Sukses

Kasus Aktif Melandai, Pemkot Surabaya Tak Kasih Kendor Penanganan COVID-19

Kabag Humas Pemkot Surabaya, Febriadtya Prajatara mengatakan, kasus COVID-19 di Surabaya cenderung terkendali dalam waktu 3-4 minggu.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus aktif COVID-19 di Surabaya, Jawa Timur cenderung turun. Demikian juga dengan penambahan kasus baru COVID-19.

Mengutip infocovid19.jatimprov.go.id, Minggu (18/10/2020), tambahan kasus baru COVID-19 di Surabaya sebanyak 349 pada periode 5-10 Oktober 2020. Angka tambahan kasus baru itu menurun pada periode 12-17 Oktober 2020 menjadi 299.

Sementara itu, kasus aktif COVID-19 di Surabaya sebanyak 241 per 17 Oktober 2020 pukul 12:27 WIB. Angka ini turun dari periode 30 September 2020 sebanyak 533. Pada 30 Agustus 2020, tercatat kasus aktif COVID-19 sebanyak 1.570. Kasus aktif COVID-19 di Surabaya sempat mencapai 2.936 pada 30 Juni 2020.

Total kasus konfirmasi COVID-19 mencapai 15.279 di Surabaya, Jawa Timur hingga 17 Oktober 2020. Pasien sembuh terbcatat 13.912, meninggal 1.126 orang, dan kasus aktif tercatat 241.

Kabag Humas Pemkot Surabaya, Febriadtya Prajatara mengatakan,  kasus COVID-19 di Surabaya cenderung terkendali dalam waktu 3-4 minggu. Ia mengatakan, kedisiplinan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan menjadi salah satu pendukung kasus COVID-19 terkendali di Surabaya.

Selain itu, upaya-upaya Pemkot Surabaya juga membuahkan hasil. Febri-panggilan akrab Febriaditya menuturkan, pihaknya masif melakukan testing dan tracing atau melacak seseorang yang kontak erat dengan pasien COVID-19. Pemkot Surabaya melakukan tracing hingga 50 orang.

Sementara itu, Febri mengatakan, dalam satu hari, pihaknya menggelar tes usap COVID-19 sebanyak 3.000-3.500 orang. Sisi lain, menurut Febri, Surabaya, Jawa Timur mencatat nilai 2,48 atau dalam kategori risiko rendah penularan COVID-19 berdasarkan hasil monitoring self assessment Indikator Kesehatan Masyarakat (IKM). 

"Pelaksanaan tes swab sudah 181 ribu, ini melebihi ketentuan WHO. Tracing pasien positif COVID-19  ketentuan 1:25, Pemkot Surabaya melakukannya 1:50, kami lakukan dengan masif, testing lebih banyak dan dilakukan kepada kontak erat sehingga memutus mata rantai penularan COVID-19,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 16 Oktober 2020.

Ia menuturkan, pihaknya juga memberikan panduan kepada pasien menjalani perawatan COVID-19. Ditambah ada tim swab hunter COVID-19 yang tersebar di 31 kecamatan.

"Tim Swab Hunter sejak 1-14 Oktober menjaring 1.600 orang. Kemudian dilakukan tes usap, dan yang positif hanya 30 orang. Kondisi terkendali ini tidak membuat kami kendor," kata dia.

Febri mengatakan, tim swab hunter tetap bertugas untuk menjaring pelanggar protokol kesehatan dan melakukan tes usap COVID-19. Pemkot tak ingin lonjakan kasus COVID-19 terjadi di Surabaya.

Oleh karena itu, ia meminta masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Protokol kesehatan itu mulai dari memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan air dan sabun. Selain itu, ia mengimbau warga untuk tetap membiasakan kebiasaan yang tak biasa dengan patuh protokol kesehatan.

"Masyarakat disiplin protokol kesehatan sangat penting. Belum ada vaksin dan obat. Jadi obat mujarab patuh protokol kesehatan, jaga orang sekitar kita. Punya empati  dari diri sendiri untuk tidak menularkan kepada orang lain," ujar dia.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Upaya Pemkot Surabaya Tekan Kematian karena COVID-19

Meski demikian, Surabaya masih memiliki pekerjaan rumah untuk menekan angka kematian karena COVID-19. Kematian karena COVID-19 di Surabaya mencapai 1.121 orang hingga 15 Oktober 2020.

Febri menuturkan, angka kematian karena COVID-19 di Surabaya sudah turun. Kematian karena COVID-19 di Surabaya juga karena ada penyakit penyerta atau komorbid dari pasien tersebut. "Angka kematian 3-4 per hari, dan didominasi komorbid," ujar dia.

Febri mengatakan, pihaknya juga melakukan sejumlah upaya untuk menekan kematian karena COVID-19. Pihaknya mendata pasien yang memiliki komorbid yang tercatat di puskesmas. Dengan demikian, pihaknya memberikan vitamin dan obat-obatan kepada pasien.

"Kami pinjamkan oxymeter untuk melihat kadar oksigen, karena COVID-19 ini menyerang paru-paru. Kami juga beri vitamin,” tutur dia.

