Sukses

Temuan Kombinasi Obat COVID-19 Unair Masuk Tahap Izin BPOM

Tim UNAIR melakukan uji klinis obat COVID-19 pada 13 center di Indonesia, dan masing-masing center di koordinasi oleh salah seorang dokter profesional.

Liputan6.com, Jakarta - Rektor Universitas Airlangga Prof Nasih menuturkan, temuan obat COVID-19 sudah masuk tahap izin produksi dan izin edar. Obat tersebut merupakan kombinasi dari berbagai macam obat, sehingga BPOM menganggap sebagai sesuatu yang baru.

"Tentu karena ini akan menjadi obat baru, maka diharapkan ini akan menjadi obat COVID-19 pertama di dunia,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu, (16/8/2020).

Prof. Nasih menuturkan, rujukan dari obat kombinasi yang ditemukan oleh tim gabungan menjadi obat COVID-19 tersebut merupakan berbagai macam obat tunggal yang telah diberikan kepada pasien COVID-19 di berbagai belahan dunia.

Terdapat tiga kombinasi obat yang ditemukan oleh UNAIR dan telah melaksanakan uji klinis. Pertama yaitu Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.

"Awalnya lima kombinasi, kemudian ada saran untuk mengambil tiga kombinasi terbaik saja, yang dampaknya paling besar. Akhirnya kami ambil tiga tersebut karena efektivitasnya mencapai 98 persen, dan kami lakukan uji klinis dengan mengujinya secara acak di lapangan," kata Prof. Nasih.

Untuk mempercepat proses rilis kombinasi obat tersebut, Prof. Nasih meminta kepada pihak TNI, Polri, BIN, IDI, Ikatan Apoteker Indonesia, Kimia Farma, serta Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, mau bahu membahu dan membuang ego sektoral masing-masing.

"Menurut hemat kami, yang selama ini menghambat proses pengadaan obat asli Indonesia itu adalah adanya ego sektoral. Hal itu yang selama ini menyebabkan prosesnya panjang," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Uji Klinis pada 13 Center

Dalam melaksanakan uji klinis obat kombinasi tersebut, tim UNAIR tidak hanya melakukan pada satu pihak dan satu tempat saja. Prof. Nasih menuturkan, tim UNAIR melakukan uji klinis pada 13 center di Indonesia, dan masing-masing center di koordinasi oleh salah seorang dokter profesional.

"Secara keseluruhan kami hanya ada satu tim, namun di beberapa daerah kami ada beberapa kelompok yang kami sebar menjadi 13 center, karena kami melakukan uji klinis untuk obar itu," ujar dia

Selaku Rektor Universitas Airlangga, Prof. Nasih berharap kepada pihak BPOM untuk memperlancar izin produksinya. Sehingga obat tersebut dapat diproduksi secara massal untuk kepentingan masyarakat Indonesia.

"Kami sudah diminta oleh Kimia Farma dan Lembaga Biologi TNI AD untuk menjelaskan petunjuk teknis dalam memproduksi obat kombinasi tersebut. Sehingga kami berharap kepada BPOM untuk dapat memperlancar izin produksi obat tersebut," ujar dia.