Sukses

Surabaya Kembali Kedatangan Kapal Pesiar Genting Dream

Kota Surabaya kedatangan kapal pesiar internasional Genting Dream pada 27 Agustus 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Surabaya, Jawa Timur akan kembali kedatangan kapal pesiar Genting Dream pada Selasa, 27 Agustus 2019.  Genting Dream adalah sebuah kapal pesiar yang sudah beberapa kali mengunjungi Kota Pahlawan ini.

Para penumpang kapal Genting Dream biasanya akan melipir di salah satu tempat wisata yang terkenal di Surabaya. Ditelusuri dari akun instagram @sbynorthquay, kapal pesiar Genting Dream akan lekas bersandar di Surabaya North Quay (SNQ). SNQ merupakan dek di atap gedung  yang kerap kali digunakan sebagai lokasi berlabuhnya kapal-kapal pesiar internasional.

Nah, kapal pesiar Genting Dream menjadi salah satunya. Surabaya North Quay (SNQ) berada di kawasan tepi Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

SNQ buka mulai pukul 10.00 WIB – 19.00 WIB,  tapi pengunjung dapat melihat Genting Dream pada 27 Agustus 2019 hanya sampai pukul 16.00 WIB saja. Selain itu, di sana juga diadakan acara live music yang mampu menjadi hiburan untuk pengunjung yang datang.

Jadi, selain bisa memandangi kapal pesiar terbesar se-Asia Pasifik itu, pengunjung juga bisa merasakan hiburan musiknya. Tersedia pula bazar-bazar yang menjual aneka pilihan makanan, bahkan ada lebih dari 100 menu.

Untuk Anda yang ingin menikmati sensasi memandangi kapal  pesiar Genting Dream khususnya warga Surabaya, Anda dapat membeli tiketnya dengan harga sebesar Rp 10.000. Pengunjung yang melakukan pembelian tiket secara ekslusif di SNQ, akan mendapatkan potongan harga senilai Rp 4.000.

Setelah pemaparan tersebut di atas yang terkait dengan kapal Genting Dream, apakah Anda berminat untuk bertandang ke SNQ? Apalagi kalau beli tiketnya di SNQ langsung, karena bisa dapat potongan harga. Lumayan bukan?

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Menelusuri Sejarah di Gedung De Javasche Bank Surabaya

Sebelumnya, mau pergi ke tempat yang murah meriah tapi mengedukasi? Beralamat di Jalan Garuda No.1, Surabaya De Javasche Bank menjadi saksi awal bermulanya perbankan di Indonesia.

Bangunan bank tersebut berdiri sejak 14 September 1929 tapi hingga kini ia masih berdiri dengan tegaknya di Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan penelusuran di humas.surabaya.go.id, yang ditulis Jumat, 12 Juli 2019,  pada 1 Juli 1953, De Javasche Bank berubah menjadi Bank Indonesia dan resmi menjadi cagar budaya pada 2012. Beberapa orang sempat salah mengira gedung ini adalah kantor dari Bank Indonesia.

De Javasche Bank sebenarnya bukanlah Bank Indonesia, karena satu-satunya museum Bank Indonesia berlokasi di Jakarta. Gedung ini lebih tepat disebut bangunan cagar budaya De Javasche Bank, karena di dalam gedungnya banyak sekali koleksi-koleksi peninggalan bersejarah yang tak ternilai harganya.

Bangunannya bergaya arsitektur neo renaissance yang dilengkapi dengan ukiran khas Jepara di setiap pilar-pilarnya. Gedung ini terbagi atas tiga lantai, lantai pertama yaitu ruang basementuntuk menyimpan uang, emas dan dokumen penting lainnya. Lantai kedua untuk kantor dan teller, dan lantai ketiga untuk tempat dokumentasi.

Ada beberapa hal unik yang Anda harus tahu, pintu masuk untuk memasuki cagar budaya ini adalah di ruang bawah tanah (basement). Hal unik lainnya ialah CCTV di sini berbentuk kaca datar yang dipasang di sudut-sudut ruangan, sehingga pihak keamanan bisa dengan mudah untuk memantau keadaan gedung hanya dengan melihat pantulan gambar dari kaca tersebut.

Koleksi di bangunan ini ada berbagai benda yaitu emas batangan 60 ton yang bernilai hampir Rp 6 miliar di dalam brankas bawah tanah. Selain itu, ada juga AC alami yang pada zamannya, serta kaca patri yang belum pernah pecah sampai saat ini.

Kunci sukses kokohnya bangunan peninggalan Belanda ini terletak pada perhitungan bahan yang pas untuk digunakan. Oleh karena itu, janganlah menyia-nyiakan aset yang berharga seperti ini.

Marilah kita lestarikan peninggalan tersebut dengan mengunjunginya. Apalagi masuknya tidak dipungut biaya alias gratis.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Â