Liputan6.com, Surabaya - Kabupaten Tulungagung bukan hanya terkenal sebagai satu dari beberapa daerah penghasil marmer terbesar di Indonesia, tetapi juga terkenal dengan kelompok peternak sapi perah yang menghasilkan susu sapi yang berkualitas tinggi.
Salah satu daerah penghasil susu sapi berkualitas tinggi berada di Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Untuk menuju ke sana, butuh waktu lebih dari satu jam dari jalan raya, melewati hutan jati dengan lintasan berbukit-bukit.
Mita Khopiyah (36), salah satu anggota kelompok peternak sapi perah membagikan sedikit tips menjaga kondisi tubuh sapi supaya tetap fit sehingga tetap menghasilkan susu berkualitas tinggi di saat musim kemarau panjang seperti saat ini.
Advertisement
Bersama sang suami, Slamet, Mita mengaku pada musim kemarau ini, produksi susu sapi miliknya memang turun. Hal tersebut karena kualitas pakan rumput yang hijau sedikit susah didapat sehingga menjadikan produksi susu sedikit berkurang.
"Sudah dari dulu kalau di musim kemarau, terjadi puncak kesulitan pakan di bulan 9 dan 10 itu biasanya mayoritas turun produksi sapi. Jadi, jauh - jauh hari sebelum musim kemarau datang, kita punya Silase (Fermentasi rumput), itu untuk menanggulangi kekurangan pakan di musim kemarau. Kalau musim hujan, rumput akan melimpah, itu kita siasati dengan membuat silase rumput," tutur Mita saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (19/10/2019).
Baca Juga
Mita juga menceritakan , memulai kariernya dalam dunia peternakan sapi perah sejak 2005. Dia melanjutkan profesi peternak dari keluarganya. Namun, orang tua Mita berkecimpung dalam peternakan sapi potong. Keinginan mengubah haluan dari peternak sapi potong ke peternak sapi perah dimulai ketika dia dan suaminya melihat saudara dan tetangga yang lebih dulu menjadi peternak sapi perah.
"Saya adalah generasi peternak sapi perah pertama di keluarga. Awalnya kami melihat saudara atau tetangga yang lebih dulu beralih menjadi peternak sapi perah. Sepertinya mereka mempunyai penghasilan lebih setiap bulan. Sementara jenis sapi pedaging harus menunggu lebih lama lagi,” kata Mita.
Awalnya, modal membeli sapi perah didapatkan dari memelihara sapi perah milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Perlahan, pendapatan dari sistem ini mampu membeli satu sapi sendiri. Hingga saat ini, Mita dan suaminya mempunyai 15 sapi perah dengan produksi sekitar 75 liter/hari.
Pada 2018, Mita resmi bergabung sebagai peternak binaan Frisian Flag Indonesia (FFI) melalui Koperasi Bangun Lestari, dengan mengikuti program Farmer2Farmer.
Pada 2019, dirinya terpilih menjadi salah satu dari empat peternak yang diberangkatkan ke Belanda dalam naungan program tersebut selama dua pekan untuk mengikuti berbagai pelatihan langsung dengan peternak Belanda.
Di sana, Mita diajarkan manajemen kandang serta sistem pemeliharaan dengan standar “Good Farming Practices For Animal Production Food Safety” yang ditetapkan oleh FAO. Standar penilaian keberhasilan usaha peternakan sapi perah menurut FAO terdiri dari beberapa aspek teknis antara lain: aspek pembibitan dan reproduksi, pakan dan air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, kesehatan dan kesejaahteraan ternak.
"Banyak pengetahuan yang didapatkan, terutama tentang kesehatan sapi, cara pemberian rumput, konsetrat dan air minum, hingga pola bentuk kandang yang tepat. Satu hal lagi yang paling penting adalah kebiasaan untuk mencatat atau diary sapi. Jadi kami tahu produksi dan perkembangan sapi setiap hari," ucap Mita.
"Sebelum mengikuti F2F, produksi susu dari peternakan biasanya hanya di angka 8 sampai 12 liter per ekor per hari. Setelah program F2F, produksi sekarang biasanya stabil di angka 15 sampai 18 per liter per ekor per hari. Bahkan beberapa hari bisa mencapai 26 liter. Secara pendapatan, kami juga mengalami kenaikan bahkan saat ini, anak saya tertarik untuk melanjutkan usaha ini," ia menambahkan.
*** Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Potensi Peternak Sapi Perah di Indonesia
Sementara itu, Ketua Koperasi Bangun Lestari Tulungagung, Muntohin mengapresiasi berbagai inisiatif yang dilakukan oleh FFI terhadap peternak lokal. Ia mengakui, ada perubahan signifikan yang dialami oleh para peternak lewat berbagai inisiatif yang dilakukan oleh FFI.
"Kebanyakan peternak yang ada di koperasi ini adalah peternak turunan. Pengetahuan yang ada pun biasanya hanya didapatkan dari lingkup yang terbatas. Kami sebelumnya tidak mengetahui apa yang dibutuhkan oleh industri dan begitu juga sebaliknya, industri tidak mengetahui apa yang dibutuhkan oleh peternak," katanya.
"Dengan adanya kemitraan antara FFI dan peternak lokal, ada dialog yang terjadi dan solusi-solusi yang bisa diambil terhadap tantangan ini. Hal-hal yang sebelumnya dianggap sederhana dan sepele seperti pemberian pakan atau tempat tidur para sapi ternyata berpengaruh besar terhadap kuantias dan kualitas produksi susu yang nantinya berimbas ke pendapatan peternak.” ujar Muntohin.
Ia juga menambahkan, ada banyak pengetahuan yang didapatkan dari program ini. Selain itu, kegiatan ini juga melatih para peternak menjadi individu yang proaktif dan mampu bekerja sama secara kelompok.
"Dengan meningkatnya pengetahuan peternak, hal ini juga meningkatkan kesejahteraan peternak. Sehingga menjadi peternak mulai dilirik kembali dan diharapkan dapat memacu regenerasi. Kami berharap kerjasama ini terus dilakukan oleh FFI dan FFI tetap konsisten dalam mengembangkan potensi para peternak sapi perah Indonesia,” ucap Muntohin.
Advertisement
Pengetahuan Para Peternak Harus Diperbaharui
Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB, Epi Taufik menambahkan pengetahuan dan pemahaman para peternak sapi perah lokal harus terus diperbarui, sesuai dengan GDFP (Good Dairy Farming Practices) salah satunya melalui program kemitraan.
Hal tersebut dilakukan agar para peternak sapi perah lokal dapat mengikuti perkembangan informasi dan teknologi peternakan sapi perah terkini di Indonesia dan dunia pada umumnya.
"Saya sangat mengapresiasi dunia usaha yang terus bermitra dengan para peternak sapi perah lokal seperti yang dilakukan FFI. Saya berharap industri pengolahan susu lainnya dapat melaksanakan hal yang sama. Bagi yang sudah melaksanakan, diharapkan untuk terus menjalankan programnya dengan berkesinambungan,” tutur Epi.
Sementara itu, Fresh Milk Relationship Manager Frisian Flag Indonesia Efi Lutfillah berharap kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang peranan penting peternak sapi perah lokal dalam ketersediaan susu nasional dan kontribusinya terhadap gizi nasional. Selain itu, melalui kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, diharapakan para peternak dapat menggenjot produksi sapi perah dan turut meningkatkan kesejahteraan mereka.
"Kami berharap masyarakat lebih menyadari kontribusi peternak lokal dalam penyediaan kebutuhan susu dan gizi nasional. Kegiatan ini juga merupakan salah satu wadah untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman antar sesama peternak sapi perah lokal dengan ahli peternakan untuk meningkatkan produksi susu dan kesejahteraan peternak,” ujar Efi.
Selain itu, Efi mengatakan, Program Edukasi Bewara merupakan salah satu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peternak. Peningkatan produktivitas dan kualitas susu merupakan salah satu target yang dapat dicapai dengan menerapkan pengetahuan dan manajemen yang benar. Kegiatan ini juga dapat melatih peternak menjadi individu yang proaktif dan mampu bekerjasama secara kelompok.
"Kami sebagai pelaku industri susu, peternak, dan stake holder yang terlibat memahami bahwa mereka dapat mencapai tujuan dengan berkolaborasi melalui kemitraan. Dengan berbagai tantangan yang ada, kami menyadari bahwa kami membutuhkan satu sama lain untuk mencapai tujuan itu. Kedepannya, FFI tetap konsisten dalam mengembangkan potensi para peternak sapi perah lokal di Indonesia melalui pendekatan kolaborasi atau kemitraan ini," ucap Efi.