Liputan6.com, Jakarta - Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal mulai 17 Oktober 2019. Ketentuan itu diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Adapun produk yang dimaksudkan yaitu barang dan jasa. Barang ini termasuk makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, dan barang yang dipakai, digunakan dan dimanfaatkan. Kalau jasa itu termasuk penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian.
Kewajiban bersertifikat halal ini dilakukan secara bertahap. Penahapan dimulai dari produk makanan dan minuman. Selanjutnya untuk produk selain makanan, minuman dan jasa.
Advertisement
Penahapan produk ini tidak berlaku bagi produk yang kewajiban kehalalannya sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan produk sudah bersertifikat halal sebelum UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal berlaku.
Baca Juga
Pelaksanaan penahapan kewajiban bersertifikat halal ini dimulai dari 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2024. Selain itu, pelaksanaan sertifikasi halal ini kini dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama.
Ketua Kadin Surabaya, Ali Effendi mendukung langkah pemerintah mengenai produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Apalagi mayoritas masyarakat Indonesia beragama Muslim. Ali menambahkan, produk dan jasa wajib halal tersebut yang terpenting adalah sertifikasi halalnya sehingga dapat diterima juga di luar negeri. Produk dan jasa wajib halal ini juga dinilai sebaiknya dari hulu hingga hilir.
"Yang terpenting bagi pengusaha kepastian hukum dan standarnya bisa diterima internasional. Jangan sampai nanti sudah ada label halal tetapi ditolak masuk ke negara lain jika ingin impor dan ekspor. Pengakuan standarisasi halal harus berlaku global," ujar Ali saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Kamis (17/9/2019).
Hal senada dikatakan Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmi) Jawa Timur, Yapto. Ia menilai, produk yang wajib sertifikat halal dapat membuat produk tersebut bisa bersaing di luar negeri yang seperti dilakukan negara lain.
Namun, ia mengakui kalau sertifikasi halal tersebut dapat menambah beban biaya pengusaha.”Pasti tambah beban,” tutur dia.
Dengan ada produk dan jasa wajib halal ini dapat mempengaruhi sejumlah sektor usaha antara lain sektor food and beverage (FnB), wisata halal, rumah pemotongan hewan, dan sebagainya.
Terkait sertifikasi halal menambah beban pengusaha, Ali menilai hal tersebut tergantung dan target dan segmentasi pengusahanya.
Ali menuturkan, sebagai pengusaha terutama bergerak di usaha makanan dan minuman perlu menyesuaikan dan memenuhi kriteria yang mungkin berbeda dengan MUI.
*** Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
UU tentang Jaminan Produk Halal
Adapun Undang-Undang tentang Jaminan Produk Produk Halal pada pasal 1 yaitu:
1.Produk adalah barang dan jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetic, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
2.Produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
3.Proses produk halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.
4.Bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat dan menghasilkan produk.
5. Jaminan produk halal yang selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal.
6. Badan Penyelenggara jaminan produk halal yang selanjutnya disingkat BPJPH adalah badan yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan JPH.
7. Majelis Ulama Indonesia yang selanjutnya disingkat MUI adalah wadah musyarawah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim.
8. Lembaga pemeriksa halal yang selanjutnya disingkat LPH adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan pengujian terhadap kehalalan produk.
9.Auditor halal adalah orang yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan kehalalan produk.
10.Sertifikat halal adalah pengakukan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
11. Label halal adalah tanda kehalalan suatu produk.
12. Pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha di wilayah Indonesia.
13. Penyelia halal ada orang yang bertanggung jawab terhadap PPH.
14. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Advertisement
Selanjutnya
Selain itu, pada bab III mengenai bahan dan proses produk halal yaitu di pasal 17 antara lain:
Ayat 1 yaitu bahan yang digunakan dalam PPH terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan dan bahan penolong.
Ayat 2 bahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, dan bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, dan proses rekayasa genetic.
Ayat 3 bahan yang berasal dari hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a pada dasarnya halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat.