Liputan6.com, Surabaya - Direktur Index Indonesia, Andy Agung Prihatna menilai, sosok perempuan juga dapat menjadi kandidat dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Surabaya.
Hal ini mengingat dalam satu dekade pada 2010-2020, Surabaya, Jawa Timur mencapai prestasi bersama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma).
"Kalau kemudian yang bertanding di Surabaya hanya laki-laki, itu alamat menafikkan histori secara empirik kepemimpinan perempuan selama satu dekade yang menunjukkan kemajuan luar biasa," ujar dia dalam diskusi online, Minggu (9/8/2020).
Advertisement
"Sangat disayangkan kalau tidak ada satu pun di antara para kandidat yang perempuan. Terlalu ekstrem dari kepemimpinan perempuan langsung semua ke laki-laki," ia  menambahkan.
Pria yang memprakarsai metode quick count di Indonesia juga menuturkan, masyarakat Jawa Timur (Jatim) bisa menerima perempuan sebagai pemimpin.
Dari data yang Agung paparkan, tercatat ada 79 perempuan pemimpin pemerintahan di Indonesia. Rinciannya, gubernur (1), wakil gubernur (2), bupati/wali kota (43), dan wakil bupati/wakil wali kota (32).
Dari jumah ini, Jatim menyumbang perempuan pemimpin pemerintahan terbanyak, 13 orang. Rinciannya gubernur (1), bupati/wali kota (8), wakil bupati/wakil wali kota (4).
"Jatim nomor satu se-Indonesia. Ini artinya apa? Ya masyarakat Jatim maupun Surabaya menerima perempaun sebagai pemimpin," ujar dia kepala Divisi Penelitian LP3ES 2005-2007 tersebut.
Hal sama ditegaskan Sekretaris DPD Lingkaran Pendamping Program Pemberdayaan (LPPP) Surabaya, Siti Nafsiyah. Dia menuturkan, figur perempuan masih dibutuhkan untuk memimpin Surabaya.
Apalagi selama dua periode, Risma tak hanya membawa kemajuan bagi Surabaya tapi juga dicintai warganya. "Itu realitas yang tak bisa dipungkiri, karena Bu Risma bisa melayani dan mengayomi warganya," katanya.
Oleh karena itu, seyogiyanya pemimpin Surabaya pascaRisma tak seharusnya lepas dari sentuhan perempuan. Aka tetapi, karena situasi politik yang mengerucut calon wali kota semuanya laki-laki, perempuan bisa diplot sebagai calon wakil.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Sosok Bagaimana Calon Wakil dari Kalangan Perempuan?
Lantas, sosok bagaimana calon wakil dari kalangan perempuan?
Menurut Agung, kombinasi yang ideal yakni keterwakilan dari nasionalis-agamis. Sebab, secara geografis Surabaya tidak bisa dilepaskan dari belahan sosial antara kultur nasionalis dan agamis.
"PDIP, misalnya. Bisa saja mencalonkan perempuan sebagai wali kota. Tapi kalau tidak, setidaknya perlulah perempuan yang diusung menjadi wakil wali kota," ujar dia.Â
Demikian sebaliknya di kubu Machfud Arifin. Sebab, perempuan masih dibutuhkan mengingat aspek-aspek empirik, termasuk memiliki kepedulian yang lebih tinggi terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan laki-laki.
"Kalau Pak Machfud merasa seorang nasionalis, harusnya juga mengambi porsi yang berbasis agama, khususnya perempuan,"Â ujar dia.
Sementara Siti menyarankan, selain pertimbangan elektoral, calon wakil yang akan dipilih sebaiknya figur perempuan yang memiliki karakter kepemimpinan seperti Risma, yakni suka blusukan, melayani, dan mengayomi warganya.
"Dari kandidat perempuan di antaranya Lia Istifhama, Dwi Astuti, dan Reni Astuti, maupun Dyah Katarina. Kita bisa lihat sendiri siapa yang banyak turun ke pasar, kampung, PKK dan sebagainya. Sudah bisa kita lihat kok," ujar Siti.Â
Siti yakin, jika calon wali kota bisa menggandeng calon wakil yang memiliki popularitas, elektabilitas yang tinggi serta rajin melakukan penyapaan ke masyarakat, maka peluang menangnya lebih besar.
"Peluang calon wali kota memenangi Pilwali Surabaya lebih besar, kalau menggandeng calon wakil dari perempuan. Tapi harapan saya, perempuan itu sudah terbukti melakukan penyapaan, berinteraksi, dan memberi manfaat kepada masyarakat,"Â ujar dia.
Â
Advertisement