Sukses

Berawal Kegelisahan Terapis, Dosen Unair Kembangkan Aplikasi untuk Anak Autis

Awal mula tercetusnya ide membuat Mika adalah dari kegelisahan terapis, bagaimana caranya bisa mengoptimalkan proses belajar komunikasi pada anak dengan autisme.

Liputan6.com, Surabaya - Dosen Psikologi Universitas Airlangga Margaretha P.G bersama tim Forum Peduli Jawa Timur mengembangkan aplikasi perangkat lunak Media Visual Komunikasi Anak (MIKA). Pengembangan aplikasi tersebut mendapatkan dukungan dana dari Pemerintah Australia.

Aplikasi ini mendukung pembelajaran komunikasi untuk anak-anak dengan autisme dan anak-anak yang hendaya (gangguan) komunikasi. Margaretha menceritakan, awal mula tercetusnya ide membuat Mika adalah dari kegelisahan terapis, bagaimana caranya bisa mengoptimalkan proses belajar komunikasi pada anak dengan autisme dan hendaya komunikasi. 

"Sebagai gejala utamanya, autisme itu paling sulit untuk melakukan komunikasi sosial dan periode belajar itu penting supaya tidak terlewatkan karena kalau tidak nanti menjadi suatu kecacatan, maka perlu suatu metode yang terstruktur sistematis dan terstandar," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Gedung Kahuripan lantai 3 ruang 301 Unair Surabaya, Sabtu (4/1/2020). 

Dia menuturkan, Mika ini walaupun dengan alat tablet tapi digunakan sebagai terapi jadi bisa digunakan oleh orang-orang terlatih dan paham bagaimana cara memberikan visual atau alat bantu visual untuk belajar komunikasi secara terstruktur. 

"Dan dengan demikian, dengan adanya Mika, harapannya anak - anak autisme yang memang rata-rata adalah pembelajaran visual akan lebih mudah belajar," kata dia. 

Pihaknya mengembangkan aplikasi Mika ini selama dua tahun dan akan terus dikembangkan. "Dikembangkan dengan kerangka teoritis kerja, dan mengumpulkan pengalaman dari sejak 2013," ucapnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Bisa Digunakan di Seluruh Indonesia

Saat disinggung apakah Mika akan digunakan di seluruh Indonesia, Margaretha menuturkan, Mika sebenarnya adalah karya dari Jawa Timur untuk Indonesia, karena sudah dibuat sedemikian rupa. Alat terapi ini berbahasa Indonesia dan bisa digunakan di berbagai tempat. 

"Bahkan ada fitur untuk menambah kata baru untuk menyesuaikan dengan konteks bahasa, misalkan di Nusa Tenggara Timur ada bahasa khusus yang tidak ada di dalam bahasa Indonesia, maka yang ada di tablet ini bisa ditambahkan," ujar dia. 

Margaretha berharap Mika ini bisa digunakan di seluruh Indonesia oleh terapis, guru ataupun orang-orang yang bekerja dengan anak dengan autisme. 

"Orangtua juga bisa tapi dia harus belajar dulu, pertama-tama harus paham apa yang disebut sebagai pendekatan teach, yaitu pendekatan intervensi buat anak dengan autisme yang secara terstruktur, baru belajar Mika sebagai alat bantunya," ucapnya. 

Â