3 dari 3 halaman

Pakar Kesehatan: Surabaya Sudah Lewati Puncak Kasus COVID-19

Sementara itu, Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Dr Windhu Purnomo menuturkan, Surabaya sudah melewati puncak kasus COVID-19. Kasus baru COVID-19 yang dilaporkan secara harian menurut Windhu juga menurun. Mengutip instagram @kominfojatim, pasien positif COVID-19 di Surabaya bertambah 221 orang selama periode 12-15 Oktober 2020 (Senin-Kamis). Sementara itu, pada periode 5-11 Oktober 2020 (Senin-Minggu), pasien positif COVID-19 bertambah 398 orang.

Akan tetapi, Windhu menuturkan, pola kasus aktif COVID-19 masih fluktuasi tetapi cenderung turun.

"Surabaya tren sudah membaik, kasus puncak sudah terlewati pada pertengahan Agustus,” kata WIndhu.

Windhu menuturkan, testing COVID-19 di Surabaya baik. Demikian juga tingkat penularan COVID-19 atau Rt sudah di bawah 1 selama dua minggu.

“Testing per Minggu 2.600, sudah terlewati. Tingkat penularan di bawah satu sudah dua minggu, artinya kondisi sudah bagus tetapi belum aman, karena Surabaya masih zona oranye,”kata dia.

Sedangkan hal yang perlu jadi perhatian Pemkot Surabaya, menurut Windhu, angka kematian karena COVID-19 masih 7 persen di Surabaya. Ditambah tingkat positivity rate (PR) di Surabaya masih 10 persen.  Sedangkan ketentuan WHO, tingkat PR itu 5 persen.

"Positivity rate ini jumlah yang positif dibagi yang diperiksa. Misalkan diperiksa 100 orang tes swab kemudian yang positif ada 15 orang. Jadi 15 dibagi 100. Di Surabaya itu masih 10 persen,” ujar WIndhu.

Oleh karena itu, WIndhu mengingatkan Pemkot Surabaya untuk tetap gencar melakukan testing dan tracing. Apalagi digelarnya Pilkada dan demo yang dikuatirkan dapat menambah pasien positif COVID-19. Sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan harus tetap dilakukan.

”Harus tetap pertahankan testing dan tracing. Kalau  kasus di bawah itu tidak terdeteksi itu berbahaya. Tracing dan testing makin ditingkatkan. Jangan berpuas diri,” kata dia.

Selain itu, kepada masyarakat, Windhu mengingatkan tetap patuh protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan secara rutin dengan air mengalir dan sabun. “Jangan bepergian kalau tidak perlu. Lansia, seseorang punya komorbid, ibu hamil dan balita jangan ajak keluar ke tempat ramai, kalau olah raga dengan sedikit orang, tidak apa-apa,” kata dia.

Pada 1 Oktober 2020, tercatat jumlah pasien konfirmasi dalam perawatan sebanyak 523 orang, 2 Oktober turun menjadi 514 orang, 3 Oktober 2020 sebanyak 502 orang, 4 Oktober 2020 sebanyak 494 orang, 5 Oktober 2020 tercatat 490 orang, 6 Oktober 2020 sebanyak 471 orang, 7 Oktober 2020 sebanyak 465 orang, 8 Oktober 2020 sebanyak 450 orang, 9 Oktober 2020 sebanyak 429 orang, 10 Oktober 2020 sebanyak 401 orang.

Kemudian 11 Oktober 2020 sebanyak 387 orang, 12 Oktober 2020 sebanyak 371 orang, 13 Oktober 2020 sebanyak 329 orang, 14 Oktober 2020 sebanyak 313 orang, dan 15 Oktober 2020 sebanyak 268 orang.

Sebelumnya,Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas COVID-19, Dewi Nur Aisyah menuturkan, kasus aktif ini merupakan pasien yang sedang sakit yang dirawat di rumah sakit atau jalani isolasi di rumah dan rumah sakit (RS).

"16 kabupaten kota 500-1.000, ini hati-hati jangan sampai kasus ikut tinggi atau nanti bisa besar. Lagi-lagi ini ada beberapa kota Medan ada sini, Kabupaten Bekasi, Kota Kendari, Kota Samarinda, Kota Sorong, Tangerang, Balikpapan, Makassar, Kota Surabaya, Kota Semarang, Kabupaten Mimika, Kota Banda Aceh, Kota Bogor, Kota Bandung, Kota Palembang," ujar Dewi, Rabu, 14 Oktober 2020.

Dewi mengingatkan agar 16 kabupaten/kota itu dapat menekan kasus aktif di bawah 500. Hal ini agar tidak membuat kasus aktif COVID-19 lebih tinggi.

"Hati-hati jangan sampai kasus lebih tinggi, kalau bisa terus ditekan di bawah angka 500. Mungkin 12 kabupaten kota dengan kasus di atas 1.000. Contoh Medan jangan sampai kasus lebih tinggi, kalau bisa kita tekan,” ujar dia.