Sukses

Direktur RS Unair: ARV Terbukti Masih Efektif Obati Penderita HIV AIDS di Indonesia

Penelitian terkait resistensi obat ARV tersebut mengambil sampel darah dari pasien HIV AIDS.

Liputan6.com, Surabaya - Indonesia menjadi negara yang alami kenaikan jumlah penderita HIV di antara berbagai negara di Asia Tenggara. Oleh karena itu, penelitian mengenai infeksi virus HIV di Indonesia penting dilakukan.

Salah satunya adalah penelitian mengenai resistensi obat Antiretroviral atau ARV (obat yang diberikan pada penderita HIV AIDS). "Penelitian ini sangat penting. Dalam penelitian ini kami mencoba untuk mengumpulkan informasi terkait resistensi obat sebelum muncul gejala klinis di masyarakat,” ucap Prof. Dr. Nasronudin, Sp.PD.,KPTI-FINASIM, selaku anggota tim peneliti, Kamis, 3 Oktober 2019.

Penelitian terkait resistensi obat ARV tersebut mengambil sampel darah dari pasien HIV AIDS. Terdapat dua kelompok yang diambil sampel darahnya.

Yaitu pasien terinfeksi HIV yang belum mendapatkan obat ARV sama sekali (pasien naïf) dan pasien yang telah mendapatkan obat ARV selama enam bulan atau lebih.

"Dua-duanya kita periksa untuk ditentukan dan diprediksi ada tidaknya resistensi. Baik yang belum atau yang sudah mendapat ARV,” lanjut direktur rumah sakit Universitas Airlangga (Unair) yang akrab disapa Prof. Nasron itu.

Penelitian menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR), yaitu sebuah metode untuk memperbanyak DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Kemudian dianalisis menggunakan teknik sequencing DNA atau pengurutan DNA. Hasil menunjukkan tidak ada mutasi primer yang terdeteksi. Sementara mutasi sekunder terdeteksi pada 5 persen dari seluruh jumlah sampel.

"Terdapat mutasi tapi tidak mayor (besar) tapi minor (kecil). Jadi disimpulkan bahwa mutasi masih sangat sedikit dan pengobatan ARV di Indonesia masih sangat efektif,” ujar dia.

 

 

 

*** Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Selanjutnya

Menurut Prof. Nasron, ARV masih berpotensi untuk mampu mengangkat kualitas hidup dari pasien. Baik pasien HIV atau pasien dengan AIDS. Selain itu, Prof. Nasron juga menjelaskan, tata kelola infeksi HIV antara lain adalah obat yang diberikan dapat diterima oleh pasien, tidak menimbulkan efek samping.

Kemudian, obat memiliki kemampuan menyembuhkan yang bagus sehingga kondisi klinis pasien membaik. Secara virologi (ilmu terkait virus), jumlah virus dari waktu ke waktu semakin menurun.

Pada  pasien AIDS stadium empat, rata-rata virus yang ada pada tubuhnya adalah 100 ribu virus per cc darah. Kemudian, apabila mengonsumsi ARV kombinasi secara teratur selama enam bulan akan menjadi 50 virus per cc darah. Jika dilanjutkan sampai dua tahun, jumlah virus menjadi lima virus per cc darah.

Hanya saja, manusia kurang lebih memiliki 5000 cc darah didalam tubuhnya. Sehingga meskipun virus pada darah tersisa lima virus per cc darah, maka jumlahnya masih tetap tinggi dan tetap berpotensi menular pada pihak lain. "Tapi tentu saja 5 virus per cc darah itu jauh lebih rendah dibanding 100 ribu virus per cc darah," pungkas Prof. Nasron.

3 dari 3 halaman

Menkes: Selama Narkoba Belum Ada, Masalah HIV Belum Selesai

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nila F. Moeloek mengatakan bahwa HIV masih akan sulit ditangani apabila peredaran narkoba masih ada di Indonesia.

"Selama narkotika masih masuk ke Indonesia, ini belum selesai persoalan. Masih ada memakai dan membeli," kata Nila dalam paparan publik Pencerah Nusantara di gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta pada Rabu, 17 Juli 2019.

Nila mengatakan, anak-anak juga rentan menjadi korban dari penularan HIV. Bahkan mereka yang ada dalam kandungan.

"Jangan anak-anak, bayi yang lahir, bayi yang tidak bersalah, terkena HIV," Nila menegaskan.

Oleh karena itu, orangtua yang sudah terkena HIV haruslah selalu mengonsumsi obat yang sudah disediakan pemerintah.

Konsumsi pengobatan yang teratur bagi pasien HIV, dinilai bisa mencegah penularannya pada bayi. Hal inilah yang dirasa menjadi satu langkah untuk mencegah sekaligus menurunkan angka HIV, khususnya pada anak.

"Karena anak yang menderita HIV, seumur hidup dia harus minum obat. Bayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan," kata Nila menambahkan.

Laporan Kemenkes tahun 2017, secara kumulatif, terdapat 102.667 kasus AIDS dan 280.623 kasus HIV positif. Data Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan, penduduk Indonesia usia muda berjumlah sekitar 25 persen dari total penduduk Indonesia. Di mana, mereka rentan terhadap bahaya HIV dan AIDS serta narkoba.