Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam selalu memendam rasa rindu untuk dapat melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadan. Salah satu bentuk ibadah dalam bulan Ramadan adalah mengerjakan Salat Tarawih.
Pada hari ke-10 bulan Ramadan ini, keutamaan salat Tarawih adalah akan mendapat kelancaran rezeki. Keterangan itu terdapat pada kitab Durratun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir al-Khaubawiyyi.
"Pada malam yang ke sepuluh Allah Swt akan memberi rizki yang lebih bagus di Dunia maupun di Akhirat bagi yang Tarawih,"Â tulis Syekh Utsman dalam kitabnya.
Advertisement
Baca Juga
Untuk menjalankan salat Tarawih ini, biasanya umat Islam mengerjakannya secara berjamaah di masjid maupun di musola. Namun, jika tidak memungkinkan karena ada bencana atau halangan tertentu, maka mengerjakannya di rumah bisa menjadi pilihan.
Cara mengerjakannya pun bisa dengan sendiri-sendiri atau berjamaah dengan anggota keluarga di rumah. Hal itu karena sesungguhnya tidak ada aturan yang mewajibkan mengerjakan salat Tarawih berjamaah.
Dengan diterapkannya protokol kesehatan di tengah wabah virus corona COVID-19 ini, mengerjakan salat Tarawih secara berjamaah di masjid dapat menimbulkan bahaya, yaitu penularan. Diketahui penularan virus corona begitu cepat dan tak pandang bulu.
Meski protokol kesehatan telah ditetapkan, umat Islam masih tetap bisa mengerjakan salat Tarawih dengan penuh hikmat di rumah masing-masing mengingat banyak keutamaan dan faidah di dalamnya.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Mengenal Kitab Durratun Nasihin
Kitab Durratun Nasihin merupakan salahs atu kitab penting dalam dunia pesantren di Indonesia. Kajian tentangnya terus dilakukan demi mengais hikmah dan kebijaksanaan dalam menjalani ibadah.
Durratun Nasihin dalam Bahasa Arab berarti mutiara para penasihat. Sesuai judulnya, kitab ini menghimpun sejumlah nasihat, peringatan, hikmah serta kisah-kisah menarik terkait kehidupan dunia dan akhirat.
Dalam pembukaan kitab ini, pengarangnya mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu ulama yang tinggal di Konstantinopel. Tak ada keterangan mengenai tanggal kelahiran sang pengarang, namun diketahui bahwa ia meninggal pada 1824 M.
Syekh Utsman menyatakan lebih lanjut, bahwa dirinya melatari penulisan kitab ini lantaran masyarakat di tempat tinggalnya gemar dengan nasihat-nasihat. Timbullah keingan untuk menulis sebuah kitab yang berisi nasihat dan kisah-kisah.
Selain itu, dirinya juga ingin meluruskan cara orang-orang sekitar yang salah dalam menyampaikan nasihat. Maka, kitab ini juga bisa disebut sebagai sarana untuk membenarkan cara penyampaian nasihat yang keliru.
Advertisement