Sukses

Menengok Penghuni dan Sejarah Gedung Setan Surabaya

Surabaya mempunyai gedung dan bangunan yang bersejarah, bahkan tak terkecuali di dalamnya menyimpan misteri seperti Gedung Setan. Ingin tahu ada apa saja dan bagaimana sejarah Gedung Setan?

Liputan6.com, Jakarta - Gedung-gedung tinggi di Surabaya seolah berlomba untuk menyentuh langit. Tetapi, di setiap sudut gedung-gedung terdapat bangunan yang menyimpan sejuta misteri di dalamnya.

Salah satu contohnya, Gedung Setan di Surabaya. Seperti namanya, Gedung Setan ini terkenal dihuni oleh makhluk beda alam.

Gedung Setan ini ternyata adalah sebuah rumah yang usianya sudah 200 tahun lebih. Rumah Hantu ini konon sudah terkenal sejak masa kolonial Belanda dengan sebutan 'Spookhuis'.

Sejarawan Universitas Airlangga, Purnawan Basundoro bercerita ketika ia melewati rumah tersebut pada Minggu, 30 September 2018. Katanya, kondisinya saat ini dilihat dari luar cukup mengenaskan dengan tembok yang mulai rontok dan adanya retakan-retakan. Struktur atapnya terlihat ada lengkungan dan gentingnya banyak yang jatuh karena kurang dirawat.

Akses masuk ke Gedung Hantu tersebut terhalang oleh pasar yang berada di jalanan tetapi, pintu masuk Gedung Hantu di Surabaya tersebut dijaga oleh seseorang, di areal pintu masuknya juga terdapat tulisan “Bukan Jalanan Umum”.

Dengan nama Gedung Hantu, bayangan akan seramnya rumah itu akan sirna jika masuk ke dalamnya. Ternyata, rumah tersebut dihuni oleh puluhan orang.

Purnawan pun iseng bertanya kepada penjual makanan di ujung jembatan kecil yang berkacamata hitam dan berkumis, "Cak, omah iku onok sing manggoni ta?" (Rumah itu ada penghuninya?) Lalu pedagang itu pun menjawab, "Lho...akeh Mas, onok seket limo kepala keluarga manggon ndik njero omah iku," (Banyak Mas, ada 55 kepala keluarga tinggal di rumah itu) jawabnya dengan logat Madura yang kental.

 

2 dari 3 halaman

Dibangun Pada Era Daendels

Awalnya, rumah tersebu dibangun oleh J.A. van Middlekoop pada awal abad ke-19, tetapi tidak pernah ditinggali olehnya. Pada  18 April 1809, J.A. van Middelkoop diangkat menjadi Gezaghebber, kemudian Prefect en Landdrost van Java's Oosthoek.

Pada saat itu Jawa sedang dipimpin oleh Gubernur Jendral Daendels. Saat itu juga Daendels mengalami kekurangan uang untuk menjalankan roda pemerintahan, dan untuk mengurangi defisit anggaran ia menjual tanah-tanah kepada siapapun yang mau membelinya.

J.A. van Moddelkoop tertarik untuk membeli tanah di kawasan Kupang, yang waktu itu merupakan kawasan di tepi luar kota Surabaya. Ia membeli tanah tersebut seharga 4.000 rijksdaalders kepada Daendels, berupa tanah pertanian yang cukup luas dan dibelah oleh sebuah sungai kecil.

Setelah membeli tanah tersebut, J.A. van Middlekoop kemudian membangun rumah sang sangat besar bergaya rumah Eropa abad 18 yang waktu itu sedang populer. Rumah tersebut didirikan tepat di tepi sungai kecil dan ada jembatan.

Jalan utama yang berada di seberang rumah kemudian menjadi jalan yang besar dan diberi nama Reiniersz Boulevard. Rumah itu dinilai megah dan menjadi lanskap indah karena kanan kirinya masih berupa perkampungan dan pertanian.

Namun, rumah megah tersebut ternyata tidak pernah dihuni oleh Middlekoop karena ia menjabat sebagai Gezaghebber dan diharuskan menempati rumah dinas yang berada di kawasan Simpang.

Rumah tersebut saat ini menjadi Rumah Dinas Gubernur Jawa Timur, dengan nama Gedung Negara Grahadi. Middelkoop menjabat sebagai Gezaghebber hanya beberapa tahun, karena pada tahun 1810 ia diangkat menjadi gubernur Maluku dan meninggal di Maluku pada 1822.

Rumah Middlekoop pun terlantar dan kosong selama bertahun-tahun. Sampai ada seorang dokter dari Tionghoa yang membelinya, yaitu dr. Teng Sioe Hie.

Ketika menghuni rumah mewah itu, kabarnya dr. Teng Sioe Hie selalu medapat gangguan hantu berwujud perempuan Eropa. Di malam-malam tertentu, biasanya hantu datang untuk mengganggu penghuni rumah.

Setelah dihantui, dr. Teng mendapat kabar bahwa perempuan yang berubah jadi hantu adalah pembantu rumah tangga Middlekoop yang bunuh diri. Akibat kejadian tersebut, rumah mewah tersebut tidak pernah ditempati lagi oleh dr. Teng Sioe Hie.

 

3 dari 3 halaman

Hantu Tergusur Orang

Setelah itu, rumah tersebut dibiarkan saja sehingga tidak terawat. Untuk membuktikan apakah benar-benar ada hantu di rumah itu, suatu saat didatangkan seorang pintar, semacam dukun, bernama Nyonya Monch.

Nyonya Monch bertugas untuk memanggil arwah hantu yang menghuni rumah mewah itu, agar bisa diketahui siapa sebenarnya hantu yang tinggal di rumah bekas peninggalan colonial Belanda itu. Ketika prosesi pemanggilan arwah dilakukan, ternyata tidak ada satu pun arwah hantu yang menampakkan diri, sehingga upaya untuk menelusuri arwah siapa yang tinggal di rumah itu pun gagal.

Pada 1920an, kawasan Darmo dikembangkan dan batas baratnya hampir sampai pada rumah mewah Middlekoop. Kondisi rumah yang tak dihuni, ditambah sampah yang berserakan menambah kesan seram.

Setelah peperangan mereda, orang-orang yang tak mempunyai rumah pun nekat mengakuisisi dan menempati rumah mewah tersebut. Penghuni rumah tua itu bukan hanya orang-orang Bumiputra, tetapi ada juga keturunan Tionghoa yang memiliki nasib kurang baik, tidak memiliki tempat tinggal. Mereka akhirnya tinggal di rumah itu beranak pinak.

Purnawan juga menjelaskan bahwa rumah mewah tersebut dihuni oleh ratusan orang, dan membagi ruangannya dengan dipetak-petak menggunakan triplek dan kayu seadanya. Pada 1950an kota Surabaya sudah ramai dan rumah mewah itu berada di tengah-tengah kota. Penguni rumah itu saat ini nyaris satu RT jumlahnya.

 (Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)