Liputan6.com, Jakarta - Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak bersama Vice President Data Gojek Syafri Bahar memaparkan tingginya kebutuhan ilmuwan data (data scientist) di Indonesia yang disampaikan dalam kegiatan Talkshow on Data Sciences & Higher Education in Indonesia, Data Acquisition, SuperApps, Insight & Decision Support yang digelar oleh UPT Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Jember di gedung Auditorium, Sabtu sore.
Menurut Emil Pemprov Jawa Timur serius menjalankan program Smart Province dengan kinerja cepat, efisien, tanggap, transparan, responsif (CETTAR) berdasarkan pada big data, seperti melakukan tabulasi silang antara data kemiskinan, kesehatan dan pendidikan warga Jawa Timur.
"Sehingga diharapkan menghasilkan data komprehensif yang dapat menjadi dasar dalam merumuskan berbagai kebijakan, oleh karena itu Jawa Timur perlu banyak ilmuwan data termasuk dari Unej," kata dia saat menjadi pembicara dalam kegiatan talkshow di Unej, dilansir dari Antara.
Advertisement
Baca Juga
Ia juga memaparkan konsep Millenial Job Center (MJC) yang digagas Pemprov Jatim sebagai salah satu wahana yang diharapkan dapat mendorong lahirnya makin banyak data scientist di Jatim.
"Millenial Job Center mempertemukan antara talenta-talenta berbakat di TIK dan pelaku industri kreatif yang dibina oleh para mentordengan klien yang membutuhkan ide-ide dan tenaga mereka yang rencananya milenial job center berada di bawah Bakorwil," tuturnya.
Emil berharap makin banyak tenaga kerja yang akrab dengan big data serta usaha rintisan (startup) yang tumbuh dan berkembang di Jawa Timur.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Indonesia Butuh Banyak Data Scientist
Sementara Vice President Data Gojek Syafri Bahar mengatakan untuk mengembangkan industri berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan perusahaan start up, serta menghadapi era revolusi Industri 4.0. maka Indonesia membutuhkan banyak tenaga kerja dengan keahlian sebagai data scientist.
"Berdasarkan data Kominfo RI, setiap tahunnya Indonesia membutuhkan 600 ribu data scientist dari berbagai bidang seperti analis data, intelijen data, rekayasa data, kecerdasan buatan, matematikawan hingga aktuaris," katanya.
Ia mengatakan kebutuhan data scientist itu didasari oleh makin seringnya masyarakat menggunakan berbagai aplikasi TIK dalam kehidupan sehari-hari.
"Dalam sehari, kami memproses 7,7 juta transaksi di aplikasi Go Food saja, tentu saja big data tadi harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga menjadi bahan bagi perusahaan seperti Gojek untuk terus berinovasi sehingga dapat memunculkan layanan baru," ujarnya.
Syafri menuturkan, kelahiran Go Food berawal dari data di mana 80 persen pengguna jasa antar barang di Gojek menggunakan aplikasi itu sebagai jasa antar makanan.
"Data tersebut kami olah dan analisa sehingga kemudian kami mengembangkan aplikasi Go Food di tahun 2015 yang kemudian diikuti oleh layanan-layanan lainnya, sehingga semuanya berawal dari data,” ungkap matematikawan lulusan Universiteit Twente, Belanda itu.
Sukses memanfaatkan data itu juga lah yang menjadi salah satu penyebab Gojek melesat menjadi Decacorn, kini 1 persen warga Indonesia menggantungkan hidupnya pada Gojek dengan valuasi Gojek yang mencapai Rp 136 triliun.
Advertisement