Liputan6.com, Surabaya - Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) dan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga angkat bicara terkait aksi blusukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) ke kampung-kampung di Kecamatan Tandes, Surabaya, Jawa Timur.Â
Risma bahkan menegur dan memberi sanksi sosial berupa push up kepada masyarakat yang belum patuh protokol kesehatan atau yang tidak memakai masker.Â
"Pemkot Surabaya semakin gencar melakukan kampanye protokol pencegahan COVID-19. Bahkan, langkah tersebut langsung dipimpin Wali Kota Tri Rismaharini. Operasi gabungan rutin tiap hari digelar menyasar berbagai tempat, terutama yang menjadi sasaran berkumpulnya warga. Kampanye protokol pencegahan itu merupakan langkah yang tepat," kata Estiningtyas Nugraheni, SKM. MARS Pengurus Pusat (PP) Persakmi, Rabu (8/7/2020).
Advertisement
Baca Juga
Esti menambahkan, protokol pencegahan juga sangat berperan untuk mengendalikan jumlah kontak terhadap virus. Pengendalian terhadap jumlah kontak dapat dilakukan dengan beberapa upaya. Salah satu upaya terpenting adalah kepatuhan dan kedisplinan dalam menjalani protokol cegah COVID-19.Â
"Protokol cegah COVID-19 yang direkomendasikan WHO dan Gugus Tugas adalah pemakaian masker dengan benar, rajin cuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak minimal 1,5 – 2 meter. Sehingga kampanye protokol cegah COVID yang dilakukan Pemkot Surabaya tentu menjadi bagian penting dalam mengendalikan jumlah kontak virus," paparnya.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Mengendalikan COVID-19
Ketua IKA FKM Unair ini mengatakan, dalam penanganan dan pengendalian COVID-19 dikenal dengan Rt (bilangan reproduksi). Penanganan COVID-19 dianggap berhasil jika bilangan reproduksi kurang dari 1.
Prinsip bagaimana agar bilangan reproduksi menjadi di bawah angka 1, adalah dengan mengendalikan tiga  aspek penting yaitu laju infeksi, periode infeksi, dan jumlah kontak terhadap virus.Â
Laju infeksi lebih pada karakteristik virus, yang sulit dimanipulasi. Sementara periode infeksi dapat dikendalikan dengan prinsip dasar 3T dan I, yaitu testing yang agresif, pelaksanaan tracing yang masif, perawatan yang adekuat (treatment) dan isolasi.Â
"Semakin Pemkot Surabaya dapat melakukan 3T dan I, maka dapat mengendalikan periode infeksi dengan baik. Perawatan yang adekuat salah satunya adalah pentingnya perhatian Pemkot Surabaya terhadap tenaga kesehatan, antara lain ketersediaan alat pelindung diri (APD), kecukupan tenaga dan ketersediaan sarana," ucapnya.Â
"Bila kita memahami pattern prinsip dasar bilangan reproduksi, maka kita dapat dengan jelas menyikapi situasi COVID yang cukup tinggi di Surabaya. Jika kasus konfirmasi yang meningkat mayoritas didapatkan dari pasien ODP atau PDP, maka konsep dasar test dan tracing berjalan baik," ungkap Esti.
Advertisement