Sukses

PNS Terjerat Kasus Dugaan Ujaran Rasis, Ini Tanggapan Pemkot Surabaya

Kabag Humas Pemkot Surabaya, M.Fikser membenarkan kalau PNS tersebut merupakan jajaran Linmas di lingkungan Kecamatan Tambaksari.

Liputan6.com, Surabaya - Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, M. Fikser mengaku sudah mengetahui kasus yang menimpa salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) di jajaran kecamatan.

PNS tersebut diduga menjadi tersangka kasus dugaan ujaran rasis saat insiden asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya. Ia juga mengakui, mengikuti semua informasi yang berkembang terkait PNS yang tertimpa hukum itu.

"Kami sudah memantau semuanya dan mengikuti perkembangannya. Kita pantau terus soal SA ini," tutur Fikser, Selasa (3/9/2019).

Fikser juga membenarkan, PNS itu merupakan jajaran Linmas di lingkungan Kecamatan Tambaksari. Sebagai lembaga pemerintahan, Pemkot Surabaya tentu akan menyerahkan semua proses hukum kepada pihak kepolisian yang melakukan pemeriksaan. Ia pun menyesalkan hal tersebut.

"Kami serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. Kami patuhi hukum yang berlaku,” ujarnya.

Fikser menuturkan, sebagai aparat pemerintahan, memang sudah selayaknya menjaga etika dalam bermasyarakat. Bahkan, sebagai PNS juga sudah sepatutnya bekerja secara profesional dan mengedepankan pelayanan untuk masyarakat.

"Hal itu sudah diatur dalam undang-undang juga, jadi harus selalu menjaga attitude dalam bermasyarakat," imbuhnya.

Ia juga menambahkan, dalam undang-undang, PNS itu berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik dan perekat serta pemersatu bangsa. “Nah, seharusnya kita menjaga itu. Kita ini petugas masyarakat sebagaimana dalam sumpah kita,” kata dia.

Bagi dia, siapapun dan dengan alasan apapun memang dilarang berbuat rasisme, sehingga dia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. "Siapapun dan dengan alasan apapun, rasisme itu tidak dibenarkan,” tutur dia.

Sementara itu, Kuasa Hukum SA, Ari Hans Simaela membenarkan, SA adalah PNS Pemkot Surabaya. Namun, ia enggan menjabarkan lebih jauh soal jabatan dan identitas kliennya.

"Iya betul (ASN). Di instansi Pemkot Surabaya. Nanti silahkan di konfirmasi sendiri,” kata Ari.

Ari menegaskan, keberadaan AS di Asrama Mahasiswa Papua ketika kejadian, bukanlah sebagai ASN. Melainkan, sebagai warga sekitar yang penasaran dengan insiden di asrama tersebut.

"Bukan sebagai PNS tapi sebagai warga Surabaya yang terpanggil melihat atau mendengar ada bendera jatuh, dan datang," kata dia.

SA disangkakan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Tersangka SA Sampaikan Permintaan Maaf kepada Masyarakat Papua

Sebelumnya, tersangka dugaan ujaran rasis di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya berinisial SA menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat Papua atas perbuatan yang telah dilakukan.

"Kepada seluruh saudara-saudaraku yang berada di Papua, saya meminta maaf sebesar-besarnya jika ada perbuatan yang tidak menyenangkan,” ujar SA, melansir Antara, Selasa, 3 September 2019.

Ia menuturkan, videonya serta surat pernyataan maaf sudah diberikan kepada kuasa hukumnya untuk kemudian diteruskan.

"Saya ingin mohon maaf saja," ujar dia.

Kuasa Hukum SA, Hishom Prasetyo menuturkan, pihaknya akan ikut seluruh proses hukum yang ada. Saat ini, proses hukum sudah sampai tahap penahanan.

“Kami akan tetap taat hukum menjalani proses hukum yang ada. Sementara proses hukum sudah sampai pada tahap penahanan. Jadi, klien kami ditahan selama kurang lebih 20 hari,” kata dia.

Mengenai langkah yang akan ditempuh oleh pihaknya setelah kliennya resmi ditahan, Hishom menuturkan, tim masih akan mendiskusikan lebih lanjut.

"Selebihnya kami akan mendiskusikan dengan tim apakah akan mengajukan (penangguhan) penahanan atau mengajukan upaya hukum lai seperti pra peradilan akan kami sampaikan kemudian,” ujar dia.

Sementara itu, tersangka kasus penyebaran informasi hoaks dan provokasi yang juga caleg Gerindra, Tri Susanti yang keluar dari ruang penyidikan dengan menggunakan baju tersangka dan topi memilih bungkam saat ditanya wartawan.