Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) resmi dilantik menjadi Menteri Sosial pada Rabu, (23/12/2020). Risma menggantikan Juliari Batubara yang tersandung kasus dugaan korupsi bansos Jabodetabek.
Sebelum menjabat sebagai Menteri Sosial, Risma menjabat Wali Kota Surabaya selama dua periode. Perempuan kelahiran Kediri, Jawa Timur, 20 November 1961 ini merupakan perempuan pertama yang menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.
Mengutip Antara, nama Risma kian terkenal saat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusungnya menjadi wali kota pada Pilkada Surabaya 2020. Ia menjabat Wali Kota Surabaya pada 28 September 2010-28 September 2015 pada periode pertama. Kemudian ia menjabat Wali Kota Surabaya untuk periode kedua pada masa bakti 2016-2021 bersama Wakil Wali Kota Wisnu Sakti Buana.
Advertisement
Baca Juga
Selama menjabat Wali Kota Surabaya, Risma menata Surabaya menjadi kota bersih dan indah. Kota Pahlawan berubah menjadi bersih dan tertata tersebut makin dikenal.
Selain itu, Risma banyak membangun taman-taman di Surabaya. Ia memugar Taman Bungkul di Jalan Raya Darmo dengan konsel all-in-one entertainment park, taman di Bundaran Dolog, taman buah Undaan, dan taman di Bawean.
Risma juga membangun jalan pedestrian dengan konsep modern di sepanjang Jalan Basuki Rahmat. Kemudian dilanjutkan hingga Jalan Tunjungan, Blauran, dan Panglima Sudirman. Berkat kerja keras Risma mengubah Surabaya itu, Kota Pahlawan meraih penghargaan Adipura.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Menutup Lokalisasi Dolly
Selama menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, ada sejumlah kebijakan Risma menyita perhatian. Salah satunya ketika Risma menutup lokalisasi Dolly yang kabarnya terbesar di Asia Tenggara.
Dalam sejumlah kesempatan, Ia juga menyampaikan alasan menutup lokalisasi Gang Dolly. Risma mengakui ingin menyelamatkan anak-anak di eks lokalisasi. Selain itu, bahkan ada yang tidak diterima bekerja di mana pun karena alamat rumahnya di kawasan eks lokalisasi.
“Pada tahun pertama saya sebagai Wali Kota Surabaya 2010 lalu, itu adalah saat yang sulit karena harus menghadapi tantangan besar. Mulai dari banjir, perbaikan lingkungan, infrastruktur, kemiskinan, sampai trafficking," kata perempuan kelahiran Kediri ini di ATO Congresium, Ankara Turki, Kamis, 12 Desember 2019.
Risma mengatakan, untuk memecahkan masalah trafficking atau perdagangan manusia, harus dicari akar persoalan. Ternyata, diketahui harus menutup semua tempat prostitusi di enam lokasi Surabaya. Sebab, hampir tiap bulan, ia harus bekerja dengan kepolisian untuk menangani kasus perdagangan manusia yang melibatkan perempuan dan anak-anak.
"Di situ saya mengambil keputusan serius dan berisiko menutup semua prostitusi satu per satu. Saya menyadari betapa besarnya dampak buruk terhadap kehidupan orang di sekitarnya, terutama pada anak-anak,” ujarnya.
Alhasil, penutupan eks lokalisasi mulai dilakukan sejak 2012 secara bertahap. Selain memikirkan proses penutupan, wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga harus memberikan solusi bagi warga terdampak penutupan tersebut. Mulai dari pekerja seks, mucikari, penyanyi karaoke hingga tukang parkir.
"Saya terus berjalan dengan menyiapkan mereka semua untuk dibekali pelatihan keterampilan dan memulai bisnis baru. Mengalihkan pekerjaan mereka dengan usaha yang baru,” tutur Tri Rismaharini.
Risma memastikan, sekarang enam wilayah eks lokalisasi itu telah berubah. Area yang dahulunya ladang prostitusi, kini disulap menjadi tempat kreatif.
"Sekarang wilayah itu sudah tumbuh menjadi tempat kreatif, di mana banyak bisnis lokal dapat tumbuh. Usahanya macam-macam, ada batik, makanan, dan banyak lagi,” kata dia.
Advertisement
Program Pahlawan Ekonomi
Selain itu, Risma juga menggarap program pahlawan ekonomi. Program ini sebagai upaya mengentaskan kemiskinan.
