Sukses

Robot RAISA Generasi Ketiga Siap Layani Pasien Corona COVID-19

Robot generasi terbaru RAISA dilengkapi sejumlah fitur baru, yang siap bekerja di ruang Intensive Care Unit (ICU) dan High Care Unit (HCU).

Liputan6.com, Jakarta - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya meluncurkan robot generasi terbaru untuk menggantikan tenaga medis dalam menangani pasien COVID-19 yang dinamakan "RAISA" (Robot Medical Assistant ITS-Airlangga), Jumat, 8 Mei 2020.

Rektor ITS, Surabaya, Prof Mochamad Ashari mengatakan, institusinya telah menambahkan berbagai fitur pada robot generasi terbaru RAISA yang akan bekerja pada ruang Intensive Care Unit (ICU) dan High Care Unit (HCU) tersebut.

"Robot ini memiliki karakteristik teknis yang disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing ruangan," katanya.

Ruang ICU berisi pasien yang berada dalam keadaan pasif sampai tidak sadarkan diri, sehingga RAISA yang bekerja di ruang ICU akan berfokus pada pengamatan dan monitor kondisi vital pasien, dilansir dari Antara.

Sedangkan di ruang HCU, tempat pasien masih bisa berinteraksi dengan robot, RAISA memiliki fitur komunikasi seperti sebelumnya dan fitur tambahan untuk melakukan sensor denyut jantung, infus, dan saturasi oksigen.

Salah satu tim peneliti RAISA, Rudy Dikairono ST MT, melanjutkan bahwa untuk RAISA ICU fitur kamera yang sebelumnya sudah ada digantikan dengan kamera yang memiliki resolusi lebih tinggi guna memantau kondisi pasien secara langsung. Kamera ini memiliki fitur Pan-tilt-zoom (PTZ) yang memungkinkannya untuk berputar 360 derajat seperti kamera surveillance.

"Kamera ini kami beli kemudian dimodifikasi penempatan dan kontrolnya agar bisa terhubung ke joystick yang ada di ruang operator," ujarnya di Surabaya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Sensor Suhu dan Kadar Oksigen

Sedangkan untuk ruang HCU, RAISA ditambahkan beberapa sensor untuk suhu dan kadar oksigen. Sensor ini sudah menggunakan IoT (internet of things) dan akan dibuatkan database di server, sehingga masing-masing pasien memiliki datanya tersendiri.

Kedua RAISA ini juga memiliki proximity sensor (sensor jarak) yang akan mendeteksi benda yang menghambat atau menghalangi jalannya robot. Jika ada halangan, RAISA akan memberikan peringatan suara dan akan ada juga peringatan di layar monitor operator.

"Sensor ini bisa mendeteksi sampai jarak tiga meter, namun akan berhenti jika hambatan berjarak 50-75 centimeter," kata dosen Teknik Elektro ini.

Selain itu, Rudy dan timnya mengembangkan pintu otomatis yang akan membukakan jalan kepada RAISA. Ruang isolasi terbagi menjadi tiga ruangan yaitu ruang bersih, ruang antara, dan ruang infeksi.

Pintu otomatis akan dipasang untuk menghubungkan ruang antara dengan ruang infeksi, di mana pasien dirawat.

"Pintu yang awalnya manual akan dimodifikasi, sehingga pintu bisa dibukakan melalui ruang operator, dan sudah terintegrasi dengan software robot," ucapnya.

 

3 dari 3 halaman

Fungsi Fitur Tambahan

Direktur Utama RSUA Prof dr Nasronudin menyatakan, fitur-fitur tambahan ini sangat membantu para tenaga medis dalam menjalankan tugasnya.

"Dengan adanya fitur ini, di ruang ICU kita bisa mengamati denyut jantung, jenis infus, jumlah tetesan infus, produksi urin, dan saturasi oksigen. Di ruang HCU kita juga bisa mengukur suhu pasien, juga bisa berinteraksi dengan pasien," ujarnya.

Prof Nasron menyatakan rasa syukurnya atas apa yang telah dicapai dari kolaborasi antara ITS dengan RSUA. Dengan adanya RAISA, maka interaksi antara tenaga medis dengan pasien secara langsung akan berkurang sehingga menurunkan risiko tertular COVID-19.

"Selain bisa membantu tenaga medis dalam bekerja, kita juga bisa mengurangi kebutuhan APD yang jumlahnya terbatas, pasien juga bisa lebih banyak beristirahat sehingga mengurangi stres dan mempercepat proses penyembuhan," tuturnya.

Untuk ke depannya, Prof Nasron berharap teknologi modern karya anak bangsa seperti robot pembantu tenaga medis ini bisa dilakukan produksi nasional, dan digunakan di berbagai rumah sakit di Indonesia.

"Sehingga kita bisa mengurangi impor teknologi dari luar negeri, dan juga para tenaga medis bisa bekerja dengan aman," tuturnya.