Sukses

Kata DPRD Surabaya soal Aturan Ketahanan Keluarga Dibebankan pada Satu Dinas

DDPR Surabaya menilai, peraturan ketahanan keluarga memilliki banyak indikator sehingga tidak dibebankan pada satu dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi D Bidang Kesra dan Pendidikan DPRD Surabaya menilai Dinas Pengendalian Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) bakal punya beban besar jika dibebankan ketahanan keluarga.

Peraturan ketahanan keluarga memilliki banyak indikator sehingga tidak dibebankan pada satu dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur.

"DP5A (Dinas Pengendalian Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Surabaya punya beban besar jika ketahanan keluarga dibebankan satu dinas,” ujar Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya, Akmarawita Kadir, seperti dikutip dari Antara, Senin (24/2/2020).

Ia menuturkan, sesuai buku panduan pembangunan ketahanan keluarga yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2016 disebutkan ada lima indikator dalam mengukur ketahanan keluarga antara lain landasan legalitas, keutuhan keluarga (legalitas perkawinan, kelahiran dan kemitraan suami istri), ketahanan fisik (kecukupan pangan, gizi, kesehatan dan tempat tidur).

Ketiga ketahanan ekonomi (pendapatan, pembiayaan, pendidikan dan tempat tinggal), keempat ketahanan sosio-psikologi (sikap anti kekerasan, ketaatan, hukum), dan kelima ketahanan sosio budaya (partisipasi keikutsertaan dalam keagamaan, bermasyarakat, dan pemahamanan penggunaan media sosial).

Selain itu, lanjut dia, anggaran yang diberikan pada DP5A Surabaya selama ini juga minim, sehingga perlu ada sinergi dan koordinasi yang baik dengan dinas-dinas yang lain. 

"Jadi apabila ingin mengatur suatu aturan mengenai ketahanan keluarga sebaiknya mengatur output dari indikator-indikator tersebut dengan membuat penguatan alur yang baik dari berbagi dinas terkait," ujar dia.

Selain indikator tersebut, menurut Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya ini, juga telah diatur pula oleh berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah lainnya. Sehingga, lanjut dia, yang perlu dilakukan adalah adanya peraturan yang menguatkan standar alur/grand design.

"Dalam hal ini menurut saya peran Bappeko (Badan Perancangan Pembangunan Kota Surabaya) adalah sangat penting dalam ketahanan keluarga untuk mensinergikan semua dinas dalam mengontrol indikator-indikator tesebut tercapai dengan baik," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Pandangan soal RUU Ketahanan Keluarga

Grand design tersebut, kata dia, harus dirancang sebaik dan sematang mungkin karena menjadi tolak ukur intervensi Pemkot Surabaya yang efektif.

"Apabila berhasil saya yakin akan menekan jumlah MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dan akan menjadi pondasi  yang baik bagi keluarga dan masyarakat Surabaya," ujar dia.

Saat disinggung ada RUU Tentang Ketahanan Keluarga yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, politikus Partai Golkar ini menilai RUU tersebut dirasa terlalu masuk mengatur kehidupan privasi keluarga, dan banyak tumpang tindih dengan peraturan-peraturan lain yang sudah ada. 

Dia menuturkan, keluarga memang sangat penting, karena keluarga merupakan pondasi dalam pencapaian bermasyarakat yang diinginkan oleh suatu negara yang maju.

Ketahanan keluarga yang baik akan menyebabkan masyarakat yang kuat dan merupakan dasar suatu negara yang kuat dan maju. 

"Namun, ketahanan keluarga yang kurang baik atau menurun, dapat menyebabkan mundurunya suatu masyarakat dan menjadi dasar suatu negara yang tidak kuat dan tidak dapat maju. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang muncul akibat dari keretakan keluarga, akibat tidak baiknya ketahanan keluarganya," ujar dia.