Sukses

Pengamat Unair: Konflik DPRD dan Bupati Jember Pertanda Komunikasi Politik Buruk

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof.Kacung Marijan menyampaikan tanggapan mengenai konflik DPRD Jember dan Bupati Faida.

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof.Kacung Marijan mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember mengusulkan pemakzulan atau pemberhentian Bupati Jember Faida melalui sidang paripurna Hak Menyatakan Pendapat (HMP) pada Rabu, 22 Juli 2020 menunjukkan ketidakharmonisan DPRD dengan bupati.

Ia menuturkan, ketidakharmonisan tersebut bahkan dengan partai yang mengusung Faida. Padahal seharusnya, menurut Prof Kacung, partai yang mengusung Bupati Jember Faida seharusnya mendukung sehingga tidak terjadi pemakzulan. Adapun partai pengusung Faida tersebut antara lain PDIP, Nasdem, Hanura dan PAN.

"Ada ketidakharmonisan. Komunikasi politik yang tidak nyambung. Partai pengusung seharusnya mendukung tetapi ini tidak terjadi. Jadi konflik ini terhadap semua partai,” ujar Prof Kacung saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Jumat, (24/7/2020).

Ia menambahkan, ketidakharmonisan bupati dengan partai pengusung mungkin karena ada konsesi partai belum dipenuhi.

"Ini pertanda komunikasi politik yang buruk antara bupati dengan partai pendukung, dan beberapa partai sehingga terus masalah,” ujar Prof Kacung.

Prof Kacung menuturkan, dengan ada konflik, hal itu menjadi tantangan berat untuk menjalankan kebijakan oleh bupati. Hal ini mengingat ada sejumlah kebijakan pemerintah daerah yang perlu persetujuan dari DPRD.

"Bupati Faida bukan dari kader partai. Ia diusung oleh sejumlah partai. Kemudian dalam perkembangannya Bu Faida selalu ingin independen. Jadi terputus dukungan dari empat partai. Ia juga maju kembali dalam Pilkada lewat jalur independen. Padahal DPRD itu orang partai semua artinya kebijakan pemda juga perlu back up partai meski bukan dari mayoritas,” ujar dia.

Melihat kondisi konflik DPRD Jember dan Bupati Faida, Prof Kacung menilai calon independen bukan dari partai sebaiknya ditiadakan.

"Secara aturan memang tidak mudah. Bupati butuh dukungan DPRD. Rusak hubungan DPRD dan bupati jadi tidak membuat nyaman. Pemerintahan tidak menjadi bagus, perlu ada komunikasi yang baik,” ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 4 halaman

Kata Mendagri soal Persoalan Kabupaten Jember

Sebelumnya berbagai upaya dilakukan untuk menangani konflik DPRD Jember dengan Bupati Faida mulai dari Kementerian Dalam Negeri hingga DPD.

Mengutip Antara, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menuturkan, persoalan Kabupaten Jember sebenarnya adalah terkait dengan komunikasi antara kepala daerah dan DPRD sehingga mekanisme check and balance tidak berjalan. Hal itu disampaikan Tito pada 22 Juni 2020.

Ketua DPRD Kabupaten Jember Itqon Syauqi mengungkapkan, permasalahan di Jember yang belum memiliki APBD, serta anggaran COVID-19 Jember yang diputuskan sepihak bupati tanpa rapat dengan DPRD berujung proses hak angket. Selain itu, bupati juga bertindak sepihak memotong pos anggaran dewan cukup signifikan.

"Itu adalah sebagian dari potret ketidakharmonisan antara fungsi pengawasan dan pengelolaan APBD Jember. Karena itu, kami memilih konsultasi dengan DPD RI dan Kemendagri dengan prinsip money follow function. Apalagi rekomendasi dari Kemendagri juga diabaikan oleh Bupati, dan masih banyak lagi, seperti menggunakan APBD tanpa payung hukum dan penyalahgunaan wewenang lainnya, sehingga yang dirugikan adalah rakyat," ujar Itqon pada, 

Sebelumnya Bupati Jember Faida bersama Wakil Bupati Abdul Muqit Arief memenangkan Pilkada 2015 yang diusung PAN, PDIP, Hanura, dan NasDem.

Periode pemerintahan yang dijalankan 2016-2021. Bupati Faida kembali maju menjadi calon Bupati Jember 2020 perseorangan berpasangan dengan Dwi Arya Nugraha Oktavianto.

3 dari 4 halaman

DPD Kawal Mediasi Bupati dan DPRD Jember

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengawal mediasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri terhadap Bupati Jember Faida dengan jajaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Ketua Badan Akuntabilitas Publik DPD RI Sylviana Murni mengaku senang karena persoalan antara bupati dengan DPRD Jember bisa selesai dengan kesepakatan kedua pihak, dan diakhiri dengan penandatanganan kesepakatan oleh kedua pihak.

"Mudah-mudahan (kesepakatan) ini menjadi pedoman untuk langkah-langkah selanjutnya. Sehingga kemesraan ini, harmonisasi antara DPRD dan Ibu Bupati Jember, bisa betul-betul terlaksana bukan hanya di atas kertas, tetapi realisasinya sesuai dengan kesepakatan dan sesuai juga dengan peraturan perundang-undangan yang harus kita pedomani," ujarnya di Jakarta, Rabu, 8 Juli 2020, mengutip dari Antara.

