Liputan6.com, Surabaya- Akademisi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Budi Purwoko berbagi cara menangani stress akibat pandemi Covid-19. Stres muncul karena orang dipaksa untuk tetap berada di rumah saat pandemi.
“Untuk menangani masalah emosi bisa dengan metode Emotional Freedom Technique (EFT),” ujarnya dalam kegiatan web seminar (webinar) bertema "EFT untuk Menjaga Kestabilan Emosi Peserta Didik dan Guru saat Pandemi Covid-19" yang dipantau di Bondowoso, seperti yang dikutip dari Antara, Rabu (15/7/2020).
Ia menilai metode EFT ini sangat mudah dipelajari dan dipraktikkan oleh siapa saja. Metode yang dikembangkan oleh Gary Craig, dari Stanford University, itu pada prinsipnya mengajarkan cara seseorang melepaskan emosi negatif atau sebaliknya menguatkan emosi positif dengan cara yang sangat mudah dan efeknya sangat cepat dirasakan oleh klien.
Advertisement
Menurut Budi, metode EFT ini efektif menyelesaikan masalah, seperti stres, emosi negatif lainnya, yakni mudah marah, takut berlebihan, benci berlebihan dan emosi yang tidak terkendali, termasuk frustasi dan masalah sehari-hari, yaitu migrain, sakit kepala, kepala pusing, sulit tidur dan lainnya.
Baca Juga
Ketua Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Unesa ini mengungkapkan metode EFT ini berangkat dari hakikat masalah yang dhadapi manusia, yakni tidak menerima masa lalu, membohongi diri sendiri karena apa yang dikerjakan atau perilakunya tidak sesuai dengan kata hati dan memandang masa depan sebagai sesuatu yang suram, bahkan gelap.
Metode EFT itu juga merupakan upaya agar seseorang mampu memaafkan masa lalu, menerima keadaan diri saat ini dan memandang masa depan dengan penuh optimisme. Problem kan pada intinya karena seseorang menolak masalah. Semakin kita tolak, maka masalah itu akan semakin menjadi masalah, ucapnya.
Budi mencontohkan, metode EFT dimulai dengan kalimat set up atau semacam afirmasi yang berupa pengakuan bahwa seseorang memang memiliki masalah tersebut. Karena itu, kalimat set up selalu diawali dengan kata "walaupun" dan diakhiri dengan frasa "saya menerima diri saya sepenuhnya. Misal, walaupun saya punya masalah (sebutkan masalahnya), saya menerima diri saya sepenuhnya.
Jika diadaptasi ke masyarakat Indonesia, kata walaupun bisa diawali dengan penyebutan nama Tuhan, sesuai agama masing-masing orang. Misal, 'Ya Allah, walaupun saya merasa marah dan sakit hati karena.....kemudian diakhiri dengan 'saya ikhlas menerima diri saya sepenuhnya'.
“Penerimaan atas masalah yang dihadapi itu merupakan bentuk dari merilis emosi negatif sehingga menjadi netral, dan menerima diri sepenuhnya merupakan emosi positif yang berupaya diinternalkan atau dimasukkan ke alam bawah sadar sehingga emosi seseorang menjadi selalu positif,” ucap dosen Unesa ini.