Sukses

Kronologi hingga Penetapan Tersangka Jemput Paksa Jenazah Pasien COVID-19

Berikut kronologi hingga penetapan tersangka terkait penjemputan paksa jenazah pasien COVID-19 di RS Paru Surabaya

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Soetomo Surabaya Joni Wahyudi menerima laporan dari dikrektur Rumah Sakit Paru Karang Tembok, Kecamatan Semampir Surabaya terkait penjemputan paksa jenazah pasien virus corona COVID-19.

"Pihak rumah sakit ingin mengklarifikasi dan menyampaikan apa adanya. Sebetulnya pasien ini sudah dirawat oleh dokter anastesi dengan upaya maksimal, kemudian pada waktu subuh, 4 Juni kemarin, pasien meninggal dunia," tutur dia dalam konferensi pers live streaming di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa malam, 9 Juni 2020.

Kematian pasien tersebut sudah dilaporkan oleh dokter RSUD, keluarga juga sudah dihubungi tapi tidak sambung dan sudah dilakukan perawatan jenazah sesuai protokol Corona COVID-19, sekitar pukul 06.00 WIB, walaupun pihak keluarga belum ada.

"Kemudian perawat shif malam terus mencoba menghubungi keluarga, kemudian pukul 7.30 WIB, kepala ruangan RSUD menghubungi keluarga lewat handphone sampai lima kali tapi masih juga tidak diangkat," ucap Joni. 

"RSUD menelpon ke 120 untuk menghubungi keluarga tapi juga tidak terjawab. Sampai jam delapan lewat, terhubung ke keluarga dan siap menuju ke rumah sakit," ia menambahkan.

Selanjutnya, keluarga pasien di ruang anastesi dijelaskan oleh dokter jaga terkait meninggalnya pasien tersebut. Keluarga kemudian izin berunding dengan keluarga yang lain, sampai pukul 8.30 WIB. 

"Jadi mulai jam lima meninggalnya. Kemudian jam sembilan ada dua orang dari keluarga pasien yang meminta masuk untuk memastikan bahwa yang meninggal itu ibunya," ujar Joni. 

Kemudian petugas menyiapkan APD untuk keluarga tersebut. Keluarga masuk melihat jenazah dengan menggunakan APD, tapi jenazah sudah dibungkus plastik. 

"Setelah keluarga melihat, petugas melakukan melakukan perawatan jenazah kembali sesuai dengan protokol COVID-19. Kemudian yang melihat jenazah itu juga berunding lagi dengan keluarga yang lain," ucap Joni. 

Selanjutnya, sekitar pukul 11.00 WIB, sekitar 10 sampai 11 orang menuju lantai empat ruang isolasi jenazah dan membawa paksa jenazah beserta tempat tidur. 

"Jam 11.05 WIB, petugas lapor ke direktur bahwa keluarga pasien membawa paksa jenazah. Selanjutnya melapor ke security supaya keluarga membawa jenazah dihentikan," ujar Joni. 

"Dan ini juga sudah dilaporkan ke kepolisian, Babinkamtibmas bahwa pasien atau jenazah tersebut adalah pasien COVID-19, yang sebelumnya dirawat di Rumah Sakit PHC Surabaya, hasil PCRnya positif," ucap Joni. 

Sesuai aturan pemerintah, pasien tersebut harus dimakamkan dengan protokol COVID-19 tetapi karena pihak keluarga bersikeras, petugas rumah sakit tak dapat berbuat banyak.

"Tiba-tiba ada sekelompok dari keluarga pasien itu menerobos masuk ke dalam ruang isolasi khusus kami, dan dengan mengancam petugas membawa keluar paksa jenazah," ungkap drg Dyah Retno, Direktur Rumah Sakit Paru, Surabaya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut

2 dari 3 halaman

Penyelidikan

Selanjutnya, Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) bersama Polres Tanjung Perak Surabaya memeriksa saksi di Rumah Sakit (RS) Paru Karang Tembok, Kecamatan Semampir, Surabaya, Jawa Timur.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menyampaikan, kejadian 5 Juni 2020 di RS Paru Surabaya, wilayah Polres Tanjung Perak Surabaya, videonya viral, dan benar.