Adapun mediasi itu menghasilkan enam butir kesepakatan meliputi pertama, dalam proses penyelesaian perselisihan tersebut, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa akan berkoordinasi dengan Bupati Jember Faida dan jajaran DPRD Jember.

Kedua, Bupati Jember Faida berkewajiban menindaklanjuti surat Mendagri No.700/12429/SJ tanggal 11 November 2019, dengan menyampaikan hasilnya kepada Gubernur Jatim dan Mendagri selambat-lambatnya tanggal 7 September 2020.

Instruksi Mendagri dalam surat tersebut yaitu:

1. Mencabut 15 Keputusan Bupati tentang Pengangkatan Dalam Jabatan, 1 Keputusan Bupati tentang Demisioner Jabatan, serta 1 Keputusan Bupati tentang Pengangkatan Kembali Pejabat yang dilakukan Demisioner. Selanjutnya, Bupati Faida segera mengembalikan pejabat yang diangkat pada jabatan semula, seperti sebelum Keputusan Bupati tentang Pengangkatan Dalam Jabatan pada tanggal 3 Januari 2018.

Serta, menyusun perencanaan mutasi untuk penataan kembali pengisian jabatan dengan memfungsikan Tim Penilai Kinerja sesuai ketentuan perundang-undangan.

2. Mencabut 30 Peraturan Bupati tentang Kedudukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja (KSOTK) yang dibuat tanggal 3 Januari 2019, kemudian kembali memberlakukan Peraturan Bupati tentang KSOTK yang diundangkan tanggal 1 Desember 2016.

3. Menindaklanjuti surat dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri nomor: 821.2/442/Dukcapil, tanggal 9 Januari 2019, perihal peringatan atas pergantian Kepala Bidang Pengelolaan Administrasi Kependudukan Kabupaten Jember.

Ketiga, pengangkatan dan pengukuhan pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jember harus dilakukan konsultasi dan persetujuan Gubernur Jawa Timur sesuai dengan surat gubernur nomor 821.2/1580/204.4.2020 tanggal 21 Februari 2020 perihal permohonan persetujuan tertulis pengukuhan pejabat administrator dan pengawas di lingkungan Pemkab Jember.

Keempat, terhadap Rancangan Anggaran Penerimaan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2020 yang belum disepakati dengan DPRD, melalui keputusan Gubernur nomor 188/1.K/KPTS/013/2020 tanggal 3 Januari 2020 tentang Pengesahan Rancangan Peraturan Bupati Tahun 2019 tentang Penggunaan APBD tahun Anggaran 2020, dapat dilakukan dengan pengeluaran paling besar seperdua belas jumlah pengeluaran APBD tahun anggaran sebelumnya dan DPRD tetap melakukan pengawasan.

Kelima, terhadap hak keuangan pimpinan dan anggota DPRD tetap mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

Keenam, mengedepankan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk melakukan pembinaan kepada pemerintah kabupaten.

4 dari 4 halaman

Selanjutnya

Adapun, rapat untuk memediasi jajaran DPRD Jember dengan Bupati Jember itu dipimpin langsung Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kemendagri, Muhammad Hudori serta Inspektur Jenderal Kemendagri Tumpak H. Simanjuntak, Selasa, 7 Juli 2020.

Rapat dihadiri Bupati Jember Faida, Ketua DPRD Kabupaten Jember Itqon Syauqi dan Ketua BAP DPD RI Sylviana Murni. Usai rapat, Hudori mengungkapkan, rapat mediasi kali itu, merupakan rapat terlama. Pembahasan rapat dimulai pada jam 10.00 WIB sampai jam 17.20 WIB (lebih dari 7 jam).

Meski demikian, Hudori bersyukur, Kemendagri sudah menyelesaikan mediasi antara DPRD Jember dengan Bupati Jember.

"Alhamdulillah dalam waktu yang saya sampaikan tadi cukup lama, kami bahas lengkap. Jajaran kami dari Kemendagri lengkap dan harapan kami mudah-mudahan karena sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, penyelenggara pemerintahan itu di daerah itu adalah DPRD dan Bupati (Jember)," ujar Hudori dalam rilis Kemendagri yang diterima di Jakarta, Selasa, 7 Juli 2020.

Jadi, kata Hudori, kata kunci penyelesaian persoalan itu adalah pelayanan akan baik atau buruk tergantung dari penyelenggara pemerintahan. Dan pemerintahan di daerah itu adalah Bupati dan DPRD.

"Harapannya mudah-mudahan dengan selesainya persoalan ini harapan ke depan apa yang dicita-citakan untuk masyarakat Jember, terutama termasuk layanan publik dan seterusnya ini bisa berjalan dengan baik," ujar dia.

Sylviana Murni mengapresiasi langkah Kemendagri yang sangat responsif menyelesaikan persoalan antara DPRD dan Bupati Jember.

Sylviana mengatakan, apa yang dilakukan DPD RI dan Kemendagri dengan memfasilitasi rapat mediasi, adalah untuk meneruskan aspirasi masyarakat Jember.

"Mudah-mudahan mediasi ini membawa berkah, membawa kebaikan untuk masyarakat Jember ke depan," ujar Sylviana.