Liputan6.com, Jakarta - Dina Oktavia, ibu muda berusia 21 tahun yang tinggal di Surabaya ini menjadi perbincangan hangat di jagat dunia maya. Kisah Dina viral karena anak laki-lakinya, PF baru 5 bulan divonis medis oleh dokter menderita penyakit yang disebut Facial Cleft Tessier Hydrocephalus Mylomeningocele dan ditinggal suami karena tak menerima kondisi PF.
"Itu katanya karena kena virus yang berasal dari hewan. Dan saat saya hamil, kebetulan saya pernah digigit tikus sampai berdarah di kaki," ujar dia mengutip dari Merdeka, Rabu, 4 Desember 2019 .
Bayi PF pun memiliki kekurangan fisik terutama di bagian wajahnya. Penderitaan yang dialami Dina belum berhenti sampai di situ. Sang suami, ayah dari PF, tak bisa menerima keadaan yang dialami oleh PF.
Advertisement
Baca Juga
Sejak lahir, Suami Dina tidak mau menjenguk anak istrinya. Saat lahir, PF sudah memiliki kondisi fisik yang tidak sempurna. Selain itu, pernikahan antara Dina dan suami tidak direstui oleh keluarga suami Dina. Mertua Dina pun tidaK pernah sekalipun menjenguk cucunya.
"Saya sedih melihat anak saya. Tapi saya menerimanya dengan apa adanya. Beda dengan suami, yang justru tidak mau menerima kondisinya. Saat tahu kondisi Pandhu, dia (suami) malah pergi jalan-jalan sama teman-temannya," kata dia.
Sang suami pun menyetujui untuk bercerai dengan Dina, tapi dengan syarat Dina selaku penggugat yang harus mengurus dan menanggung semuanya.
"Dia bilang suruh nanggung sendiri biaya perceraian. Padahal dia tahu saya tidak bekerja dan orangtua saya orang tidak mampu," tambahnya.
Ketika kisahnya ramai diperbincangkan di jagat dunia maya, Suami Dina pernah mendatanginya untuk mengurungkan niat Dina bercerai. Karena sakit hati yang sudah diterima oleh Dina, akhirnya ia memutuskan untuk tetap bercerai.
Suami Dina pernah menemuinya di rumah lamanya. Kedatangan sang suami membuat Dina sedikit khawatir karena sang suami bersikap tidak sopan. Hal itu diungkapkan oleh Dina ketika menerima kunjungan rombongan pengacara dari DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Surabaya.
Ketua DPC Surabaya, Hariyanto menuturkan, kesiapan memberikan bantuan dan pendampingan hukum pada Dina, jika suatu saat memang akan berperkara dengan sang suami.
Dia menuturkan, Dina tidak takut untuk memproses hukum jika ada persoalan di kemudian hari dengan sang suami. Namun, dia berpesan agar tidak melarang sang suami jika nanti ingin menjenguk sang anak.
"Kita siapkan para pengacara nanti dari Peradi untuk mendampingi mbak Dina. Namun pesan saya, jangan melarang atau menghalangi jika nanti suami ingin menjenguk anaknya ya," ujar dia.
Saat ini, Dina fokus untuk merawat PF. Dina berencana untuk membuka usaha kecil-kecilan untuk menghidupi dia dan anaknya.
Sebelumnya Dina tidak bekerja dan hanya fokus merawat Pandhu, "Tapi dulu saya pernah membuat minuman kemasan yang saya jual secara online. Sekarang ini masih berhenti, karena fokus pada Pandhu. Mudah-mudahan nanti kalau semuanya sudah selesai, saya akan usaha kecil-kecilan lagi," ungkapnya.
Reporter: Erwin Yohanes
Sumber: Merdeka.com
(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Risma Beri Tali Asih kepada Keluarga Bayi Hidrosefalus di Surabaya
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) menyerahkan bantuan berupa tali asih kepada keluarga Dina Oktavia (21) bersama bayinya yang menderita sakit Hydrocephalus.
