Sukses

Orang Kanada Kaget Tahu ada Glenmore di Banyuwangi

Glenmore di Banyuwangi jadi favorit wisatawan asing terutama dari Eropa.

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena ada daerah bernama Glenmore di Banyuwangi, Jawa Timur sempat membuat kaget seorang guru bahasa Inggris dari Kanada. Namanya Elizabeth, akrab disapa Lizzy.

Seperti dikutip dari buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa, bersama sahabatnya dari Indonesia, Eddy Roesdiono, dia berangkat dari Surabaya menuju Bali lewat jalur tengah menggunakan mobil. Setiba di Glenmore, Lizzy minta mobilnya berhenti sejenak.

Lizzy terkejut melihat banyak papan nama dengan tulisan Glenmore. Lalu dia bertanya ke pemandunya tentang daerah ini.

Setelah dijelaskan, Lizzy merasa terkejut sekali. Maklum, kota tempat tinggalnya di Nova Scotia di Kanada juga bernama Glenmore. “Aneh ya ada kota di Jawa Timur pakai nama Eropa,” kata Lizzya.

Peristiwa pada pertengahan 2009 itu ditulis oleh Eddy Roesdiono di sebuah forum warga. Peristiwa ini memang kebetulan yang unik.

Ya, jarak antara Glenmore di Kanada dan Glenmore di Banyuwangi sekitar 13.000 kilometer. Kalau terbang dengan pesawat dari Surabaya menuju Toronto, Kanada kita membutuhkan waktu sekitar 23 jam.

Pengalaman sebaliknya justru dialami Muhamad Idris. Dia asli Glenmore, Banyuwangi. Setelah menikah, dia menetap di Victoria, Australia.

“Saya kaget ketika tahu ada Glenmore di Victoria,” ujar dia.

Dia sudah bolak-balik mengunjungi Glenmore di Victoria. “Banyak miripnya dengan Glenmore kampung halaman saya,” katanya.

Seperti warga Glenmore kebanyakan, dia merasa bangga kampung halamannya punya kembaran nama di luar negeri. Apalagi setelah memahami sejarah di balik nama daerah ini di buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa.

 

Saksikan Video Pilihan Ini

2 dari 3 halaman

Peninggalan Kuno Glenmore

Sebagai daerah yang dirancang menjadi kota penting pada masa kolonial Belanda, Glenmore memiliki banyak peninggalan bernilai sejarah. Selain pabrik pengolahan karet yang dibangun pada 1910, ada juga sarengan.

Ini pipa air sepanjang 1 kilometer untuk menggerakkan turbin. Proyek ini dikerjakan oleh Firma Carl Schlieper Surabaya pada 1920. Ada lagi ketel uap buatan Ruston Proctor & CL Lincoln, Inggris tahun 1920 untuk penggerak turbin pengolahan karet dan kakao.

“Di luar soal perkebunan banyak destinasi wisata sejarah di sini,” kata Arif Firmansyah, penulis buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa. 

Beberapa destinasi bersejarah cukup menarik. Salah satunya Rumah Sakit Bhakti Husada. Awalnya klinik bernama Ziekenhuis Krikilan untuk pekerja perkebunan. Klinik ini mengoperasikan alat rontgen merek Philips buatan Jerman pada 1920 sejak pertengahan 1920-an. Klinik ini menjadi rumah sakit paling modern di masanya.

“Alat ini masih ada sampai sekarang,” ujar dia.

Ini yang menjadikan Glenmore punya daya tarik menjadi destinasi sejarah bagi wisatawan mancanegara. Bagi wisatawan Eropa, datang ke Glenmore bukan cuma melihat bangunan bersejarah yang bisa jadi ada hubungan dengan keluarga mereka.

"Ada yang ingin merasakan Glenmore dalam versi Asia,” kata Arif.

Bagi mereka, nama Glenmore tidak terlalu asing karena ada sejumah daerah di Eropa dengan nama yang sama. Namun, karena ada Glenmore yang lainnya di ujung pulau Jawa, mereka ingin berkunjung dan melihat langsung situasinya. Ternyata mereka menemukan banyak kesamaan antara Glenmore di Eropa dan di Jawa ini.

"Terutama area perkebunannya,” ujar dia.

 

3 dari 3 halaman

Turis Eropa di Glenmore

Sebelum industri pariwisata di Banyuwangi, Jawa Timur berkembang pesat seperti 10 tahun ini, Glenmore memiliki tempat tersendiri di mata wisatawan asing, terutama dari Eropa.

Satu-satunya kecamatan dengan nama asing di Indonesia ini jadi destinasi favorit pelancong dari Belanda, Inggris, Skotlandia, Irlandia, Wales, Jerman, dan sebagian Amerika serta Australia.

"Masa kecil saya di awal 1980-an, sudah biasa melihat turis asing berbelanja di pasar dan berinteraksi dengan masyarakat Glenmore,” kata Arif Firmansyah.

Turis asing biasanya datang berkelompok, minimal lima orang. Ada tempat tertentu yang selalu mereka kunjungi antara lain pabrik pengolahan karet, kopi, dan kakao di Perkebunan Glenmore.

Kadang mereka mampir ke Stasiun Glenmore, rumah bekas kantor administratur pemerintahan Hindia Belanda, dan beberapa bangunan kuno peninggalan Belanda. Kalau ke pasar mereka suka belanja barang dari anyaman bambu seperti besek, lasa, caping, dan cikrak.

"Zaman itu tidak ada yang menjual souvenir,” katanya.

Tradisi wisatawan Eropa ini masih berlangsung sampai sekarang. Kunjungan ke Glenmore ini dikemas dalam paket perjalanan wisata.

Destinasi favorit mereka adalah Perkebunan Glenmore yang menyimpan cerita awal kedatangan investor Eropa ke daerah ini. Rata-sata seminggu dua sampai tiga kali mereka datang.

"Mereka tahu cerita tentang Glenmore dari leluhur yang pernah bertugas di sini,” kata Iqbal Fardian, penulis buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa yang sering diminta memandu turis asing ini.