Sukses

Mengenal Pahlawan Revolusi yang Gugur saat Gerakan 30 September

Berikut profil singkat pahlawan revolusi yang gugur saat Gerakan 30 September

Liputan6.com, Jakarta - Setiap 30 September diperingati sebagai peristiwa G30S/PKI. G30S/PKI ini merupakan bagian dari sejarah Indonesia.

Gerakan 30 September tersebut juga menewaskan sejumlah perwira militer TNI-AD yang kemudian dianugerahi gelar pahlawan revolusi.

Pada momen G30S/PKI ini juga mengenang gugurnya sejumlah perwira TNI AD dalam peristiwa tersebut.

Untuk mengenang para pahlawan yang gugur pada saat itu, berikut profil singkat pahlawan revolusi yang gugur saat Gerakan 30 September yang dikutip dari berbagai sumber, ditulis Rabu, (30/9/2020):

1.Jenderal Anumerta Ahmad Yani 

Jenderal Ahmad Yani lahir di Purworejo pada 19 Juni 1922. Beliau pernah menahan Agresi Militer pertama dan kedua Belanda, memimpin pasukan untuk melumpuhkan pemberontak DI/TII dan Operasi Trikora di Papua Barat serta Operasi Dwikora menghadapi konfrontasi oleh Malaysia.

Jenderal Ahmad Yani merupakan salah satu dari sekian pihak yang menolak usulan yang dikemukakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menginginkan adanya pembentukan Angkatan Kelima yaitu dengan dipersenjatainya para buruh dan tani.

Jenderal Ahmad Yani tewas tertembak beberapa peluru yang menembus tubuhnya hingga berlubang. Kemudian jenazahnya dibuang ke dalam sumur di Lubang Buaya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 10 halaman

Letjen Anumerta Suprapto

Letjen Suprapto lahir di Purwokerto pada 2 Juni 1920. Suprapto adalah salah satu Perwira Tinggi yang memiliki pemikiran yang berseberangan dengan pemikiran DN Aidit yang berkeinginan keras untuk mempersenjatai buruh dan tani dengan membentuk Angkatan Kelima.

Sebelum diculik dan dibunuh di lubang buaya, Letnan anumerta Suprapto pernah meredam beberapa pemberontakan PKI di berbagai wilayah seperti Semarang dan Medan.

3 dari 10 halaman

Kapten Anumerta Pierre Tendean

Pahlawan yang lahir 21 Februari 1939 ini, dikenal dengan sosok yang pemberani. Beliau yang baru berusia 26 tahun tewas karena diberondong timah panas.

Pada peristiwa G30S/PKI, Pierre yang mengaku sebagai Jenderal Nasution ditangkap dan dibawa pasukan PKI ke Lubang Buaya. Di Lubang Buaya Pierre dibunuh dan dimasukan ke sumur tak terpakai bersama 6 Perwira Tinggi Angkatan Darat lainnya.

4 dari 10 halaman

Mayjen Anumerta DI Pandjaitan

Brigadir Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir di Sumatera Utara, 19 Juni 1925. Beliau merupakan salah satu otak pencetus adanya Tentara Negara Indonesia (TNI).

Ketika sekelompok anggota PKI datang ke rumahnya yang telah membunuh pelayan serta ajudannya, beliau kemudian langsung menggunakan seragam militer lengkap untuk melawan para penculik.

Namun, karena kalah jumlah, beliau tertembak peluru yang langsung menghujam tubuhnya dan kemudian mayatnya dibawa ke Lubang Buaya.

5 dari 10 halaman

Letjen Anumerta MT Haryono

Pria kelahiran Surabaya, 20 Januari 1924 ini fasih berbicara dalam tiga bahasa asing, yaitu Belanda, Inggris, dan Jerman.

Tak heran beliau pun sering kali ditunjuk sebagai perwira penyambung lidah dalam beberapa perundingan. Salah satunya ketika Konferensi Meja Bunda (KMB), Haryono ditunjuk sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.

6 dari 10 halaman

Letjen Anumerta S.Parman

Pahlawan yang lahir di lahir di Wonosobo, 4 Agustus 1918 ini bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang menjadi berdirinya TNI.

Pada akhir Desember 1945, ia diangkat sebagai kepala staf dan polisi militer di Yogyakarta. Ia juga menjadi kepala staf untuk gubernur militer Jabodetabek dan dipromosikan menjadi mayor empat tahun kemudian.Pada 1951, ia dikirim ke sekolah polisi militer di AS untuk pelatihan lebih lanjut.

Pada 11 November 1951, ia diangkat menjadi komandan polisi militer Jakarta. Ia kemudian menduduki sejumlah posisi di Polisi Militer Nasional dan Departemen Pertahanan Indonesia sebelum dikirim ke London sebagai atase militer ke Kedutaan Indonesia di sana. P

ada 28 Juni, dia dengan pangkat mayor jenderal, dan diangkat menjadi asisten pertama dengan tanggung jawab untuk intelijen untuk Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani.

7 dari 10 halaman

Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

Mayjen Sutoyo lahir di Kebumen pada 28 Agustus 1922. Pada 1945, Sutoyo bergabung dengan militer sebagai Polisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ia juga dipercaya menjadi inspektur kehakiman atau jaksa militer utama. Jumat dini hari pada 1 Oktober 1965, Mayjen Sutoyo diculik dari rumahnya.

Penculik berdalih ia dipanggil oleh Ir.Soekarno. Kemudian ia disiksa dan dibunuh kemudian mayatnya dibuang ke Lubang Buaya.

8 dari 10 halaman

Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo

Brigjen kelahiran Sragen, 5 Februari 1923 itu diculik ketika sedang bertugas di Yogyakarta. Ia dipukuli dengan kunci mortir motor hingga tewas kemudian tubuhnya pun dimasukkan ke dalam sebuah lubang yang telah disiapkan di sekitar Kentungan, Sleman, Yogyakarta. Jenazahnya baru ditemukan beberapa hari kemudian tepatnya pada 21 Oktober 1965.

9 dari 10 halaman

Kolonel Infanteri Anumerta R. Sugiyono Mangunwiyoto

Perwira yang pernah menjadi ajudan Letnan Kolonel Soeharto di zaman revolusi tersebut gugur bersama Brigjen Katamso usai kepalanya dihantam kunci mortir motor dan batu.

Ia yang turut beraksi dalam Serangan Umum 1 Maret lahir di Gunung Kidul Yogyakarta, pada 12 Agustus 1926. Bersama Brigjen Katamso, jenazahnya dimasukkan ke lubang yang sama dan baru ditemukan setelah 20 hari kemudian.

10 dari 10 halaman

Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun

KS Tubun adalah satu-satunya perwira di luar TNI yang tewas pada malam G30S/PKI. Lahir di Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928, hidupnya harus berakhir saat memergoki pasukan Cakrabirawa mengepung rumah tetangganya yaitu Jenderal AH Nasution.

Saat pengepungan rumah Jenderal Nasution, KS Tubun mendengar suara tembakan dan Ia pun keluar runah untuk melawan pasukan Calrabirawa dengan melepaskan tembakan ke arah pasukan Cakrabirawa. Sayang, karena kalah jumlah dan kalah senjata, tubuhnya pun diberondong peluru. KS Tubun gugur ditempat, tetapi tubuhnya tidak dibawa ke Lubang Buaya.

 

(Ihsan Risniawan- FIS UNY)