Sukses

Tanggapan Rektor Unair Terkait RUU Cipta Kerja

Rektor Unair, Prof Nasih menuturkan, salah satu upaya untuk menciptakan lapangan kerja tersebut adalah dengan investas

Liputan6.com, Surabaya - Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr. Mohammad Nasih menuturkan, masalah pengangguran merupakan sebuah persoalan strategis yang bermuara pada banyak hal. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan produktivitas tenaga kerja yang tergolong rendah di ASEAN.

Untuk mengatasi hal tersebut. Nasih menegaskan harus diciptakan banyak lapangan pekerjaan untuk mensejahterakan masyarakat. Namun untuk menciptakan banyak pekejaan, diperlukan banyak instrumen yang terlibat dalam prosesnya. 

"Upaya pemerintah untuk bisa menciptakan lapangan kerja se-banyak-banyaknya untuk rakyat Indonesia, harus butuh dukungan yang positif,” ujar dia dalam acara forum diskusi publik. Diskusi publik bertajuk 'Meningkatkan Peluang Usaha untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas' dilaksanakan pada Jumat, 28 Februari 2020..

Prof Nasih melanjutkan, salah satu upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan tersebut adalah dengan investasi. Namun, persoalan ekonomi biaya tinggi menjadi sebuah persoalan. Salah satunya yang terlihat yakni kebijakan cost of capital.

Hal tersebut menjadi masalah karena tidak mendorong para investor yang menanamkan investasinya di Indonesia. Oleh karena itu, sebuah peraturan, dalam hal ini Ombibus Law, dibutuhkan untuk menekan ekonomi biaya tinggi serendah-rendahnya, sehingga investor bisa masuk ke Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Sementara itu, Staf Khusus Menko Perekonomian, Umar Juoro menambahkan, negara menjamin RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) tidak hanya mengakomodasi  pihak investor atau pun pengusaha saja. Selain itu juga para tenaga kerja atau buruh.

Menurut Umar, setiap kegiatan ekonomi yang yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat harus melibatkan pekerja dan para buruh yang jumlahnya jutaan.

"Jika selama ini dikaitkan dengan upah, tidak benar kalau mengorbankan pekerja, karena upah minimum tetap ada, kalau hanya mementingkan investor ya tidak perlu upah minimum, orang orang pasi tetap ingin kerja," katanya.

Umar menuturkan, dalam RUU Cipta Kerja ini mengambil jalan tengah dimana upah akan dikaitkan dengan produktivitas para pekerja.

"Sehingga kita bisa mendapatkan investasi yang lebih berkualitas, serta nilai tambah yang lebih tinggi," lanjutnya.

Jika produktivitas para pekerja tinggi tentu penghasilan atau gaji akan ikut naik, karena menurut Umar, pengusaha tidak mungkin memberikan upah lebih dari produktivitas. Lebih lanjut, RUU Cipta Kerja ini lanjut Umar bukanlah sapu jagad yang dianggap bisa menyelesaikan semua masalah.

"Kita masih perlu partisipasi semua pihak, karena kalau ini dijalankan satu kelompok saja tentu tidak akan jalan, kalau kita paksakan pasti gagal," kata Umar.

Di akhir, Agung Tri Putra Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga turut berpesan. Menurutnya, jangan hanya investasi yang masuk ke Indonesia, namun lebih baik untuk meningkatkan produksi sumber daya alam Indonesia dan menekankan konsumsi pada masyarakat.

“Produksi harus masuk pada anak bangsa, dan hasil dari produksi tersebut harus bisa bersaing secara internasional,” ujarnya.