Liputan6.com, Jakarta - Kontribusi pajak dari cairan likuid rokok elektrik di Gresik mencapai Rp 12,1 miliar hingga semester I 2019. Penerimaan pajak itu didorong ada sosialisasi dan penindakan.
Kepala Bea Cukai Gresik, Bier Budi Kismulyanto menuturkan, pihaknya berupaya terus menggelar sosialisasi dan penindakan untuk meningkatkan penerimaan pajak dari cairan likuid rokok elektrik.
Pungutan cukai likuid vape mulai efektif diberlakukan pada 1 Juli 2018 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah sempat memutuskan melonggarkan aturan itu hingga 1 Oktober 2018. Keputusan itu sejalan dengan sejumlah pengusaha vape yang belum memiliki pita cukai.
"Sejauh ini pajak vape mendapat respons positif dari pengguna di Gresik. Mereka justru beranggapan, penerapan cukai itu bisa membuat pemakaian likuid vape aman,” ujar dia, demikian melansir Antara, Sabtu (31/8/2019).
Sementara itu, Direktur PT Ejuice Jaya Makmur, salah satu industri likuid asal Gresik, Andy Kristanto menuturkan, penerapan pajak membuat penggunaan vape di wilayah setempat aman.
Akan tetapi, Andy meminta agar pemerintah menurunkan tarif cukai likuid karena dinilai terlalu tinggi, dan mengubah sistem tarif cukai menjadi sistem nominal.
"Sistem itu akan memberikan kemudahan dari sisi administrasi, baik untuk pemerintah maupun pelaku usaha," ujar dia.
Dengan sistem tarif cukai persentase yang diterapkan saat ini, pemerintah akan kesulitan dalam pengawasan dan penghitungan cukai likuid.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tren Vape Dinilai Tak Pengaruhi Industri Rokok Tradisional
Sebelumnya, Direktur Utama PT Indonesian Tobacco Djonny Saksono mengatakan, perkembangan rokok elektrik (vape) yang saat ini tengah digandrungi anak muda tidak akan mempengaruhi bisnis rokok tradisional.
Dia menjelaskan, pertumbuhan industri vape didalam negeri hanya merupakan tren sesaat (jangka pendek). Sedangkan untuk jangka panjang, vape dinilai belum dapat menggantikan bisnis industri rokok linting di dalam negeri.
"Saya pribadi merasa kurang yakin kalau ini (vape) jadi tren jangka panjang. Misalnya kita dibilang jangan makan nasi banyak-banyak, kan kalau nggak makan nasi nggak kenyang. Mencari pengganti rokok tidak semudah itu," tuturnya di Jakarta, Selasa (28/5/2019).
"Sekarang kandungan parfume vape belum banyak yang tahu bahayanya sampai dimana, karena itukan kimia. Untuk long term (bisnis) tidak berpengaruh," tambah dia.
Dijelaskannya, fokus Perseroan saat ini ialah melakukan penetrasi penjualan untuk produk Manna yakni produk andalan Perusahaan secara nasional.
"Kehadiran Manna berfungsi untuk merambah ke masyarakat yang memiliki selera berbeda. Jadi Perseroan akan memiliki berbagai varian yang dipasarkan untuk jangkau berbagai segmen pasar," kata dia.
Adapun Produk Manna hadir sejak tahun 2016 dan dipasarkan pertama kali di wilayah Pontianak, Manado, dan Gorontalo.
Advertisement
Sri Mulyani: Ada Warga Mampu Beli Rokok, Sulit Bayar Iuran Kesehatan
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai hasil audit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dalam rapat tersebut, dia menyoroti kinerja BPJS terkini. Sri Mulyani mengatakan, saat ini dibutuhkan upaya untuk membuat jaminan kesehatan nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatantepat sasaran dan berkesinambungan.
Salah satunya melalui edukasi kepada masyarakat, sebab terkadang masyarakat lebih mudah mengeluarkan uang untuk rokok daripada membayar iuran kesehatan.
"Seringkali masyarakat menghabiskan uangnya justru untuk membeli rokok. Mereka mampu membeli rokok, tapi sulit untuk membayar iuran kesehatan. Untuk itu, edukasi mengenai pentingnya jaminan kesehatan ini perlu dilakukan," ujar dia di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 27 Mei 2019.
Dia melanjutkan, dalam mendorong penyaluran JKN yang tepat sasaran dan berkesinambungan setidaknya dibutuhkan tiga hal. Pertama mengenai pelayanan yang harus diberikan, kedua iuran uang terjangkau tapi adil bagi perushaan dan ketiga kesinambungan program harus terjamin.
"Jadi, untuk kami agar jaminan kesehatan nasional ini bisa suitable dan berkesinambungan agar kita bisa mengangkat 3 isu ini. Pertama, seluruh peserta ingin manfaat yang sangat layak. Kedua, dengan iuran yang terjangkau dan ketiga menjamin program yang berkesinambungan," ujar dia.