Yakni, dengan cara memberdayakan ibu-ibu rumah tangga. Dia menuturkan, pada 2010 angka kemiskinan sekitar lebih dari 20 persen.
"Itulah mengapa saya mengundang ibu-ibu dari keluarga miskin untuk mengambil bagian dalam program Pahlawan Ekonomi (PE)," kata dia.
Di program tersebut, para ibu rumah tangga diajarkan menjadi pengusaha dan menjadi pahlawan bagi keluarga mereka masing-masing. Dia mengatakan, banyak sekali tahapan pelatihan yang diberikan di program itu, mulai dari pelatihan pembuatan produk, cara pengemasan (packaging), sampai pemasaran dengan memanfaatkan arus digital.
"Dimulai dengan hanya 89 grup di tahun 2010, sekarang kami memiliki lebih dari 11 ribu kelompok usaha kecil dan menengah yang dikelola oleh perempuan," ujar dia.
Di samping itu, Risma juga menjelaskan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, saat ini ada sekitar 45 persen pejabat perempuan. Bagi dia, melihat banyaknya masalah sosial yang tengah terjadi di masyarakat, juga membutuhkan sosok pemimpin perempuan. "Perempuan itu punya cara khas sendiri untuk menyelesaikan setiap persoalan,” imbuhnya.
Dia menuturkan, pemimpin perempuan dapat melakukan hal-hal secara lebih rinci, mendengarkan lebih banyak. Bahkan, semua itu adalah modal perempuan dalam memimpin dengan hati.
"Membuat keputusan berdasarkan kebutuhan, mengambil tindakan segera kapan pun diperlukan. Atau dengan kata lain, memimpin dengan belas kasih," terangnya.
Ia menambahkan, jika semua pemimpin perempuan dapat memimpin dengan belas kasih, maka dapat memberikan teladan yang baik bagi generasi penerus. Sebagai pemimpin perempuan, Risma berharap setiap perempuan itu dapat mencapai tingkat jabatan tertingginya.
"Sebagai pemimpin perempuan, saya yakin setiap perempuan dapat mencapai jabatan tertinggi dan dapat membangun masa depan yang berkelanjutan,” ujar dia.
Program Permakanan
Permakanan merupakan salah satu program unggulan besutan Pemerintah Kota Surabaya untuk membantu warganya yang kurang mampu dalam hal pemenuhan makanan dan gizi sehari-hari.
Mengutip laman Bangga Surabaya, para lansia, anak yatim, dan penyandang disabilitas mendapatkan perhatian khusus. Setiap hari, mereka mendapatkan bantuan makanan yang dikirimkan ke masing-masing rumah.
Risma menceritakan, agaimana awal mula menerapkan program permakanan tersebut. Ketika itu, jajaran Pemkot Surabaya menemukan adanya orang terlantar dengan kondisi kelaparan yang meninggal. Namun, orang tersebut bukan warga Surabaya. Melihat hal itu, Wali Kota Risma pun merasa iba. Sehingga akhirnya muncul ide gagasan untuk membuat program permakanan itu.
"Karena itu, aku ndak mau ada orang Surabaya yang meninggal karena kelaparan," kata dia.
Program permakanan tersebut, menurut dia, awalnya hanya diterapkan pada lansia miskin. Yakni para orang tua yang sudah berumur 56 tahun ke atas.
Dia menuturkan, lansia menjadi prioritas utama karena kebanyakan mereka tinggal sendiri. Walaupun Pemkot Surabaya mempunyai griya werdha, namun kebanyakan dari mereka memilih untuk tinggal di rumah. Sehingga, kemudian lansia menjadi prioritas utama mendapat program permakanan tersebut.
"Akhirnya lansia kita dahulukan. Kemudian kita tambah lagi (penerima) anak yatim dan orang difabel,” ujarnya.
Seriring ada pandemi COVID-19, program permakanan yang baru telah tercantum dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 14 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Permakanan di Kota Surabaya.
Selama pandemi program permakanan merubah sistemnya yang sebelumnya hanya memberikan makanan khusus kepada warganya yang berkebutuhan, tetapi saat ini juga memberikan makanan bagi warganya yang berstatus sebagai orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dengan pengawasan (PDP) COVID-19.
Pemerintah Kota Surabaya memberdayakan Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di masing-masing kecamatan dan kelurahan di Surabaya untuk memproduksi permakanan untuk warganya.
Advertisement