Sukses

Pahala Salat Tarawih Hari Ke-11 Menghapus Dosa saat Ajal Tiba

Masjid menjadi pilihan utama dalam mengerjakan salat Tarawih. Namun, jika tidak memungkinkan karena ada bencana atau halangan tertentu, maka mengerjakannya di rumah bisa menjadi pilihan.

Liputan6.com, Jakarta Salah satu ibadah yang disunahkan dan hanya ada dalam bulan suci Ramadan adalah ibadah Salat Tarawih. Ibadah yang dinanti ini menjadi ritual yang dinanti usai menyantap Salat Isya.

Pada hari ke-10 bulan Ramadan ini, keutamaan Salat Tarawih adalah akan dihapus dosa-dosanya ketika ajal menjemput. Keterangan itu terdapat pada kitab Durratun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir al-Khaubawiyyi.

"Pada malam yang kesebelas orang yang mengerjakan salat Tarawih kelak ia akan keluar dari dunia (mati) seperti hari dimana ia baru dilahirkan dari perut Ibunya," tulis Syekh Utsman dalam kitabnya.

Masjid menjadi pilihan utama dalam mengerjakan salat Tarawih. Namun, jika tidak memungkinkan karena ada bencana atau halangan tertentu, maka mengerjakannya di rumah bisa menjadi pilihan.

Cara mengerjakannya pun bisa dengan sendiri-sendiri atau berjamaah dengan anggota keluarga di rumah. Hal itu karena sesungguhnya tidak ada aturan yang mewajibkan mengerjakan salat Tarawih berjamaah.

Dengan diterapkannya protokol kesehatan di tengah wabah virus corona COVID-19 ini, mengerjakan salat Tarawih secara berjamaah di masjid dapat menimbulkan bahaya, yaitu penularan. Diketahui penularan virus corona begitu cepat dan tak pandang bulu.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Mengenal Kitab Durratun Nasihin

Kitab Durratun Nasihin merupakan salah satu kitab penting dalam dunia pesantren di Indonesia. Kajian tentangnya terus dilakukan demi mengais hikmah dan kebijaksanaan dalam menjalani ibadah.

Durratun Nasihin dalam Bahasa Arab berarti mutiara para penasihat. Sesuai judulnya, kitab ini menghimpun sejumlah nasihat, peringatan, hikmah serta kisah-kisah menarik terkait kehidupan dunia dan akhirat.

Dalam pembukaan kitab ini, pengarangnya mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu ulama yang tinggal di Konstantinopel. Tak ada keterangan mengenai tanggal kelahiran sang pengarang, namun diketahui bahwa ia meninggal pada 1824 M.

Syekh Utsman menyatakan lebih lanjut, bahwa dirinya melatari penulisan kitab ini lantaran masyarakat di tempat tinggalnya gemar dengan nasihat-nasihat. Timbullah niat untuk menulis sebuah kitab yang berisi nasihat dan kisah-kisah.

Selain itu, dirinya juga ingin meluruskan cara orang-orang sekitar yang salah dalam menyampaikan nasihat. Maka, kitab ini juga bisa disebut sebagai sarana untuk membenarkan cara penyampaian nasihat yang keliru.