Bantuan itu diserahkan melalui Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya, Chandra Oratmangon yang didampingi Camat Gubeng beserta pihak Kelurahan Airlangga.
Kepala DP5A Surabaya, Chandra Oratmangon mengatakan, selain klien mendapat intervensi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Risma juga memberikan bantuan berupa tali asih secara pribadi kepada pihak keluarga.
Namun, sejak bayi itu mulai lahir, sebetulnya pihak Puskesmas Mojo juga terus mendampingi kepada klien dan bayinya. Bahkan, klien sebelumnya juga mendapat bantuan BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
"Dan sekarang kami dari DP5A juga melakukan intervensi bantuan berupa pemberdayaan ekonomi kepada ananda Dian agar ke depannya bisa mandiri secara ekonomi,” kata Chandra saat ditemui di sela penyerahan tali asih di Jalan Jojoran, Kelurahan Airlangga, Kecamatan Gubeng Surabaya, Selasa, 3 Desember 2019.
Ia mengungkapkan, klien mengaku ke depan ingin bisa berwirausaha sembari menjaga sang buah hati. Oleh karena itu, kemudian Pemkot Surabaya menyiapkan intervensi berupa pemberdayaan ekonomi kepada klien itu.
"Adik Dian ini ke depan juga harus mandiri dan kuat secara ekonomi, dia inginnya bisa jualan online, makanya kita siapkan untuk itu," ujar dia.
Selain pendampingan berupa pemberdayaan ekonomi, pihaknya memastikan juga terus monitoring kondisi psikologi klien. Tim Psikolog dari Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) Surabaya beserta pihak Puskemas juga terus melakukan pendampingan, pengawalan, dan pemantauan psikologi klien beserta kesehatan sang buah hati.
"Jadi hari ini juga ada penyerahan secara simbolis dari Puskesmas Mojo ke Puskesmas Gunungsari, sehingga pendampingan, pengawalan dan pemantauan kepada klien itu langsung nyambung,” kata dia.
Advertisement
Pindah Tempat Tinggal ke Rusunawa
Dia menuturkan, karena saat ini klien sudah mulai pindah tempat tinggal di Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) Gunungsari, kemudian pihak Puskesmas Mojo menyerahkan tugas pendampingan itu kepada jajaran Puskesmas Gunungsari. Tujuannya, agar pendampingan yang dilakukan pihak puskesmas terus nyambung.
"Saat ini kondisi psikologi dari ananda sendiri sudah mulai bangkit, karena juga banyak intervensi bantuan dari berbagai pihak, dan ini modal yang bagus karena ketika dia (klien) sakit ini akan nyambung ke bayi,” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu Tim Psikolog dari Puspaga Surabaya, Rahmawati Dwi Anggraini menuturkan, jika dilihat saat ini, kondisi klien sudah lebih kuat dari sebelumnya. Bahkan, interaksi klien dengan orang lain saat ini juga lebih baik.
"Namun sekilas, ananda (Dina, red) memang terlihat tegar, karena yang namanya sedih atau kecewa itu pasti juga ada,” kata Rahmawati.
Apalagi, klien juga bakal menempati tempat tinggal dan adaptasi lingkungan yang baru. Karena itu dibutuhkan pendampingan yang berkelanjutan untuk memantau kondisi klien di lingkungan yang baru itu.
Oleh sebab itu, Pemkot Surabaya memastikan ke depan agar terus mendampingi, baik secara psikologi kepada klien maupun kondisi kesehatan sang bayi.
"Kita ndak bisa lepas secepatnya, itu berproses, karena untuk kasus setiap orang itu juga berbeda-beda. Makanya kita akan dampingi terus dan setiap saat akan kita monitor progres per hari atau perminggu, hasilnya akan kita sampaikan ke ibu wali kota,” pungkasnya.