Sukses

Tarawih Hari Ke-18, Ridlo Allah untuk Orangtua

Pada hari ke-18 bulan Ramadan ini, keutamaan Salat Tarawih adalah mendapat ridho dari Allah untukmu dan kedua orangtua.

Liputan6.com, Jakarta - Salah Tarawih adalah salah satu ibadah khas saat Ramadan. Ramadan merupakan bulan suci yang dinanti kedatangannya. Di dalamnya terdapat sejumlah keutamaan di antaranya adalah mengerjakan Salat Tarawih.

Pada hari ke-18 bulan Ramadan ini, keutamaan Salat Tarawih adalah mendapat ridho dari Allah untukmu dan kedua orang tua. Keterangan itu termaktub dalam kitab Durratun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir al-Khaubawiyyi.

وفى الليلة الثامنة عشر نادى ملك ياعبد الله ان الله رضى عنك وعن والديك

"Pada malam yang kedelapanbelas malaikat telah berseru (pada orang yang Tarawih), 'Wahai hamba Allah SWT, sesungguhnya Allah telah meridhoimu dan kedua orang tuamu'," tulis Syekh Utsman dalam kitabnya.

Masjid menjadi pilihan utama dalam mengerjakan Salat Tarawih. Namun, jika tidak memungkinkan karena ada bencana atau halangan tertentu, maka mengerjakannya di rumah juga diperbolehkan.

Seturut protokol kesehatan di tengah wabah virus corona COVID-19 ini, mengerjakan salat Tarawih secara berjamaah di masjid dapat menimbulkan bahaya, yaitu penularan. Penularan virus corona begitu cepat dimungkinkan melalui cipratan doplet antar-manusia.

Salat Tarawih bisa dikerjakan sendiri-sendiri atau berjamaah dengan anggota keluarga di rumah. Pada dasarnya tidak ada aturan yang mewajibkan mengerjakan Salat Tarawih berjamaah.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Mengenal Kitab Durratun Nasihin

Kitab Durratun Nasihin merupakan salah satu kitab penting dalam dunia pesantren di Indonesia. Kajian tentangnya terus dilakukan demi mencecap hikmah dan kebijaksanaan dalam menjalani ibadah.

Durratun Nasihin dalam Bahasa Arab berarti mutiara para penasihat. Sesuai judulnya, kitab ini menghimpun sejumlah nasihat, peringatan, hikmah serta kisah-kisah menarik terkait kehidupan dunia dan akhirat.

Dalam pembukaan kitab ini, pengarangnya mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu ulama yang tinggal di Konstantinopel. Tak ada keterangan mengenai tanggal kelahiran sang pengarang, namun diketahui bahwa ia meninggal pada 1824 M.

Syekh Utsman menyatakan bahwa dia melatari penulisan kitab ini lantaran masyarakat di tempat tinggalnya gemar dengan nasihat-nasihat. Timbul niat untuk menulis sebuah kitab yang berisi nasihat dan kisah-kisah.

Selain itu, dia juga ingin meluruskan cara orang-orang sekitar yang salah dalam menyampaikan nasihat. Maka, kitab ini juga bisa disebut sebagai sarana untuk membenarkan cara penyampaian nasihat yang keliru.