Sukses

PSBB Surabaya Raya Berakhir, Pemerintah Harus Jamin Warga Disiplin Terapkan Protokol Kesehatan

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Djazuly Chalidyanto menuturkan, PSBB berakhir bukan berarti COVID-19 sudah tidak ada.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya di Gresik, Sidoarjo dan Surabaya tahap tiga berakhir 8 Juni 2020. Tiga kepala daerah masing-masing di Surabaya Raya menyepakati tidak memperpanjang PSBB.

"Bukan provinsi yang mengambil keputusan, ingat nulisnya jangan salah. Kabupaten mau pun kota sudah mengambil langkah PSBB tidak dilanjutkan,” ujar Sekdaprov Jatim yang juga menjabat Koordinator PSBB Jatim, Heru Tjahjono, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin malam, 8 Juni 2020.

Lebih lanjut ia menuturkan, ada masa yang harus dilakukan yaitu masa transisi yang akan ada di peraturan wali kota dan peraturan bupati.

"Besok kita ketemu lagi untuk memfix-kan perwali dan perbup dengan isi yang lebih teknis. Tapi di dalamnya ada masa transisi. Jadi intinya masuk masa trandisi dan berapa harinya adalah 14 hari,” kata dia.

Terkait berakhirnya PSBB Surabaya Raya, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Djazuly Chalidyanto menuturkan, PSBB berakhir bukan berarti COVID-19 sudah tidak ada. Saat ini, ia menuturkan virus corona baru (Sars-CoV-2) yang menyebabkan COVID-19 sangat dekat dengan kehidupan.

"Prinsipnya selama COVID-19 ini ada, tidak boleh ada pelonggaran terutama penggunaan masker, jaga jarak dan cuci tangan. Lengah sedikit kita, akibatnya fatal," ujar Djazuly saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat, ditulis Selasa (9/6/2020).

Oleh karena itu, menurut Djazuly, PSBB berakhir harus diikuti dengan risk communication atau risiko komunikasi yang baik dan instrumen serta fasilitas untuk masyarakat menerapkan physical distancing atau jaga jarak fisik dan social distancing dengan baik dan benar.

Risk communication tersebut bisa dilakukan dengan SMS blast, poster, baliho, radio, televisi dan media sosial. Djazuly mengatakan, pesan harus baik dan benar serta tidak membingungkan.

Lebih lanjut ia menuturkan, pemerintah kota dan kabupaten harus menyiapkan instrumen dan fasilitas yang baik untuk masyarakat agar bisa melakukan physical distancing dan social distancing. Instrumen tersebut agar masyarakat memakai masker, membagikan masker, menyediakan tempat cuci tangan di tempat umum.

Dipastikan juga fasilitas umum memungkinkan untuk terjadi jaga jarak. Ia menilai, akan lebih baik kalau mengawasi lebih ketat dari saat PSBB.

"Pengawasan oleh pemerintah dan aparat mulai dari Satpol PP, polisi dan TNI, hingga level paling bawah RW dan RT. Kalau di tempat kerja, pengawasan oleh pemilik tempat kerja, ” kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Pemerintah Mesti Jamin Penerapan Jaga Jarak hingga Hindari Kerumunan

Dengan PSBB tidak diperpanjang, Djazuly menilai, hal itu tidak menjadi masalah asalkan pemerintah daerah bisa menjamin penerapan jaga jarak fisik dan hindari kerumunan atau social distancing dengan baik sesuai protokol yang ada baik di permukiman, tempat kerja dan tempat umum seperti pasar.

"Pemerintah harus jamin masyarakat bisa disiplin dalam menerapkan physical distancing dan social distancing,” kata dia.

Ia menuturkan, pemerintah harus memastikan jaga jarak dapat dilakukan dengan baik di tempat umum seperti di pasar dan terminal. Ia yakin, kalau bakal ada kebijakan dalam bentuk peraturan wali kota dan peraturan bupati untuk dapat memastikan masyarakat menerapkan jaga jarak dan hindari kerumunan dengan baik.

"Tapi value-nya adalah bagaimana membatasi dan mengatur pergerakan masyarakat agar tidak menularkan penyakit COVID-19 dan masyarakat tidak tertular,” kata dia.