Sukses

Pemkot Surabaya Siap Benahi Fasilitas Disabilitas

Kepala Bappeko Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, pihaknya menerima masukan-masukan dari para pegiat dan aktivis disabilitas terkait dengan fasilitas bagi kalangan mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya segera berkoordinasi dengan Dinas Cipta Karya dan Dinas Kebersihan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya untuk membenahi fasilitas penyandang disabilitas di sejumlah lokasi.

Kesiapan membenahi fasilitas untuk disabilitas di sejumlah lokasi dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional yang jatuh setiap 3 Desember.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, pihaknya menerima masukan-masukan dari para pegiat dan aktivis disabilitas terkait dengan fasilitas bagi kalangan mereka.

"Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa para teman-teman difabel yang ada di Surabaya terjamin hak-hak dasarnya. Termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas," kata dia seperti dikutip dari Antara, Selasa (3/12/2019).

Terkait dengan fasilitas bagi mereka, ia menyatakan segera berkoordinasi dengan pihak Dinas Cipta Karya dan Dinas Kebersihan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya.

Dia menuturkan, masukan dari para aktivis disabilitas tersebut berharga, sedangkan ke depan pihaknya harus melibatkan mereka secara langsung dalam penentuan spek bangunan, terutama terkait dengan akses jalan. Terkait dengan sekolah inklusi, Bappeko Surabaya melalui bidang yang terkait akan supervisi di lapangan.

Ia menyebut masukan dari Forkasi menjadi catatan yang berharga bagi pihaknya. "Surabaya selalu menjadi percontohan dalam praktik pendidikan inklusi. Jangan sampai evaluasi dari teman difabel ini tidak direspons. Kami akan koordinasikan masukan ini dan harus segera ada laporannya," kata dia.

Eri menegaskan, Surabaya adalah kota inklusi, yang setiap pembangunan gedung baru, akses bagi penyandang disabilitas selalu masuk dalam spek pembangunan.

Bahkan, dalam rencana pembangunan Gelora Bung Tomo (GBT) pun, pihaknya menyiapkan sektor khusus bagi suporter difabel. Ia mengatakan sepak bola olahraga yang menjunjung tinggi kesetaraan sehingga menjadi hal aneh jika di stadion itu kaum difabel tak bisa ikut mendukung tim kesayangannya.

"Bulan ini pemenang pembangunan GBT dibuka lelangnya. Kita pastikan bahwa rancangan pembenahan GBT harus ada sektor khusus bagi teman difabel. Jangan sampai tidak ada karena sepak bola itu semangatnya adalah kesetaraan," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Fasilitas bagi Kaum Disabilitas di Surabaya Belum Optimal

Ketua sekaligus salah satu pendiri Disable Motorcycle Indonesia (DMI) Abdul Syakur menilai fasilitas bagi kaum disabilitas di Surabaya dianggap masih banyak yang belum optimal sehingga Pemkot Surabaya harus membenahinya.

Selama ini, kata dia, Pemkot Surabaya sudah mengakomodasi kebutuhan kaum disabilitas, tapi banyak kekurangan dan seringkali tidak sesuai dengan standar.

"Bayangkan, pemkot memang menyediakan beberapa bidang miring (ramp) di beberapa trotoar. Tapi kemiringan standarnya itu tujuh derajat. Bukan 30 sampai 40 derajat. Bisa 'njungkel' (terjungkal) itu yang pakai kursi roda," ujarnya.

Syakur juga menyorot pedestrian di trotoar yang tampaknya mendukung disabilitas dengan adanya ubin pemandu lebar, tapi belum mengakomodasi semua penyandang disabilitas.

"Ada tingkatan tuna netra yang masih bisa melihat walaupun sedikit. Nah, mereka ini kasihan karena ubin pembantunya berwarna abu-abu. Harusnya berwarna kuning cerah atau warna soft," ujar dia.

Terkait dengan sekolah inklusi, Fitriya dari Forum Komunikasi Orang Tua Anak Spesial Indonesia (Forkasi) Chapter Surabaya menyatakan sejauh ini layanan inklusi di Surabaya belum menjangkau semua lokasi.

"Untuk daerah Surabaya Barat, layanan SMP inklusi masih kurang. Kenyataannya hanya ditampung di SMPN 20, SMPN 48, dan SMPN 28 Wiyung. Terlalu jauh untuk daerah Balongsari sampai Benowo," tutur dia.

Ia ingin Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sekolah inklusi ditambah, misalnya dengan menambah SMP 14, untuk daerah Manukan sampai Benowo. Selama ini, sekolah inklusi memang kurang tersebar merata dan ditempuh dengan jarak yang jauh.

Ia juga mengungkap banyak kekurangan sekolah inklusi di Surabaya, di antaranya penyelenggara inklusi yang belum ramah dengan guru pendamping dari luar, kekurangan perangkat pembelajaran, hingga evaluasi yang belum optimal. Fitriya berharap, pemkot segera turun tangan mengatasi hal itu.

"Jadi bisa lebih memaksimalkan pemantauan perangkat mengajar penyelenggara inklusi. Juga menambah sekolah penyelenggara inklusi yang sudah siap," kata dia.