Liputan6.com, Jakarta - Pengamat menilai perlu ada lahan yang dipertahankan untuk pertanian dan sebagainya untuk habitat satwa liar. Hal ini mengingat berbagai jenis satwa liar masuk ke permukiman padat penduduk.
Masuknya satwa liar ke permukiman karena ada siklus setiap tahun yang disebabkan habitatnya makin terhimpit oleh pertumbuhan pembangunan untuk kepentingan manusia.
Pengamat satwa liar dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr Boedi Setiawan menuturkan, siklus tersebut biasanya terjadi di setiap pergantian musim pada wilayah permukiman penduduk yang berbatasan dengan hutan atau habitat satwa liar.
Advertisement
"Fenomena yang belakangan terjadi adalah masuknya kawanan ular kobra di sejumlah perkampungan di Jakarta dan Jember, Jawa Timur," tutur  pengajar di Departemen Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Unair itu saat dikonfirmasi di Surabaya seperti dikutip dari Antara, ditulis Jumat, (13/12/2019).
Baca Juga
Cak Boeseth, sapaan akrabnya, menuturkan fenomena itu terjadi karena sekitar tiga bulan yang lalu merupakan musim kawin ular kobra.
"Sekarang ini, bertepatan dengan awal musim hujan, telur-telurnya mulai menetas dan insting anak-anak ular kobra itu mencari makan sekaligus mencari kehangatan di luar habitatnya yang telah rusak akibat perekembangan pembangunan, yaitu dengan masuk ke perkampungan padat penduduk," ujar dia.
Sepanjang tiga bulan terakhir, berbagai jenis satwa liar diberitakan masuk ke permukiman padat penduduk di sejumlah wilayah Indonesia. Pada akhir November lalu, kawanan gajah liar diberitakan merusak 14 unit rumah penduduk di Kampung Rime Raya, Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Gajah Sumatera liar, pada awal Desember ini, juga terlihat berkeliaran di Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Seekor bekantan jantan pada Oktober  juga diberitakan masuk ke perkampungan warga di Mantuil, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Ada Kesalahan Tata Ruang
Cak Boeseth memastikan ada kesalahan tata ruang yang menyebabkan berbagai satwa liar tersebut pada siklus tertentu masuk ke permukiman padat penduduk demi bertahan hidup.
"Mungkin karena pertumbuhan penduduk semakin meningkat, otomatis kebutuhan rumah juga sangat meningkat. Artinya di sini memang ada lahan-lahan yang harus dibatasi, tidak semua lahan dibuat perumahan," kata dia.
Dia menekankan harus ada lahan yang dipertahankan untuk pertanian dan sebagainya sehingga masih menyisakan habitat untuk satwa-satwa liar, yang selama ini menjadi korban dari pertumbuhan pembangunan. Lebih lanjut Cak Boeseth, yang juga aktivis pecinta satwa di komunitas "Wildlife Photography" Surabaya ini mengimbau jika ada kawanan satwa liar masuk ke permukiman warga agar tidak dibunuh.
Warga diminta untuk menghubungi petugas "rescue" di instansi perlindungan masyarakat (linmas) yang ada di tiap daerah. "Biasanya petugas ini dibantu oleh petugas pemadam kebakaran yang telah terlatih untuk mengevakuasi dan mengembalikan satwa liar yang memasuki perkampungan penduduk tersebut ke habitatnya," tutur dia.
Advertisement