Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional IV Jatim menyatakan pengaduan masalah kredit perbankan mendominasi pelaporan masyarakat. Dominasi pengaduan tersebut mengenai restrukturisasi kredit.
Adapun tercatat jumlah pengaduan mencapai 457 dari total 753 pengaduan yang masuk. "Hal ini menunjukkan tingkat inklusi keuangan perbankan cukup tinggi. Namun disertai masalah yang dialami oleh nasabah," ujar Kepala OJK Regional IV Jatim Heru Cahyono di Surabaya, Rabu (23/1/2020), seperti dikutip dari Antara.
Ia mencontohkan pengaduan masalah kredit antara lain terkait keberadaan kartu kredit, disusul Kredit Pemilikan Rumah (KPR) maupun restrukturisasi kredit karena kredit macet dan lain-lain.
Advertisement
"Jumlah pengaduan mengenai restrukturisasi kredit tercatat sebanyak 241, atau 52,7 persen dari total pengaduan mengenai perbankan," tutur dia.
Baca Juga
Heru menambahkan,, disusul pengaduan tentang kartu kredit sebanyak 91 (19,9 persen), tabungan dan ATM 36 (7,9 persen). Sisanya, adalah pengaduan mengenai hal-hal lain semisal bancassurance dan deposito.
"Setelah menerima pengaduan, kami teruskan kepada perbankan yang bersangkutan untuk diselesaikan. Dan, Alhamdulillah dapat terselesaikan antara nasabah dengan bank, dengan perantara OJK," ujar dia.
Dalam kesempatan ini, OJK Regional IV di Surabaya juga mencatat dari total pengaduan yang masuk, sebesar 90,83 persen pengaduan telah terselesaikan.
"Pengaduan itu wajar terjadi, hal ini seiring akses layanan perbankan yang semakin mudah dan besar, dan masyarakat semakin mudah menggunakan jasa perbankan," tutur dia.
Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 4 dan Perizinan OJK Regional IV Jatim, Eka Gonda Sukmana mengakui mayoritas perbankan sangat kooperatif dengan OJK. "Hal ini termasuk jika ada pengaduan yang diteruskan OJK kepada perbankan, dan sejauh ini tidak ada kendala yang berarti," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
OJK Berupaya Sehatkan BPR di Jawa Timur lewat Merger
SebelumnyaOtoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jatim berupaya menyehatkan perbankan. Salah satunya dengan mendorong merger dan konsolidasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah tersebut.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jatim, Heru Cahyono menuturkan, dalam upaya penyehatan BPR, OJK terlebih dahulu menilai aksi yang cocok dilakukan oleh bank.
"Ada bank yang memilih menambahkan modal inti dari investor, ada juga yang memilih bergabung dengan bank lain. Kalau modalnya kuat, maka kondisi bank akan lebih bagus,” kata Heru, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (18/1/2020).
Heru menuturkan, upaya penyehatan bank tak hanya pada BPR, tapi juga di keberadaan bank umum.
"Konsolidasi dan merger BPR yang terus kami dorong sejak beberapa tahun terakhir membuat jumlah bank semakin berkurang," ujar dia.
Pada posisi Desember 2017, dia menuturkan, jumlah BPR dan BPR Syariah (BPRS) di Jatim tercatat sebanyak 339, kemudian pada Desember 2019 angka tersebut menyusut menjadi 321.
Ia mengatakan, upaya penyehatan bank sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR. Yakni, BPR harus mempunyai modal inti minimal Rp6 miliar pada 2024.
Pemenuhan modal itu dilakukan secara bertahap, dan BPR harus memiliki modal inti minimal Rp3 miliar lebih dulu per 31 Desember 2019, kemudian, modal inti tersebut harus terus ditingkatkan hingga menjadi Rp 6 miliar pada 2024.
Advertisement
2 Bank Dilikuidasi
Akibat aturan itu, kata Heru, pada 2019 ada dua bank yang dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yakni BPRS Jabal Tsur di Kabupaten Pasuruan dan BPR Panca Dana di Kota Batu.
Menurut Heru, bank-bank yang ditutup ini mengalami kesulitan keuangan, dan ada juga yang mengalami fraud internal sehingga kerugian bank turut mengurangi rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR).
"Kami sudah kasih waktu untuk menyelesaikan masalahnya. Tetapi calon investornya batal masuk dan enggak jelas juga sumber dananya, jadi ditutup banknya," katanya.
Namun, pada 2019 juga ada satu bank baru yang beroperasi, yakni BPRS Kabupaten Ngawi.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan, merger maupun konsolidasi adalah hal yang biasa dalam bisnis bank.
"Itu hak masing-masing anggota. Yang penting banknya harus sehat dan mampu bersaing ke depan," kata dia.