Liputan6.com, Surabaya - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) ternyata secara pribadi telah melaporkan ZD, warga Bogor, Jawa Barat, pelaku penghina Risma melalui media sosial Facebook, dan pelaku sudah ditangkap dan ditahan oleh Polrestabes Surabaya.
"Saya laporkan pribadi bukan atas nama siapapun," tutur Wali Kota Risma di rumah dinasnya, Jalan Sedap Malam Surabaya, Rabu (5/2/2020).
Risma juga menjelaskan kenapa dirinya melaporkan warga Bogor tersebut. Menurut wali kota perempuan pertama di Surabaya, jika dirinya mendapatkan perkataan tidak baik terhadap dirinya juga secara tidak langsung kepada orangtuanya.
Advertisement
"Sebetulnya kemarin alasan saya kenapa saya melaporkan, karena kalau saya kodok berarti ibu dan ayah saya kodok. Saya enggak ingin orangtua saya direndahkan," ujar Risma.
Baca Juga
Sebelumnya, Anggota Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Surabaya berhasil menangkap pelaku penghina Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma), ZD saat berada di dalam rumahnya di Bogor, Jawa Barat.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho menyampaikan setelah menjalani pemeriksaan beberapa saksi, pelaku dijemput di rumahnya, di Bogor, Jawa Barat. "Dan beberapa hari dilakukan pemeriksaan, statusnya naik menjadi tersangka," tuturnya.
Sandi Nugroho menuturkan, ZD terbukti bersalah karena telah melakukan penghinaan, ujaran kebencian, dan kejahatan ITE. Menurut Sandi, penyidikan kasus ini bermula dari desakan masyakarat Surabaya terhadap pemkot untuk melaporkan pelaku.
"Setelah ada laporan masuk ke kepolisian, kita lakukan pemeriksaan 16 saksi, termasuk saksi ahli, hingga berujung pada penetapan tersangka," kata Sandi.
Sebenarnya, saat diamankan di rumahnya, ZD sudah mengira bakal ditangkap. Hal itu diketahui ketika ponsel yang dijadikan alat bukti, sempat tidak ditemukan barang bukti. Sebab, ponsel tersebut telah direset ulang untuk menghilangkan jejak unggahannya.
"Makanya, saya berharap agar seluruh masyarakat bisa lebih bijak dalam penggunaan media sosial. Jangan suka menghina. Mari kita manfaatkan media sosial dengan hal - hal yang positif," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kata Praktisi Hukum
Sebelumnya, kasus dugaan pencemaran nama baik yang menimpa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) mendapat sorotan dari praktisi hukum. Praktisi hukum menyayangkan Pemkot Surabaya hadir sebagai pelapor atas perkara tersebut.
Praktisi Hukum Surabaya Sudarto mengatakan, seharusnya pejabat publik tak perlu menghiraukan pencemaran nama baik. Apalagi jika itu sifatnya sekedar mengarah pada olok-olok. Bukan fitnah yang dampaknya membahayakan keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Kalau sekadar diolok-olok, menurut saya tidak usah dihiraukan. Sebab yang seperti ini banyak. Terus saja bekerja," ujar Sudarto, Selasa, 4 Februari 2020.
Menurut Sudarto, waktu pejabat publik akan habis untuk mengatasi persoalan seperti itu. Apalagi jika pejabat publik itu membawa instansinya masuk dalam perkara seperti itu. "Seperti misalnya kasus Risma ini. Di mana Risma memberikan kuasa pada Bagian Hukum Pemkot Surabaya untuk melaporkan perkaranya," kata dia.
Kata Sudarto, harusnya Risma memberikan pembelajaran saja. Segera memaafkan pelaku. Apalagi Risma sebenarnya santai menghadapi pencemaran nama baik yang menimpanya di media sosial. "Namun faktanya, Pemkot Surabaya melalui Bagian Hukum melaporkan perkara tersebut ke polisi," ucapnya.
Dia menjelaskan, pencemaran nama baik maupun bully di media sosial memang kerap terjadi pada pejabat publik. Terutama mereka yang berada di Jakarta. Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama, Joko Widodo maupun Prabowo Subianto termasuk yang sering mengalami hal tersebut. "Namun mereka tak pernah melaporkan langsung pencemaran nama baik tersebut," ujar dia.
Dia juga mencontohkan, saat ini memang ada laporan terkait pencemaran nama baik dengan korban Anies Baswedan. Akan tetapi, pelapornya bukan Anies. Juga bukan Pemprov DKI Jakarta. "Namun yang melaporkan anggota DPD RI Fahira Idris. Anies tak menggubris pencemaran nama baik atas dirinya," ucapnya.
Advertisement