Liputan6.com, Jakarta - Saat ini dunia mewaspadai varian baru virus Corona COVID-19 yang diketahui lebih mudah menular. Varian baru virus Corona COVID-19 diidentifikasi pertama kali di Inggris. Lalu bagaimana Satgas Jatim antisipasi varian baru virus Corona COVID-19 tersebut?
Tim Satuan Gugus Kuratif Jawa Timur, dr Makhyan Jibril menuturkan, berdasarkan laporan terakhir varian baru virus Corona COVID-19 yang bernama VOC202012/01 itu menunjukkan mutasi tersebut baru ditemukan di Singapura. Akan tetapi, di Indonesia, belum ada laporan.
"Sampai hari ini, ada 115 full genome COVID-19 Indonesia yang sudah dideposit di GISAID,” ujar Jibril saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, ditulis Rabu (30/12/2020).
Advertisement
Lembaga-lembaga yang submit tersebut antara lain Balitbangkes, FK UNI Jakarta, Pokja Genetik FK UGMN, Eijkman, ITD Universitas Airlangga, Labkesda Jabar, SITH ITB, sekolah farmasi ITB, FK Universitas Padjajdjaran, LIPIN, dan MRIN-UPH.
"Data paling banyak dari Balitbangkes. Maka lembaga-lembaga ini yang mampu melakukan sekuensing, baik di fasilitasi sendiri maupun pool di beberapa saja. Apabila dari Surabaya, yang telah ditemukan adalah mutasi D614GG. Berbeda dengan VOC20202012/01, namun kemungkinan sama jauh lebih menular," kata dia.
Adapun mutasi virus Corona D614G terdeteksi di Indonesia pada April 2020. Jibril mengatakan, mutasi virus Corona D614G ini terjadi pada protein spike dengan posisi 614 terjadi perubahan asam aspartat menjadi glycine yang menyebabkan ikatan antara spike dan ACE 2 menjadi lebih longgar sehingga secara teoritis lebih memudahkan virus untuk masuk ke dalam sel sehingga meningkatkan viral load terutama di saluran nafas bagian atas seperti hidung dan trachea tetapi tidak di paru.
Jibril mengatakan, sementara itu, hasil penelitian di Sheffield, Washington dan Chicago, Amerika Serika memberikan informasi mutasi ini tidak berhubungan dengan keparahan klinis seperti lamanya perawatan,. Beratnya penyakit, perawatan di ICU dan sebagainya.
"Tidak juga terkait dengan efikasi vaksi dan terapi antibody. Di Lab MRIN, pada awal pandemi lebih 80 persen varian yang ditemukan dengan sekuensing atau urutan adalah varian D. Namun, saat ini lebih 80 persen adalah G. Sampai saat ini untuk apa virus tersebut bermutasi belum jelas. Kemungkinan adalah untuk adaptasi untuk survival mereka. D614G dugaannya lebih cepat menyebar namun belum tentu gejalanya semakin berat,” tutur dia.
Sementara itu, informasi yang didapatkan terkait mutasi varian baru virus Corona COVID-19 yang diidentifikasi di Inggris tersebut, Jibril mengatakan, memang lebih mudah menular tapi belum terbukti gejalanya menjadi berat. Selain itu, pihaknya pun menyesuaikan dengan arahan Kementerian Luar Negeri untuk antisipasi varian baru virus Corona COVID-19.
“Kedatangan warga asing ke Indonesia per 1 Januari akan dibatasi, tentunya termasuk di Jawa Timur karena Bandara Juanda adalah bandara internasional yang berpotensi menjadi pintu masuk untuk penyebaran infeksi baru,” tutur dia.
Ia menambahkan, untuk membuktikan varian baru virus Corona COVID-19 itu sudah masuk memang perlu di sekuensing atau diurutkan. “Di Jawa Timur hanya di ITD,” kata dia.
Jibril mengatakan, berdasarkan instruksi dan hasil rapat dari Kementerian Kesehatan dan Kemerinristekdiksi akan ada tim genomic dan molecular surveillance team yang akan melakukan genome sequencing, termasuk dengan ITD Unair.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
IDI: Varian Baru Virus Corona COVID-19 Lebih Mudah Menular tapi Tak Lebih Mematikan
Sebelumnya, Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan bahwa meski virus corona penyebab COVID-19 varian baru lebih menular, namun para ilmuwan yakin bahwa mereka tidak lebih mematikan.
Zubairi Djoerban, Ketua Satgas COVID-19 IDI virus corona varian baru yang pertama kali diidentifikasi di Inggris memang dilaporkan 71 persen lebih mudah menular.
"Para ahli amat sangat yakin bahwa memang virus B117 amat sangat mudah menular, namun tidak lebih mematikan. Sekali lagi, tidak lebih mematikan," kata Zubairi dalam dialog virtual dari Graha BNPB pada Selasa, 29 Desember 2020.
Zubairi juga mengatakan bahwa tes PCR yang saat ini digunakan, masih mampu untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 varian baru. Hal ini mengingat mutasi virus corona baru ini cukup signifikan dan sempat diduga dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR).
"Mungkin kalau gampangnya virus itu dianggap orang, PCR itu bisa mendeteksi kepala, baju, sama kakinya. Sekarang virusnya ganti baju, tetapi PCR tetap mampu mendeteksi kepala sama kakinya."
Selain itu, Zubairi menjelaskan bahwa vaksin COVID-19 yang saat ini dikembangkan, kemungkinan besar masih efektif terhadap virus corona varian baru ini. Namun, hal ini juga masih harus dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut.
"Ini belum 100 persen yakin karena harus dibuktikan dengan penelitian yang mengikut sertakan pasien-pasien dengan varian baru," katanya.
Zubairi mengatakan, para ahli masih optimistis vaksin masih dapat bekerja melawan virus varian baru. Hal ini karena vaksinasi akan menimbulkan kekebalan di banyak tempat.
"Kalau ada virus varian baru maka yang gagal hanya di satu tempat, artinya kekebalan yang lain akan tetap jalan."
Meski begitu, Zubairi menegaskan bahwa mengingat lebih mudahnya penularan virus corona varian baru ini, maka masyarakat tetap harus waspada dan jangan sampai tertular COVID-19.
"Menjadi serius karena jumlahnya jadi jauh lebih cepat, jauh lebih banyak. Jadi kalau terkena hampir sama, tetapi karena jumlahnya jadi jauh lebih besar dari sebelumnya, tentu signifikan untuk jadi beban rumah sakit rujukan, pengobatan, dan tenaga kesehatan juga."
Advertisement