Sukses

Risma Ingatkan Warga Surabaya Soal Risiko Mudik di Tengah Pandemi Corona COVID-19

Wali Kota Tri Rismaharini mencontohkan, hampir 90 persen kasus positif COVID-19 di Surabaya karena ada mobilitas penduduk, baik dari luar kota atau luar negeri kemudian menjadi positif.

Liputan6.com, Surabaya - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) mengharapkan kepada seluruh warganya agar tidak melaksanakan mobilitas penduduk atau mudik ke daerah asal untuk menyambut bulan suci Ramadan dan Lebaran. Lantaran, di tengah pandemi Coron COVID-19 saat ini, sangat besar risiko bagi seseorang untuk tertular virus tersebut.

"Saya berharap untuk warga Surabaya tidak melakukan mudik, karena kondisi (COVID-19). Saya tahu bahwa semua inginnya mudik, tapi kita harus tahu bahwa saat ini kondisinya tidak memungkinkan untuk kita melakukan perpindahan atau mudik. Karena risikonya sangat besar sekali,” kata Wali Kota Risma, Selasa, 21 April 2020.

Risma mencontohkan, hampir 90 persen kasus positif COVID-19 di Surabaya karena ada mobilitas penduduk, baik dari luar kota atau luar negeri yang kemudian menjadi positif. Nah, ketika pasien menjadi positif, hal ini pasti berpengaruh terhadap keluarga, teman-teman, ataupun tetangga di sekitar.

"Akhirnya semua terkena dampak yang harus bukan hanya tinggal 14 hari, tapi ada kemungkinan kita menjadi positif kemudian kita harus rawat jalan atau rawat inap sampai beberapa hari kalau positif, dan itu tidak boleh kemana-mana,” kata dia.

Mengingat risiko yang sangat besar itu, Risma berharap kepada seluruh warga Surabaya agar tidak melakukan mobilitas penduduk atau mudik. Meski saat ini dalam kondisi sehat atau negatif COVID-19. 

Sebab, ia menilai, ketika melakukan mobilitas mudik, bisa saja daerah yang dituju itu ada yang terjangkit atau risiko ketika proses perjalanan. "Tolong dipikirkan panjang risiko yang harus kita alami (ketika melakukan mudik),” pesannya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Sudah Buat Protokol Mobilitas Penduduk

Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga menjelaskan, ada tiga pilihan ketika seseorang melaksanakan mudik atau tidak. Pertama, berisiko sakit dan masuk ke rumah sakit bahkan berimplikasi pada kematian. Kedua, ketika masuk ke rumah sakit, orang tersebut tidak bisa mencari nafkah. 

Ketiga, tidak melaksanakan mudik dan tetap sehat. “Nah, kalau memilih sehat, ayo kita tidak melakukan pergerakan mudik itu. Karena risikonya sangat besar sekali,” terangnya.

Presiden UCLG ASPAC ini juga mengungkapkan, dari beberapa kasus positif COVID-19 di Surabaya, 10 persennya karena tertular setelah bepergian ke daerah yang tidak sama sekali disangka ada yang terjangkit. Namun, setelah pihaknya melakukan tracing atau pengecekan dan hasilnya positif, ternyata mobilitas orang tersebut dari sebuah kota lain.

"Jadi karena itu kita tidak ngomong di sana tidak ada (terjangkit), tapi saat bergerak itu kemungkinan risiko sangat tinggi. Ayo mari kita bersama-sama yang bijak, bukan untuk diri kita sendiri, tapi untuk keluarga kita, juga untuk teman-teman, sahabat-sahabat, dan tetangga-tetangga kita,” pungkasnya.

Sebelumnya, pada 6 April 2020, Wali Kota Risma telah mengeluarkan surat edaran (SE) tentang protokol pengendalian mobilitas penduduk. Surat edaran bernomor: 470/3674/436.7.13/2020 tersebut, ditujukan kepada Ketua RT, pengelola apartemen, pengelola country house, dan pengurus REI Jawa Timur.

Surat edaran ini berdasarkan keputusan Presiden RI nomor 11 tahun 2020 tentang penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat akibat COVID-19. Demi memutus mata rantai penyebaran COVID-19 ini, pemkot meminta para Ketua RT dan pihak pengelola itu untuk melakukan beberapa antisipasi.