Surabaya - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, eksekusi atau hukuman kebiri kimia bertentangan dengan kode etik dan sumpah dokter. Oleh karena itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur (Jatim) menolak menjadi eksekutor untuk hukuman kebiri kimia kepada pelaku kekerasan seksual.
Ketua IDI Jatim, dr Poernomo Budi Setiawan menuturkan, hukuman kebiri kimia bertentangan dengan kode etik dan sumpah dokter. Dalam hal ini, profesi dokter untuk menyembuhkan dan merehabilitasi, bukan menyakiti.
"Dari sisi kompetensi, sebetulnya kebiri itu apa. Kompetensi adalah sesuatu yang diperoleh dokter dari ilmu pengetahuan dan latihan praktis. Tapi ilmu pengetahuan kita tidak ada mengenai pengebirian. Juga tidak pernah dipraktikkan. Sehingga dari sisi kompetensi kami menolak dan merasa tidak memiliki kompetensi itu. Apalagi dari sisi etik jelas menolak," ujar Poernomo kepada Radio Suara Surabaya, melansir suarasurabaya.net, Senin (26/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Poernomo menuturkan, pihaknya belum tahu pasti siapa yang akan eksekusi hukuman tersebut. Namun dalam hal ini, IDI tetap menolak untuk menjadi eksekutornya, meskipun pemerintah menunjuknya. IDI baik pusat hingga daerah menolak jika diminta sebagai eksekutor.
"Pertimbangan lain dari sisi kompeten, apakah memasukkan kebiri kimia itu tidak membawa dampak pada organ lain. Nah, kalau pemerintah menunjuk dokter, IDI tidak bisa," ujar dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto masih berkoordinasi untuk mencari rumah sakit (RS) yang bisa melaksanakan hukuman kebiri kimia. Hukuman kebiri kimia ini dijatuhkan kepada Muhammad Airs (20) Warga Dusun Mengelo, pelaku pencabulan sembilan anak.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Rudi Hartono menuturkan, pihaknya sudah meminta untuk segera dieksekusi dengan mencari dokternya terlebih dahulu. Sejauh ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan dua rumah sakit di Mojokerto.
"Kami masih mencari rumah sakit yang bisa melaksanakan hukuman kebiri kimia. Karena RSUD Soekandar dan RA Basuni di Mojokerto belum pernah melakukan itu. Jadi saat ini kami masih koordinasi terus untuk melaksanakan eksekusi hukuman kebiri kimia ini,” ujar Rudi kepada Fuad reporter Radio Maja Mojokerto.
Sebelumnya, Muhammad Aris divonis hukuman penjara 12 tahun ditambah sanksi kebiri kimia karena menjadi pelaku pencabulan 9 anak di Mojokerto. Kebiri kimia ini dilakukan dengan memberi suntikan kimia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Dijatuhi Hukuman Kebiri Kimia
Sebelumnya, Muhammad Aris (20), warga Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Mojokerto dijatuhi hukuman kebiri kimia. Dia juga harus menjalani hukuman penjara selama 12 tahun dan denda Rp100 juta.
Sejak 2015 lalu, dia terbukti telah mencabuli 9 anak gadis yang tersebar di Wilayah Mojokerto. Modusnya, sepulang kerja menjadi tukang las dia mencari mangsa, kemudian membujuk korbannya dengan iming-iming dan membawanya ke tempatnya sepi lalu melakukan perbuatan asusila pada korban.
Aksi pelaku sempat terekam kamera CCTV salah satu perumahan di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Kamis (25/10/2018) sekitar pukul 16.30 WIB. Dan akhirnya pelaku berhasil diringkus polisi pada 26 Oktober 2018.
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto memutuskan pelaku bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.
Rudi Hartono Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto saat dikonfirmasi mengatakan, Pengadilan Negeri Mojokerto menyatakan Aris bersalah melakukan kekerasan dan memaksa anak melakukan persetubuhan dengan menjatuhkan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Selain itu majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pidana kebiri kimia kepada Aris," kata Rudi pada Fuad reporter Radio Maja Mojokerto. Vonis penjara untuk Aris dari PN Mojokerto lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jaksa menuntut Aris dengan hukuman penjara 17 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. JPU saat itu tidak menyertakan hukuman kebiri kimia dalam tuntutannya.
Kendati hukuman penjara lebih ringan, Aris masih saja mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Para hakim PT pun menguatkan putusan PN Mojokerto. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PT Surabaya nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY tanggal 18 Juli 2019.
Terkait hasil putusan banding tersebut membenarkan bahwa putusannya sudah keluar dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Kata Kajari, pihaknya sudah menerima petikan amar putusannya dari Pengadilan Tinggi Surabaya. "Perkara dengan vonis kebiri sudah inkracht atau sudah mempunyai kekuatan hukum tetap per 8 agustus 2019," terangnya.
Advertisement