Sukses

Siarkan Kemerdekaan dengan Bahasa Madura, Arek Suroboyo Kelabui Jepang

Untuk mengabarkan berita Kemerdekaan Indonesia secara menyeluruh, dibutuhkan sarana yang dapat diterima oleh seluruh warga.

Liputan6.com, Jakarta - Suasana Surabaya , Jawa Timur masih mencekam. Pada malam hari, warga tak boleh sembarang berkelliaran lantaran ada jam malam yang harus ditaati.

Namun, setelah Amerika menjatuhkan bomnya di Hiroshima dan Nagashaki, akhirnya Jepang menyerah kepada Sekutu. Tepatnya pada 15 Agustus, 75 tahun lalu.

Sehari setelahnya, jam malam di Surabaya dihapus. Menurut Roeslan Abdulgani, sehari setelahnya, kota kembali terang benderang di malam yang sejuk hingga warga bebas ke mana-mana dan menikmati Surabaya bebas dari penjajah.

"Pasar di malam hari yang menjadi kehidupan warga Surabaya muncul dimana-mana. Warga merasa menguasai kembali kota yang pernah dijajah oleh Belanda dan Jepang," dikutip dari Pasak Sejarah Kekinian, Surabaya, 10 Nopember 1945.

Hari setelah itu, pada 17 Agustus 1945, para bapak pendiri bangsa memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Peristiwa bersejarah tersebut berjalan dengan lancar tanpa ada korban yang jatuh.

Kabar gembira itu belum sampai ke seluruh negeri. Cara penyebaran berita itu pun masih sebatas lisan hingga akhirnya sampai di Surabaya. Namun, warga Surabaya masih datar menanggapi berita tersebut lantaran didengar secara diam-diam saja, tidak resmi yang tidak semerta-merta dipercaya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Memilih Radio

Baru setelah sekelompok pemuda yang kembali dari Jakarta mengabarkan berita gembira itu secara langsung, hampir seluruh warga Surabaya mempercayai kabar tersebut.

"Ada yang menyelundupkan berita tersebut dari kantor berita Domei ke surat kabat Suara Asia yang kemudian di ketahui oleh banyak wartawan termasuk Bung Tomo, Astute (Aziz) dan sebagainya,” dikutip dari buku yang sama.

Untuk mengabarkan berita Kemerdekaan Indonesia secara menyeluruh, dibutuhkan sarana yang dapat diterima oleh seluruh warga. Maka arek-arek Suroboyo memilih radio untuk menyampaikan berita tersebut.

Namun, mereka tak ingin berita gembira itu didengar oleh Jepang yang ada di Surabaya dan sekitarnya. Dengan begitu, pemberitaan Kemerdekaan Indonesia pun menggunakan bahasa Madura melalui radio ex-NIROM.