Sukses

Pakar Unair: Tingkat Kematian Pasien karena COVID-19 di Jawa Timur Patut Diwaspadai

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Sabtu, 25 Juli 2020, ada tambahan pasien meninggal sebanyak 18 orang menjadi 1.572 orang atau sekitar 7,76 persen di Jawa Timur.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Dr Windhu Purnomo mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur untuk mewaspadai penambahan pasien meninggal karena COVID-19.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Sabtu, 25 Juli 2020, ada tambahan pasien meninggal sebanyak 18 orang menjadi 1.572 orang atau sekitar 7,76 persen dari pasien total konfirmasi positif COVID-19 di Jawa Timur.

Pasien meninggal karena COVID-19 di Jawa Timur termasuk tertinggi di Indonesia. Disusul DKI Jakarta sebanyak 755 orang dan Jawa Tengah 554 orang hingga Sabtu, 25 Juli 2020. Sedangkan secara nasional, pasien meninggal karena COVID-19 mencapai 4.714 orang atau 4,8 persen dari kasus konfirmasi positif COVID-19.

“Angka kematian masih tinggi 7,8 persen (Jawa Timur-red). Artinya kondisinya belum bagus. Case fatality rate di Jawa Timur tetap diwaspadai,” ujar Windhu saat dihubungi Liputan6.com, Minggu, (26/7/2020).

Ia menuturkan, angka kematian karena COVID-19 di Jawa Timur seharusnya di bawah nasional. Akan tetapi, Jawa Timur lebih tinggi sekitar dua persen. Windhu menambahkan, angka kematian karena COVID-19 yang masih tinggi itu lantaran penularan COVID-19 masih terjadi di masyarakat sehingga menimbulkan pasien membeludak di rumah sakit.

“Ada pasien mungkin baru datang ke rumah sakit ketika sudah parah. Atau mungkin ada pasien yang belum mendapatkan perawatan karena bed yang penuh sehingga belum dapat tertolong,” ujar dia.

Oleh karena itu, Windhu mengingatkan agar mendorong masyarakat disiplin patuh protokol kesehatan dan melakukan testing serta tracing. Hal ini sebagai upaya menekan penyebaran COVID-19

“Selama ada wabah dua strategi utama yang dilakukan testing dan tracing secara masif. Ketika kasus ditemukan segera isolasi dan lakukan perawatan,” kata Windhu.

Selain itu Windhu menuturkan, testing masif akan mendorong kasus positif besar. Namun, menurut Windhu hal itu tidak masalah lantaran kasus ditemukan dan kemudian segera diisolasi. "Jangan takut dengan kasus besar karena testing tinggi akan berdampak," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Diimbau Terus Testing dan Tracing

Windhu mengatakan, pemerintah provinsi Jawa Timur kini terus mengejar testing sesuai anjuran WHO. Saat ini Jawa Timur melakukan testing 4.000-4.500 per hari. “Anjuran WHO, untuk Jawa Timur memiliki penduduk 40 juta maka minimal 5.700 untuk testing,” ujar dia.

Ia menuturkan, testing masif dilakukan tersebut memang akan membuat kasus besar. Meski demikian, Windhu menilai tidak perlu khawatir.

Windhu mengimbau pemerintah provinsi juga dapat menerapkan “rem dan gas” untuk mencegah penularan COVID-19. Pemerintah provinsi dinilai harus berani untuk membatasi kegiatan meski bukan dalam bentuk pembatasan sosial berskala besar (PSBB) demi cegah penularan COVID-19.

"Jadi rem dan gas, jangan ngegas terus karena nanti masuk jurang,” tutur dia.

Windhu mencontohkan dengan menutup sementara kantor yang dampak ekonomi tidak tinggi, dan pegawai bekerja dari rumah sementara dulu.

”Universitas juga belum dibuka itu bagus karena berisiko tinggi, demikian juga sekolah. Kantor tidak esensi karyawannya bekerja dari rumah dulu, dan karyawan masih masuk harus jalani protokol kesehatan ketat,” ujar dia.

Windhu menambahkan, kapasitas rumah sakit juga harus ditingkatkan untuk antisipasi tambahan pasien.

Meski kasus kematian karena COVID-19 tinggi, Windhu menilai tingkat penularan di Jawa Timur sudah di bawah satu tetapi belum stabil. “Angka reproduksi efektif (rt) sudah di bawah satu. Tetapi belum bisa disebut stabil karena baru lima hari,” ujar dia.