Liputan6.com, Surabaya- Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Indonesia (Apjatel) menilai skema harga sewa lahan yang diberikan Pemkot Surabaya tidak masuk akal. Oleh karena itu. Apjatel melayangkan surat permohonan peninjauan kembali untuk penyelenggaraan jaringan utilitas di wilayah setempat.
“Saat ini telekomunikasi merupakan kebutuhan utama masyarakat, sudah seperti listrik dan air, apalagi di saat pandemi. Rencana Pemkot Surabaya jelas-jelas bertolak belakang dengan rencana Presiden Jokowi," ujar Ketua Umum Apjatel, Muhammad Arif, dalam keterangan persnya, seperti yang dikutip dari Antara, Senin (10/8/2020).
Selain mematok tarif tinggi, Pemkot Surabata hanya mengenakan sewa kepada seluruh operator telekomunikasi tanpa ada upaya membuat sarana terpadu utilitas untuk mendukung aktivitas operator telekomunikasi. Terlebih, area itu tidak hanya digunakan khusus untuk kabel, melainkan untuk area umum.
Advertisement
Baca Juga
Ia meminta, apabila Pemkot Surabaya memberlakukan sewa, maka harus ada kejelasan mengenai hak dan kewajiban dari penggelola dan penyewa, sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya akan mengenakan sewa dengan harga komersial terhadap jaringan telekomunikasi yang melintas di seluruh wilayah kota Surabaya.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Surabaya, Ikhsan S memberikan contoh di Jalan Raya Darmo, saat ini harga pasar tanah mencapai Rp30 juta permeter. Jika diasumsikan satu jaringan utilitas dimanfaatkan oleh 25 operator, maka Pemkot Surabaya menggenakan sewa sebesar Rp13.333Â / m per tahun per operator.
Apabila operator telekomunikasi memiliki kabel di sepanjang Jalan Raya Darmo Surabaya sepanjang empat kilometer, berarti setiap operator harus membayar minimal Rp 53 juta per tahun.