Sukses

Kejati Jawa Timur Optimistis Hukuman Kebiri Kimia Dapat Dilaksanakan

Guru pramuka asal Surabaya Rahmat Slamet Santoso yang mencabuli 15 orang siswa didiknya mendapatkan hukuman kebiri kimia usai hakim menjatuhkan vonis pada Senin, 18 November 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Guru pramuka asal Surabaya berinisial RS yang mencabuli 15 orang siswa didiknya mendapatkan hukuman kebiri kimia usai hakim menjatuhkan vonis pada Senin, 18 November 2018. Vonis itu dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Akan tetapi, hukuman itu tak bisa langsung dieksekusi. Selain harus menunggu pidana pokoknya dijalani terlebih dulu, peraturan pemerintah yang mengatur teknis hukuman kebiri hingga kini juga belum ada.

Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Herry Pribadi menuturkan, pelaksanaan teknis hukuman kebiri kimia belum dapat dilaksanakan. Akan tetapi, dia yakin hukuman tersebut akan dapat dilaksanakan secepatnya. Ia mendengar ada informasi yang menyebut peraturan pemerintah terkait teknis hukuman kimia bakal diterbitkan.

"Dalam waktu dekat PP (peraturan pemerintah) akan diterbitkan, informasinya sudah di Seskab," ujar dia.

Dia menuturkan, hukuman kebiri kimia tidak berdampak secara permanen seperti yang selama ini menjadi bahan pembicaraan.

"Sifatnya hanya sementara. Sebenarnya terapi menekan libido terpidana kalau berpikiran positif malah membantu terpidana dalam mengendalikan libidonya,” ujar dia.

 

Reporter: Erwin Yohanes

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Kasus Pencabulan

Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan hukuman selama 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan pada terdakwa RS, Guru Pembina pramuka di Surabaya. Tidak hanya hukuman badan, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kebiri kimia selama 3 tahun.

Dalam kasus ini terdakwa dianggap telah memenuhi tindak pidana sebagaimana termaktub dalam Pasal 80 dan Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Kasus ini sendiri bermula dari laporan beberapa orangtua korban. Atas laporan itu, Polda Jatim melalui Subdit IV Renakta akhirnya menangkap RS.

Saat penyidikan, terdakwa Rachmat Slamet Santoso mengaku telah memperdaya para korban sebanyak 15 orang. Mereka rata rata anak didik dari RS.

Aksi itu dilakukan RS dengan modus memasukkan siswanya ke dalam tim inti pramuka sekolah. Selanjutnya siswa terpilih diajak ke rumahnya untuk belajar pramuka. Selanjutnya, dia melakukan perbuatan asusila itu di rumahnya.

Dari hasil pemeriksaan, perbuatan terdakwa RS ini sudah dilakukan sejak 2015. Dia merupakan pembina ekstra pramuka di enam SMP dan satu SD, baik swasta maupun negeri di Surabaya, Jawa Timur.