Liputan6.com, Jakarta - Setiap 16 Oktober diperingati sebagai Hari Pangan Sedunia. Pada 2019 menyoroti perlu upaya lebih keras untuk mengakhiri kelaparan dan bentuk-bentuk kekurangan gizi lainnya.
Tema global Hari Pangan Sedunia 2019, "tindakan kita adalah masa depan kita. Pola pangan sehat, untuk #Zerohunger 2030”, semua pihak diminta ikut memastikan keamanan pangan dan pola pangan sehat tersedia untuk semua orang.
"Mencapai Tanpa Kelaparan (zero hunger) tidak hanya tentang mengatasi kelaparan, tetapi juga memelihara kesehatan manusia dan bumi. Tahun ini, Hari Pangan Sedunia menyerukan tindakan lintas sektor untuk membuat pola pangan yang sehat dan berkelanjutan dapat diakses dan terjangkau bagi semua orang. Kita mengajak semua orang untuk mulai berpikir tentang apa yang kita makan," ujar Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Stephen Rudgard, dalam keterangan tertulis mengutip Antara, Rabu (16/10/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dalam beberapa dekade terakhir, secara dramatis pola pangan telah berubah akibat dari globalisasi, urbanisasi dan bertambahnya pendapatan. Beralih dari pangan musiman, terutama produk nabati yang kaya serat, pada makanan yang kaya akan pati, gula, lemak, garam, makanan olahan, daging dan produk hewani lainnya.
Waktu yang dihabiskan untuk menyiapkan makanan di rumah semakin sempit. Konsumen, terutama di daerah perkotaan, semakin bergantung pada supermarket, gerai makanan cepat saji, makanan kaki lima dan makanan pesan antar.
Kombinasi dari pola pangan yang tidak sehat serta gaya hidup yang kurang aktif telah menjadi faktor risiko pembunuh nomor satu di dunia. Kebiasaan ini telah membuat angka obesitas melonjak, tidak hanya di negara maju, tetapi juga di negara-negara berpendapatan rendah, kekurangan dan kelebihan gizi sering terjadi bersamaan.
Saat ini, lebih dari 670 juta orang dewasa dan 120 juta anak perempuan dan laki-laki (5-19 tahun) mengalami obesitas. Lebih dari 40 juta anak balita kelebihan berat badan, sementara lebih dari 800 juta orang menderita kelaparan.
"Hari Pangan Sedunia 2019 menyerukan aksi untuk membuat pola pangan sehat dan berkelanjutan dapat diakses dan terjangkau bagi semua orang. Untuk ini, kemitraan adalah hal mendasar. Petani, pemerintah, peneliti, sektor swasta dan konsumen, semua memiliki peran untuk dimainkan," tutur Rudgard.
*** Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Upaya Pemkot Surabaya
Sementara itu, Kepala Bidang Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya Evy menuturkan, pihaknya menjaga ketersediaan bahan pangan supaya tetap stabil. Salah satu langkah dilakukan dengan menjaga arus distribusi bahan pokok yang berasal dari luar Surabaya, Jawa Timur.
Selain itu juga perbaikan pola pangan harapan. Ini untuk mengurangi konsumsi beras dan terigu melalui kegiatan pangan beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA). Hal ini karena pola konsumsi pada masyarakat masih belum seimbang.
"Ini ditandai dengan tingginya konsumsi padi-padian terutama beras. Selain itu, masih rendahnya konsumsi pangan dari umbi-umbian, sayur dan buah-buahan,” ujar Evy saat dihubungi Liputan6.com.
Evy menuturkan, kondisi itu juga dialami masyarakat di Surabaya. Masyarakat masih tinggi konsumsi padi-padian terutama beras dan masih rendahnya konsumsi dari umbi-umbian, sayur dan buah-buahan.
Advertisement