Liputan6.com, Surabaya - Gondo Durasim, atau lebih dikenal dengan sebutan Cak Durasim merupakan ikon kesenian Kota Surabaya, khususnya seni pertunjukan teater khas kota pahlawan, yaitu kesenian Ludruk.
Cak Durasim merupakan seniman sekaligus pejuang yang giat membakar semangat warga dalam mengusir penjajah pada pentas yang ia bawakan. Pria kelahiran Jombang ini juga mengangkat kisah-kisah legenda Surabaya dalam pentasnya.
"Dia yang memprakasai perkumpulan Ludruk di Surabaya. Pada tahun 1937 mempopulerkan cerita-cerita legenda Soerabaja dalam bentuk drama,” dikutip dari jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id.
Advertisement
Saat tentara Jepang menguasai Surabaya pada 1942, Cak Durasim bersama kelompoknya memanfaatkan Ludruk sebagai media siar perjuangannya menyemangati arek-arek Suroboyo dalam mengusir penjajah.
Baca Juga
Cak Durasim juga mengkritik pemerintah penjajah dalam pementasan drama Ludruknya. Selain menceritakan legenda Surabaya Cak Durasim juga mementaskan cerita perjuangan-perjuangan lokal masyarakat Jawa Timur.
Saat dirinya sedang pentas di Keputran, Kejombon, Surabaya, Cak Durasim melantunkan kidung yang sangat populer kala itu. Kidung atau biasa disebut "parikan" oleh warga Surabaya itu sebagai berikut,
“Bekupon omahe doro, melok Nippon tambah soro”
Artinya, bekupon (sangkar burung dara), Ikut NIPPON (Jepang) bertambah sengsara.”
Kidung tersebut bermakna kehidupan pada zaman Jepang lebih sengsara dibanding dengan kehidupan di zaman penjajah Belanda. Selain itu, gendhing Jula-Juli Surabaya isinya juga mengkritik penjajah.
Kidung ini membuat berang tentara Jepang. Cak Durasim pun ditangkap, dijebloskan ke dalam penjara dan disika. Hingga pada 1944 Cak Durasim menghembuskan nafas terakhir di dalam penjara dan dimakamkan di Makam Islam Tembok.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Taman Budaya Cak Durasim
Namanya diabadikan sebagai simbol kesenian dan perjuangan arek-arek Suroboyo dalam mengusir penjajah. Nama Cak Durasim pun lalu diabadikan sebagai salah satu nama gedung pementasan dalam area Taman Budaya Jawa Timur (TBJT).
Gedung Cak Durasim berkapasitas antara 500-600 penonton. Gedung ini berada di arah timur pendopo Jayengrono. Tepat di muka gedung, terdapat Patung Cak Durasim setengah badan.
Di bawah patung Cak Durasim trtulis kidung lengendaris yang membuatnya dijebloskan ke dalam penjara oleh tentara Jepang.
Sementara itu, Taman Budaya Provinsi Jawa Timur sendiri kerap disebut sebagai Taman Budaya Cak Durasim. Taman ini berfungsi sebagai Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kesenian di Jawa Timur pada umumnya.
Taman Budaya Jawa Timur (TBJT) yang dikenal selama ini adalah sebagai ruang publik bagi berlangsungnya kegiatan seni dan budaya.
Masyarakat mengenalnya sebagai tempat diselenggarakannya pergelaran kesenian di Gedung Cak Durasim, Pendopo Jayengrana, Galeri Prabangkara atau di bagian lain dalam kompleks Taman Budaya.
Sebagian lagi mengenalnya sebagai tempat latihan menari, teater, musik, menggambar/melukis, pedalangan dan seni-seni lainnya.
Sejak berdiri tahun 1978, Taman Budaya Jawa Timur mengalami berbagai dinamika yang menjadikan institusi ini memiliki tempat tersendiri di kalangan pelaku dan penikmat seni khususnya.
Advertisement