Sukses

Mengenal Gulat Tradisional yang Unik di Surabaya

Gulat okol merupakan suatu pertandingan, olahraga, dan juga tradisi yang hingga kini masih dilestarikan oleh warga Surabaya, Jawa Timur.

Liputan6.com, Jakarta - Gulat okol asal Surabaya, Jawa Timur merupakan olahraga yang diadakan sebagai bagian untuk menjaga tradisi kebudayaan. Bahkan sampai saat ini gulat okol masih tetap dilestarikan, seperti di Desa Dukuh Bungkal, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.

Penduduk desa tersebut setiap tahun  rutin melaksanakan pertandingan gulat okol itu bersamaan dengan Sedekah Bumi di desanya. Sedekah Bumi ini pula menjadi wujud kebahagiaan warga atas limpahan hasil bumi dan untuk mempererat persaudaraan.

Mamudi Wakil Ketua Panitia Sedekah Bumi mengungkapkan, acara ini diadakan sebagai bagian tradisi dan hiburan.

"Sudah ada sejak dulu. Sejak bertahun-tahun yang lalu, warisan nenek moyang. Sebelum listrik masuk desa sini, sudah ada,” katanya, melansir dari suarasurabaya.net, ditulis Senin (19/8/2019).

Jika dilihat sepintas, olahraga atau pertarungan gulat okol ini mirip dengan Sumo-nya Jepang, tapi yang membedakannya ialah para peserta harus memakai ikat kepala dan ikat pinggang, serta bertelanjang dada. Ikat pinggang difungsikan semacam pegangan untuk menjatuhkan lawannya.

Jadi, para peserta tidak bersentuhan langsung dengan tubuh sang lawan. Selanjutnya, gulat okol ini dimainkan di atas sebuah ring yang sudah dipenuhi oleh tumpukan jerami-jerami.

Gulat okol memiliki suatu keunikan, yaitu didampingi dengan iringan musik tradisional gamelan yang semakin memeriahkan perlombaan. Dalam acara Sedekah Bumi yang diadakan 16 September 2018 di Desa Dukuh Bungkal, puluhan warga memadati ring yang menjadi lokasi para jawara gulat okol bertanding.

Vikar, warga Dukuh Bungkal, salah satu peserta lomba gulat okol menyampaikan, ia senang bisa mengikuti olahraga tradisional ini.

 

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Menelusuri Jejak Sejarah Kehidupan WR Soepratman di Surabaya

Sebelumnya, Surabaya, Jawa Timur dikenal sebagai Kota Pahlawan. Selain itu, di kota metropolitan ini juga banyak ditemui bangunan cagar budaya peninggalan Belanda.

Jejak sejarah para pahlawan dan tokoh nasional Indonesia pun juga dapat ditemui di kota yang merayakan ulang tahun setiap Mei ini. Masih suasana hari ulang tahun (HUT) ke-74 RI pada 17 Agustus 2019, sejenak nostalgia di Surabaya, yuk mengunjungi museum.

Nah, salah satu museum yang dapat dikunjungi musem Wage Rudolf Soepratman (WR Soepratman). Di museum ini menampilkan sejarah kehidupan sang pencipta lagu Indonesia Raya yaitu Wage Rudolf Supratman (WR Soepratman). Museum yang diresmikan pada 10 November 2018 ini dapat ditemui di kawasan Tambak Sari, Surabaya.

Mengutip instagram @dishubsurabaya, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) meresmikan museum itu tepat pada hari pahlawan. Museum ini bertujuan untuk mengetahui sejarah para pahlawan dan memberikan contoh semangat para pejuang.

Lewat museum ini, pengunjung dapat melihat sejarah kehidupan WR Supratman. Di museum ini terdapat foto-foto sejarah dan replika mengenai pria kelahiran 9 Maret 1903.

Saat memasuki museum, pengunjung dapat melihat foto orangtua WR Soepratman. Pencipta lagu ini memiliki ayah bernama Senen, sersan di Batalyon VII. Ia diasuh oleh kakak perempuannya yang bernama Roekijem.

Di museum tersebut terdapat replika baju WR Soepratman saat menghadiri Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928. Selain itu, ada juga replika biola. WR Soepratman dikenal selalu membawa biolanya. Tak hanya itu, ada juga pecahan uang Rp 50 ribu yang menempatkan wajah tokoh WR Soepratman.

Adapun museum ini sebelumnya tempat WR Soepratman pernah beraktivitas dan menciptakan lagu. Selain lagu Indonesia Raya, ia menciptakan 11 lagu. Salah satu ciptaan lagunya yang terkenal yaitu lagu RA Kartini.

Meski menciptakan lagu Indonesia Raya yang menjadi kebangsaan lagu bangsa Indonesia, ia belum sempat menikmati kemerdekaan. WR Soepratman sempat ditangkap karena menyiarkan lagu matahari terbit pada awal Agustus 1938. Ia pun ditahan di penjara kalisosok, Surabaya. WR Soepratman tutup usia pada 17 Agustus 1938.