Liputan6.com, Jakarta - Pakar Biomolekular Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih menuturkan, pihaknya masih meneliti lebih lanjut dari mutasi virus corona baru yang ditemukannya di Surabaya, Jawa Timur. Mutasi virus corona baru (Sars-CoV-2) yang ditemukan tersebut bertipe Q677H.
"Kami sementara masih meneliti pengaruhnya terhadap interaksi protein sel inang dengan protein spike virusnya. Juga kami jadikan pembanding dalam desain vaksin," ujar Prof Ni Nyoman saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Rabu (2/9/2020).
Nyoman menambahkan, penelitian dilakukan juga untuk mengetahui dampak dan pengaruh dari mutasi virus corona baru tersebut. "Kami mempelajari interaksi protein virus dengan protein sel inang manusia," ujar dia.
Advertisement
Baca Juga
Akan tetapi, saat ini data dari tipe Q677H tersebut baru satu di Indonesia, sedangkan di tingkat internasional baru 24. Prof Nyoman menuturkan, mutasi virus corona baru tipe Q677H ini ditemukan di beberapa negara di Eropa, Amerika Serikat, Australia, India, Indonesia dan lainnya. Mutasi virus Sars-CoV-2 tersebut ditemukan dari pasien di Surabaya. Oleh karena itu, pihaknya juga akan berupaya peroleh banyak sampel.
"Memblok wilayah mutasi dengan mendesain primer spesifik di wilayah dua point mutation tersebut sehingga perolehan data mutan lebih cepat karena jumlah basa nukleotida lebih sedikit dibandingkan WGS (whole genome sequence) virus COVID-19 nya," tutur dia.
Prof Nyoman mengatakan, virus akan sering bermutasi agar lebih bisa bertahan terutama di sel manusia. "Ini hal yang alamiah untuk mutasi virus. Awalnya Sars-CoV-2 ini berasal dari hewan khususnya dekat dengan strainnya virus Sars-CoV-2 dari kelelawar, kemudian bisa infeksi manusia. Ini tentu juga karena terjadi mutasi pada virus tersebut," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Ada Mutasi Virus Corona Baru, Pakar Unair Ingatkan Warga Patuh Protokol Kesehatan
Ia menuturkan, memang saat ini belum diketahui dampak dari mutasi virus corona baru tersebut karena data masih sedikit di Indonesia.
Hal ini berbeda dengan mutasi virus corona baru tipe D614G. Prof Nyoman menuturkan, tipe D614G sudah terbukti menyebabkan kenaikan penularan karena sudah sudah mencapai 77,50 persen dari total data di GISAID. Adapun GISAID yang merupakan bank data di dunia yang bertugas kumpulkan semua virus influenza dan virus lainnya untuk dipelajari termasuk Sars-CoV-2.
"Kalau 614 sudah terbukti menyebabkan kenaikan infectivity karena sudah mencapai 77,50 persen dari total data di GISAID. Data total sekitar 92.000,” ujar dia.
"Mutasi 614 itu sudah ditemukan di Indonesia pada April. Satu bulan setelah Indonesia terkonfirmasi COVID-19. Saat April, saya belum tahu, apakah Malaysia sudah menemukan mutan tersebut. Perlu dicek di database GISAID. Yang jelas mutan tersebut merupakan ciri strain asal Eropa," ia menambahkan.
Meski demikian, Prof Nyoman pun mengingatkan agar masyarakat patuh protokol kesehatan yang sudah dikeluarkan Kementerian Kesehatan dan WHO untuk cegah COVID-19 dan menghentikan penyebaran COVID-19 yang lebih luas.
Advertisement