Liputan6.com, Surabaya - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa menginstruksikan kepala sekolah untuk menghentikan keterlibatan siswa SMA/SMK, untuk ikut aksi massa menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).Â
"Kami meminta kepala sekolah melakukan dua pendekatan, melalui wali murid dan siswa," ujar Khofifah Indar Parawansa di sela audiensi secara virtual dengan kepala sekolah di Gedung Negara Grahadi, Selasa (13/10/2020).Â
Para komite, lanjut Khofifah, sekolah diajak ikut mencari solusi dalam mengawasi dan mengarahkan orangtua siswa untuk membimbing langsung agar tidak melakukan aksi lagi. "Tolong disampaikan ke anak-anak pasti komite sekolah punya grup WhatsApp," tegasnya.Â
Advertisement
Baca Juga
Selain mengajak bicara para komite sekolah, Khofifah juga mendorong sekolah melakukan pendekatan kepada melalui OSIS. "Sampaikan ke mereka untuk menyampaikan pesan kebaikan kepada teman-temannya," ujar dia.Â
Khofifah melihat pendekatan teman sebaya melalui OSIS ini efektif dalam memberi pengertian agar tidak kembali turun kejalan melakukan aksi. Bahasa yang digunakan juga sama, karena usianya sama. "Dengan diksi ala milenial. Saya rasa mereka bisa sampaikan pesan-pesan itu," tutur dia.
Sementara itu untuk mensosialisasikan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), Khofifah mengaku telah meminta Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Wahid Wahyudi untuk mengirimkan copy dari keterangan pemerintah. Diharapkan banyak yang mengerti tentang detail undang-undang tersebut.Â
"Tapi paling tidak penjelasan umum dari Kemenko perekonomian nanti saya minta kepala dindik kirimlah bisa WA. Tidak usah email juga bisa," ujar dia.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Khofifah Melihat Pola Sama dalam Demo Tolak UU Cipta Kerja
Â
Khofifah melihat ada pola yang sama dalam demontrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang digelar di sejumlah daerah di Indonesia, pekan kemarin. Seruan ajakan siswa SMA/SMK untuk turut turun aksi mewarnai sejumlah daerah, termasuk di Jatim.Â
"Kejadian dengan mengarahkan dalam tanda petik, anak-anak SMA/SMK hampir 70 persen ini kok sepertinya merata. Di Jakarta juga begitu, Jawa Barat juga begitu, Jawa Tengah juga begitu. Kemudian Medan, Sulawesi Selatan kok sepertinya sama," ujar Khofifah.Â
Namun, lanjut Khofifah, justru para siswa SMA/SMK ini tidak banyak yang paham tentang esensi yang dibawa saat demo. Ketika ada yang lempar-lemparan, membakar, dan merobohkan pagar, mereka hanya ikut-ikutan saja.Â
"Ya mau ramai-ramai saja mereka. Karena memang sudah enam bulan lebih mereka di rumah. Lalu di lapangan. Ketika yang satu melempari mereka juga ikut melempar. Yang satu membakar, dia juga ikut. Yang satu merobohkan pagar, dia juga ikut. Ini adalah sikologi massa," tutur dia.Â
Â
Advertisement