"Untuk langkah-langkah, sebenarnya begini, kita sudah melakukan upaya preemptive dan juga preventif, dan penegakan hukum adalah hal yang paling akhir," kata dia, Rabu, 10 Juni 2020.

Truno mengatakan, ini perlu diedukasi juga kepada masyarakat untuk menghadapi new normal.  Sebelum ada Corona COVID-19 memang masyarakat bisa merawat jenazah keluarganya dengan cara pemakaman sesuai dengan norma agama.

"Namun, sejauh ini juga harus diikuti, ada suatu ketentuan terkait dengan protokol kesehatan dan juga protokol pemulasaran jenazah korban COVID-19," ucapnya.

Truno menegaskan, Kapolda Jatim Irjen Pol Fadil Imran menyatakan bahwasanya proses penegakan hukum adalah yang terakhir. "Yang terakhir artinya adalah dilakukan secara humanis dan solutif," ujarnya.

Truno menjelaskan, solutif yang dimaksudkan adalah tetap melakukan proses penegakan hukum agar ini menjadi efek deteren, efek deteran tidak didapat dari proses penegakan hukum saja tapi dari preemptif dan juga preventif, edukasi dan sosialisasi.

"Untuk upaya preventif, khususnya Polda Jatim siap menerima pengawalan untuk jenazah pemulasaran," ucapnya.

Truno kembali menegaskan, dalam proses di RS Paru Surabaya ini, Direktorat Reserse Kriminal Umum mendukung kepada Polres Tanjung Perak Surabaya

"Saat ini kami sedang melakukan penyelidikan di antaranya pemeriksaan saksi yang ada di rumah sakit Paru Surabaya. Artinya ini proses untuk melindungi masyarakat yang lainnya maupun keluarganya dan dirinya," ujar dia.

 

3 dari 3 halaman

Tetapkan 4 Tersangka

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Mohammad Fadil Imran membenarkan tentang anggotanya yang telah menangkap empat tersangka pembawa paksa jenazah COVID-19 di Rumah Sakit (RS) Paru Karang Tembok, Kecamatan Semampir, Surabaya. 

Fadil menyampaikan, dari pemanggilan saksi dari RS Paru Surabaya yang sudah dilakukan pada Kamis, 11 Juni 2020 , Ditreskrimum Polda Jatim akhirnya menetapkan empat tersangka. 

"Iya benar Polda Jatim sudah menahan dan menetapkan empat tersangka atas kejadian tersebut. Langkah ini diambil sebagai tindakan tegas Polri dari sisi hukum yang terjadi," ujarnya, Jumat (12/6/2020). 

Keempat tersangka tersebut merupakan anak dari almarhum yang jenazahnya dibawa paksa. Mereka adalah MI (28), MA (25), MK (23) dan MB pamungkas (22). Semuanya warga Kecamatan Semampir, Surabaya, Jawa Timur.

Belajar dari kasus ini, lanjut Fadil, fungsi Polri khususnya Polda Jatim melakukan tindakan tegas terukur atau penegakan hukum dan memberikan perlindungan secara humanis. 

"Kami juga mengedepankan preventif justice serta melakukan pembantaran terhadap empat tersangka untuk dilakukan isolasi di rumah sakit karantina," ucap Fadil. 

Fadil mengungkapkan, pembantaran tersebut dilakukan karena keempat tersangka diduga menjadi Orang Dalam Risiko (ODR) karena telah terjadi kontak fisik dengan jenazah COVID-19. 

"Pembantaran ini demi memberikan perlindungan kesehatannya maupun bagi keluarga lainnya serta masyarakat lain lebih luas lagi," ujarnya. 

Keempat tersangka akan dijerat dengan Undang-Undang wabah penyakit, Undang-Undang Karantina dan KUHP pasal 214 dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara.Â