Sukses

Kaya Manfaat, Ini Mitos hingga Fakta soal Tanaman Kelor

Daun kelor asal Jawa Timur sudah diekspor ke Korea Selatan pada Maret 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Mendengar kata daun kelor atau Moringa oleifera Lam, apa yang ada di pikiran Anda? Mungkin bisa jadi salah satunya mampu mengusir mahluk gaib. Hal itu salah satu mitos dari daun kelor. Tak hanya itu, daun kelor juga disebutkan sebagai alat peluntur jimat.

Peneliti dari Kelompok Peneliti Pemuliaan Tanaman dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Kementerian Pertanian, Adi Setiadi menuturkan, tanaman kelor sudah tidak asing lagi di Indonesia. Mengingat manfaat dari tumbuhan ini diketahui sejak turun temurun, dan termasuk ada mitos tersebut.

"Ada kepercayaan di masyarakat, daun kelor dapat digunakan untuk pengusir jin, antiguna-guna dan ilmu hitam. Tapi kenyataan secara ilmiah belum ada penelitian,itu hanya cerita yang berkembang turun-temurun,” ujar Adi saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 26 Februari 2020.

Meski demikian, tanaman kelor ini juga terdapat sejumlah fakta menarik. Salah satunya, daun kelor ini sudah diekspor ke Korea Selatan. Ekspor tersebut dilakukan pada Maret 2019. Daun kelor yang diekspor berasal dari Pasuruan, Jawa Timur.

Adi menuturkan, tanaman kelor berasal dari India bagian utara. Kemudian tanaman ini menyebar ke  Asia Tenggara termasuk ke Indonesia. Tanaman ini pun dapat beradaptasi dengan baik di beberapa negara tropis termasuk Indonesia. Tanaman kelor tumbuh dan berkembang baik di Madura, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Kelor bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari India bagian utara yang memiliki iklim sub tropis. Namun, tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik di daerah tropis termasuk di Indonesia,” kata Adi.

Lebih lanjut Adi menuturkan, tanaman kelor termasuk tumbuhan bermanfaat  sebagai obat dan bahan pangan. Baik daun, biji, buah dan kulit batangnya bisa digunakan. Di sejumlah wilayah di Indonesia, menurut Adi, tanaman kelor banyak digunakan untuk obat oleh masyarakat. Ia mencontohkan, di Aceh, tanaman kelor sebagai obat kusta. Di Bengkulu, tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat stroke.

“Di Kalimantan akarnya digunakan sebagai ramuan pegal linu yang dicampur dengan jeruk nipis, akar pepaya. Di Sulawesi banyak ditanam dan digunakan untuk penyembuh luka. Di Sulawesi Tengah digunakan untuk obati malaria, stroke. Di Maluku, kulit batangnya direndam air kemudian dipakai sebagai obat tipes, dan tanaman ini juga dapat menurunkan asam urat,” kata dia.

Adi mengatakan, daun kelor mengandung nutrisi lengkap karena ada vitamin A, B, C, β-karoten, protein,  dan plavonoid merupakan senyawa bahan kimia untuk obat. Selain itu, Tanaman Kelor juga disebut sebagai penyelamat negara miskin dari bahaya kelaparan. Hal ini lantaran kandungan nutrisi yang terkandung di dalamnya.

"(Tanaman kelor-red) kaya akan nutrisi. Di Afrika banyak ditanam untuk (atasi-red) malnutrisi karena kandungan nutrisinya yang bagus. Penyelamat negara-negara berkembang karena selamatkan dari bahaya kelaparan dan malnutrisi,” kata dia.

Adi menuturkan, tanaman kelor mulai dikembangkan secara nasional pada 2020. Ini diawali rencana dibangunnya daerah pengembangan tanaman kelor terutama di NTT.

Pada 2020, akan dilaksanakan penetapan sumber benih kelor di NTT sehingga benih yang beredar merupakan benih bersertifikat. Hal ini mengingat potensi yang ada di tanaman kelor. Padahal tanaman kelor ini sudah dikembangkan dari hulu ke hilir seperti di Madura.

"Ada yang dibuat teh juga. Dari Madura, kelor diekspor ke Australia dan Jepang. Ada ke Eropa,” kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Budi Daya Kelor

Kasi Pengembangan Pertanian, Perkotaan, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya, Antin Kusmira menuturkan, daun kelor baik untuk ibu menyusui. Sedangkan buahnya disebut kelentang bisa digunakan untuk sayuran.

"Daunnya seperti daun katuk. Setahu saya untuk asi, untuk ibu menyusui. Sedangkan buahnya dimasak untuk sayuran seperti sayur asam,” ujar Antin saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 25 Februari 2020.

Selain itu, menurut Antin untuk budidaya kelor juga mudah dan bahkan bisa ditanam di mana saja baik di dataran rendah dan tinggi.

Sementara itu, Adi mengatakan, kalau tanaman kelor baiknya tumbuh di dataran rendah hingga menengah sekitar 600 meter di atas permukaan laut (mdpl). Oleh karena itu, tanaman ini tumbuh baik di NTT dan Madura. Pohon Kelor juga dapat mencapai ketinggian 10 meter.

Untuk membudidayakan tanaman ini, Antin menuturkan, bagian dari pohon kelor dipilih yang sehat, kemudian distek.

"Dipotong-potong batang pohonnya. Lalu campurkan tanah tanam dengan kompos satu berbanding satu. Masukkan dalam polybag diameter 10 sentimeter. Kemudian stek, ditanam di media tersebut,” ujar Antin.

Ia menuturkan, ketika sudah seminggu atau sudah bersem, kemudian kelor dikeluarkan dan ditanam di mana saja tergantung pilihan baik di halaman, pot dan lainnya.

Antin menuturkan, kelor juga ditanam unit hutan-hutan kota di Surabaya. Sedangkan kalau di miniagrowisata hanya ada dua pohon, lantaran sebagai koleksi.