Liputan6.com, Jakarta - Penerapan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan protokol kesehatan selama ini berlangsung tidak efektif.
Pakar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo menilai, hal itu seiring tidak disiplinnya masyarakat dan longgarnya aturan menunjukkan kelemahan ikhtiar pencegahan Corona COVID-19.
"Perkembangan laju penambahan orang terpapar COVID-19 sungguh memprihatinkan. Penerapan PSBB dan protokol kesehatan selama ini berlangsung tidak efektif,” ujar Suko dalam keterangan tertulis, Senin (25/5/2020).
Advertisement
Baca Juga
Ia menuturkan, selama ini, para petugas lapangan mulai dari polisi, satpol pp, relawan telah bekerja keras menghadapi masyarakat dengan situasi sosial yang rumit. Selain itu juga tenaga medis telah habis-habisan bertarung menangangani pasien.
"Tetapi akan sia-sia apa yang petugas lapangan dan petugas medis lakukan, jika kebijakan PSBB dan protokol kesehatan tidak dijalankan secara komprehensif,” kata dia.
Suko menilai, kurangnya efektif PSBB dan protokol kesehatan karena selama ini kebijakan penanganan kurang memperhatikan ilmu pengetahuan.
"Bukan saja ilmu kesehatan, tetapi juga ilmu pengetahuan lainnya seperti ilmu sosial, ilmu hukum, psikologi dan lain-lain. Pendek kata, kebijakan ini kurang menyertakan dasar ilmiah yang memadai,” tutur dia.
Ia menambahkan, kalangan sains dan ilmuwan tidak dilibat secara penuh. Demikian juga, aktivis sosial yang punya pengalaman dalam menangani problem sosial tidak dilibatkan.
"Pemerintah cenderung sibuk dengan problem administratif, dan berselebrasi. Kebingungan mencari “permisif” dan mencari pembenar secara sepihak,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Harus Belajar dan Evaluasi Bersama
Oleh karena itu, Suko menilai semua harus belajar dan mengevaluasi bersama atas ketidak-efektifan penerapan kebijakan PSBB di berbagai daerah dan penerapan protokol kesehatan. "Kita tak perlu malu untuk memperbaiki,” ujar dia.
Oleh karena itu, menurut Suko, jika kondisi mau cepat membaik, perlu pelibatan sungguh-sungguh elemen di luar pemerintahan.
"Demikian juga, kalangan politisi mestinya juga diminta memberi masukan berdasarkan aspirasi masyarakat. Jika pendekatan penanganan PSBB dan protokol kesehatan ini tak segera diubah, maka bisa diperkirakan hasilnya tak maksimal,” ujar dia.
Sebelumnya, berdasarkan data jatimpemprov, pasien positif Corona COVID-19 masih menunjukkan penambahan hingga 24 Mei 2020 di Jawa Timur (Jatim). Tercatat ada tambahan 74 kasus baru Corona COVID-19 sehingga total menjadi 3.642 orang hingga Minggu, 24 Mei 2020.
Mengutip instagram @jatimpemprov, Minggu, 24 Mei 2020, total pasien positif Corona COVID-19 mencapai 3.642 orang dengan rincian ada tambahan pasien sembuh sebanyak 24 orang menjadi 489 orang. Kemudian jumlah pasien meninggal bertambah sembilan orang menjadi 294 orang.
Sementara itu, pasien dalam pengawasan (PDP) terkait Corona COVID-19 mencapai 5.682 orang. Rincian antara lain dalam pengawasan 2.628 dan selesai pengawasan sebanyak 2.508. Sedangkan orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 23.635 dengan rincian dipantau sebanyak 4.079,dan selesai dipantau ada 19.463 orang.
Advertisement