Sukses

Keutamaan Salat Tarawih Hari Ke-8 Ramadan

Saat terjadi bencana corona COVID-19, dengan diterapkannya sejumlah protokol kesehatan, seperti melakukan sosial distancing, maka mengerjakan salat taraweh di masjid tidak dimungkinkan.

Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam mengisi bulan suci Ramadan dengan berbagai cara, salah satunya dengan memperbanyak ibadah sunah Salat Tarawih.

Salat Tarawih merupakan salah satu ibadah sunah yang hanya bisa dikerjakan pada bulan suci Ramadan. Biasanya umat Islam mengerjakannya secara berjamaah di masjid atau musola, meski melakukannya sendiri pun diperbolehkan.

Saat terjadi bencana corona COVID-19, dengan diterapkannya sejumlah protokol kesehatan, seperti melakukan sosial distancing, maka mengerjakan Salat Tarawih di masjid tidak dimungkinkan.

Meski demikian, salat yang dikerjakan setelah salat Isya' ini tetap bisa dikerjakan di rumah masing-masing. Bisa dengan sendiri-sendiri, ataupun berjamaah bersama keluarga di rumah.

Banyak keutamaan Salat Tarawih ini, setiap hari yang berbeda, berbeda pula pahala dan keutamaannya. Pada hari ke-8 puasa Ramadan, misalnya, pahalanya adalah seakan-akan mendapat keselamatan dari Firaun dan Haman.

Hal itu tertera dalam kitab Durratun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir al-Khaubawiyyi, yaitu: "Pada Malam yang ke tujuh yang melakukan Tarawih seakan-akan menemui Zaman Nabi Musa As dan menolongnya dari serangan Fir’aun dan Haman."

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Mengenal Kitab Durratun Nasihin

Kitab Durratun Nasihin merupakan salahs atu kitab penting dalam dunia pesantren di Indonesia. Kajian tentangnya terus dilakukan demi mengais hikmah dan kebijaksanaan dalam menjalani ibadah.

Durratun Nasihin dalam Bahasa Arab berarti mutiara para penasihat. Sesuai judulnya, kitab ini menghimpun sejumlah nasihat, peringatan, hikmah serta kisah-kisah menarik terkait kehidupan dunia dan akhirat.

Dalam pembukaan kitab ini, pengarangnya mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu ulama yang tinggal di Konstantinopel (saat ini daerah Istanbul, Turki). Tak ada keterangan mengenai tanggal kelahiran sang pengarang, namun diketahui bahwa ia meninggal pada 1824 M.

Syekh Utsman menyatakan lebih lanjut, bahwa dirinya melatari penulisan kitab ini lantaran masyarakat di tempat tinggalnya gemar dengan nasihat-nasihat. Timbullah keingan untuk menulis sebuah kitab yang berisi nasihat dan kisah-kisah.

Selain itu, dirinya juga ingin meluruskan cara orang-orang sekitar yang salah dalam menyampaikan nasihat. Maka, kitab ini juga bisa disebut sebagai sarana untuk membenarkan cara penyampaian nasihat yang keliru.