Liputan6.com, Jakarta - Setiap kota tampaknya memiliki kawasan kota tua yang mengembalikan ingatan kepada masa lalu kota tersebut. Demikian juga di Surabaya, Jawa Timur.
Di Surabaya, dapat ditemui kawasan kota tua yang memikat mata. Di kawasan kota tua tersebut dapat ditemui bangunan-bangunan peninggalan kolonial terutama Belanda, menelusuri jalan-jalan yang menjadi saksi bisu perkembangan kota tersebut, dan lainnya.
Nah, di Kota Pahlawan ini terdapat sejumlah jalan yang menjadi saksi kawasan kota tua Surabaya. Diketahui Jalan Tunjungan termasuk salah satu jalan yang populer dengan nilai sejarahnya lantaran terdapat sejumlah gedung dan bangunan saksi sejarah peristiwa 10 November 1945.
Advertisement
Baca Juga
Di kawasan kota tua Surabaya juga ada salah satu jalan yang menjadi saksi bisu perkembangan Surabaya. Jalan itu bernama Jalan Karet atau dikenal dengan sebutan Chinesevorstraat.
Dosen Ilmu Sejarah dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair), Adrian Perkasa menuturkan, Jalan Karet termasuk salah satu jalan tertua di Surabaya. Jalan ini sudah ada sejak 1700-an.
"Jalan Karet semakin berkembang ketika Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menguasai Surabaya sekitar 1740-an,” kata Adrian saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (27/11/2019).
Pada abad ke-19, Jalan Karet ini termasuk salah satu jalur perdagangan lantaran terdapat Pelabuhan Kalimas. Kalimas menjadi pelabuhan utama pada sekitar akhir abad 19 di Surabaya. Tak hanya itu, Sungai Kalimas juga menjadi salah satu sarana yang digunakan untuk transportasi air.
Lantaran sebagai salah satu wilayah perdagangan, perusahaan Belanda mendirikan bangunan di sekitaran Jalan Karet. Salah satu perusahaan Belanda yang termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu perusahaan dagang Belanda Nederlansche Handels Maatschappij (NHM) mendirikan bangunan di Jalan Karet. Adrian menilai, Jalan Karet memiliki potensi wisata sejarah yang menarik lantaran masih banyak bangunan asli yang ditemui di jalan tersebut.
Sementara itu, Budayawan dari FIB Universitas Airlangga Kukuh Yudha Karnanta menuturkan, lantaran nama Jalan Karet juga karena banyak perusahaan Belanda bergerak di sektor perdagangan termasuk karet dan gula yang mendirikan gedung di wilayah tersebut.
"Dulu di sekitar wilayah menjadi tempat bongkar muat barang karena termasuk jalur perdagangan yang dilewati Sungai Kalimas dan banyak berdiri bangunan penting,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (27/11/2019).
Jalan Karet tersebut juga termasuk Kawasan Pecinan. Adrian mengatakan, pada masa lalu, di wilayah tersebut terdapat tempat tinggal keluarga kaya menjalankan bisnis besar di Surabaya dan di Pulau Jawa. Kemudian bangunan milik keluarga tersebut menjadi Rumah Abu dari tiga keluarga yaitu Rumah Abu Han, Rumah Abu The, dan Rumah Abu Tjoa.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selanjutnya
Saat ini bangunan di Jalan Karet tersebut ada yang dijadikan gudang lantaran dekat juga dengan Pasar Atom. Selain itu, ada juga bangunan peninggalan kolonial yang terbengkalai lantaran tidak ditempati dan juga tidak diketahui pemiliknya.
Oleh karena itu, menurut Kukuh, pemerintah Kota Surabaya pun tidak dapat berbuat banyak karena bangunan tua tersebut tidak memiliki dokumen. “Bangunan-bangunan masih ada sekarang itu sebagian suratnya tidak ada. Jadi tidak ada dasarnya kalau pemerintah mau ambil,” ujar Kukuh.
Di Jalan Karet ini, menurut Kukuh ada sejumlah bangunan bersejarah yang dapat ditemui. Bangunan itu antara lain Gedung Internatio, Rumah Abu, dan bangunan tua lainnya.
Advertisement