Sukses

Wali Kota Risma Sebut Ada 16 Klaster di Surabaya

Pemkot Surabaya menyebutkan, 16 klaster antara lain dari klaster luar negeri, area publik, asrama dan lainnya.

Liputan6.com, Surabaya - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) beserta jajaran terus melakukan tracing atau pelacakan untuk menemukan warga yang terkonfirmasi Covid-19. Hal ini untuk melindungi keselamatan dan kesehatan warga Surabaya. Terhitung hingga saat ini terdapat 16 klaster COVID-19 yang ada di Kota Pahlawan.

Jumlah 16 klaster di Surabaya tersebut, pertama dari klaster luar negeri. Kedua, area publik sebanyak sembilan, ketiga klaster Jakarta, dan tempat kerja berjumlah tiga. Kemudian, dari klaster seminar dan pelatihan ada dua, serta perkantoran berjumlah dua dan asrama.

Risma mengatakan ketika ada warga yang positif, belum tentu orang tersebut masuk dalam kategori klaster baru. Ia mencontohkan, misalnya klaster dari luar negeri.

Dari klaster luar negeri itu, petugas akan terus menelusuri kontak orang tersebut dengan siapa saja. Nah, jika dalam penelusuran itu ditemukan ada yang terkonfirmasi, orang tersebut menjadi satu bagian dengan klaster luar negeri.

"Seperti yang terjadi di PT HM Sampoerna itu bukan klaster baru,” kata Wali Kota Risma saat menggelar konferensi pers di Halaman Balai Kota Surabaya, Minggu (10/5/2020).

Dari 16 klaster itu, wali kota perempuan pertama di Surabaya itu merinci, jumlah pasien terbaru per 9 Mei 2020. Pertama, orang dalam pemantauan (ODP) dengan total 2.957, terdiri dari 153 rawat inap dan 587 rawat jalan. Kemudian yang sudah selesai dipantau sebanyak 2.217.

"Kalau pasien dalam pengawasan (PDP) berjumlah 1.540 dari situ terbagi rawat jalan 273 dan rawat inap 663. Sudah terpantau 601 dan meninggal 3 orang," terangnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Pasien Terkonfirmasi COVID-19

Sementara itu, pasien yang terkonfirmasi COVID-19 jumlahnya mencapai 667 pasien. Dari angka tersebut, 343 di antaranya tengah dirawat inap dan 144 orang rawat jalan. Sedangkan pasien sembuh mencapai 100 orang. “Kemudian yang meninggal jumlahnya 80 orang,” jelasnya.

Dari semua itu, kata Risma, orang dalam risiko (ODR) totalnya 4.818, terdiri dari 210 masih dipantau, selesai dipantau 4.548, Penduduk Migran Indonesia (PMI) selesai dipantau 11 orang dan PMI masih dipantau 49. Kemudian, PMI dalam pantauan jumlahnya 49.

"Kita telusuri terus. Misal si A ini kemana, A berjabat tangan dengan B, lalu kemana lagi itu terus kita cari. Makanya ada jumlah 4.818 itu. Kita terus awasi,” ungkap dia.

Saat kejadian itu, Risma menegaskan, sebetulnya pada waktu itu jumlahnya masih sekitar 4 ribuan. Namun, lantaran terhambat alat, maka sulit dipisahkan dengan anggota keluarganya.

"Sekarang ini sudah bisa. Kemarin kita tes swab 1.083 orang di tes swab. Di situ kita langsung bisa pisahkan yang positif dan negatif,” pungkasnya.