maimun merupakan rujukan ulama Indonesia, dalam bidang fiqih. Hal ini, karena Kiai Maimoen menguasai secara mendalam ilmu fiqih dan ushul fiqih. Ia merupakan kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di tanah Hijaz.
Kiai Maimun lahir di Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928. Kiai sepuh ini, mengasuh Pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Kiai Maimun merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih. Kiai Zubair merupakan murid dari Syekh Saíd al-Yamani serta Syekh Hasan al-Yamani al-Makky.
Kedalaman ilmu dari orang tuanya, menjadi basis pendidikan agama Kiai Maimun Zubair sangat kuat. Kemudian, ia meneruskan mengajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim. Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Pada umur 21 tahun, Maimun Zubair melanjutkan belajar ke Makkah Mukarromah. Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuáib. Di Makkah, Kiai Maimun Zubair mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Kiai Maimun juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Kiai Maimun juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.
Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Kiai Maimun kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada 1965, Kiai Maimoen kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang. Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.
Selama hidupnya, Kiai Maimoen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Kini, karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Kiai Maimun Zubair diangkat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Politik dalam diri Kiai Maimun bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan. Demikianlah, Kiai Maimun merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus penggerak.