Sukses

Kemensos: Hukuman Kebiri Kimia Upaya Lindungi Anak dari Pelaku Kekerasan Seksual

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur sedang mengoordinasikan petunjuk teknis (juknis) eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap Muhammad Aris.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Sosial menyatakan penerapan hukuman kebiri kimia sebagai komitmen untuk melindungi anak-anak terutama dari pelaku yang berulang melakukan kekerasan seksual terhadap anak.

"Ini pesan yang sangat kuat betapa komitmen pemerintah sangat kuat untuk melindungi anak-anak terutama dari predator yang berulang," ujar Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Edi Suharto, seperti melansir Antara, Selasa (27/8/2019).

Edi menuturkan, hukuman kebiri kimia tidak diterapkan begitu pelaku melakukan kekerasan. Akan tetapi, merupakan suatu langkah akhir yang tegas ketika pelaku mengulang kembali perbuatannya.

"Intinya betapa pemerintah punya semangat dan visi yang besar untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual yang akan membahayakan masa depan mereka," tambah Edi.

Terpidana Muhammad Aris, warga Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto divonis bersalah karena mencabuli sembilan orang korban yang masih anak-anak.

Pengadilan Tinggi Surabaya menguatkan vonis Pengadilan Negeri Mojokerto yang memberi tambahan hukuman kebiri kimia terhadap terpidana Muhammad Aris, selain menetapkan penjara 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.

Persidangan pemuda berusia 21 tahun itu menggunakan pasal 76 D juncto pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur sedang mengoordinasikan petunjuk teknis (juknis) eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap Muhammad Aris, menyusul putusan banding dari Pengadilan Tinggi Surabaya yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Komnas HAM Nilai Hukuman Kebiri Kimia Langgar Hak Asasi Manusia

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menganggap Muhammad Aris (20) terpidana kasus kekerasan seksual sejak 2015 lebih baik diberi hukuman kurungan seumur hidup ketimbang kebiri kimia.

Hal ini menanggapi putusan Pengadilan Negeri Mojokerto yang menjatuhkan hukuman tambahan pidana kebiri kimia terhadap Aris yang sudah melakukan kekerasan seksual terhadap sembilan anak.

Komisioner Komnas HAM, Mochammad Choirul Anam menilai, hukum kebiri tidak membuat jera. Hukuman yang bisa membuat efek jera adalah dengan menghukum seberat-beratnya yakni hukuman kurungan seumur hidup.

"Bagi Komnas HAM hukuman seberat-beratnya sebenarnya hukuman seumur hidup. Tapi kalau ini dilakukan oleh residivis misalnya pemerkosaan, dia bisa dihukum seumur hidup dan dipastikan hukuman seumur hidup itu bisa ditambah dengan hukuman sosial," ujar Anam di Mapolda Jawa Timur di Surabaya, Senin, melansir Antara, ditulis Selasa, 27 Agustus 2019.

Sejak awal, Komnas HAM sudah menolak Peraturan Perundang-undangan itu. Komnas HAM menilai hukuman kebiri kimia melanggar Hak Asasi Manusia.

"Sikap Komnas HAM sejak awal, sejak dibentuknya peraturan tersebut (kebiri) di Perpu itu kami menolak," kata Anam.

Penolakan itu karena adanya Konvensi Antipenyiksaan yang di dalamnya ada pelarangan penghukuman yang sifatnya penyiksaan dan merendahkan martabat. 

Alasan lain penolakan Komnas HAM adalah karena dalam 10 tahun terakhir tata kelola pemidanaan Indonesia, termasuk hukumannya sudah direformasi. Menurut Komnas HAM, hukuman kebiri kimia menunjukkan adanya kemunduran. 

"Nah, dengan adanya hukuman kebiri ini mundur. Sebenarnya penghukuman dengan kebiri Ini zaman 'baheula', zaman kerajaan. Pada akhirnya penghukuman itu diganti dengan hukuman badan atau kurungan kok ini tiba-tiba balik lagi seperti Zaman Jahiliyah," katanya.

Anam menanggap keadaban hukum Indonesia sebenarnya sudah maju dari berbagai model penghukuman. Salah satunya adalah dengan meninggalkan penghukuman fisik cambuk. Oleh sebab itu Ia tak ingin hukuman Indonesia kembali lagi ke zaman dahulu.

Walau menolak, Anam menegaskan pihaknya sangat mengecam siapapun pelaku pemerkosaan. Dia menuturkan, perbuatan ini merendahkan martabat manusia. Namun tetap,  bukan berarti pelaku harus dihukum kebiri.

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

Â